Pustaka
Bahasa Indonesia

Di Bawah Bayangan Mantan Istri

15.0K · Ongoing
Handaru
30
Bab
33
View
9.0
Rating

Ringkasan

Menikahi duda beranak satu, membuat Riana harus berhadapan dengan masa lalu Argo-suaminya yang datang sesaat setelah dia menapaki biduk rumah tangga dengan Argo. Dialah Ayu, mantan istri Argo yang ternyata masih menginginkan Argo. Alih-alih merawat Nanda, putra Argo dan Ayu, Ayu justru memanfaatkan kesempatan itu untuk merebut perhatian Argo dari Riana. Bagaimana nasib rumah tangga Riana selanjutnya?

SweetPernikahanSalah PahamKeluargaIstriMenyedihkanPerselingkuhanDewasa

Bab. 1 - Sentimen Tetangga Sebelah

Riana masih diam berusaha mengalihkan perhatian meski obrolan tetangga di depan rumahnya terdengar cukup jelas. Bahkan sekali-kali Riana menangkap bidikan mata para emak-emak yang sibuk bergosip dengan dalih belanja sayur di tukang sayur keliling, tengah menggunjingkan dirinya. Mata mereka seperti elang saat melihat sosok Riana. Bukan karena kagum karena di usia dua puluh tujuh tahun Riana sudah bisa membangun rumah dua lantai untuk kakaknya dan membeli beberapa hektar tanah demi masa depannya. Melainkan nyinyir karena melihat Riana yang tak kunjung menikah di usianya yang sudah 'perawan tua' tapi malah sibuk terus mencari uang.

"Gue heran sama mbak-mbak itu, betah banget dia jadi perawan tua. Apa jangan-jangan dia ikut pesugihan. Makanya nggak nikah-nikah karena auranya negatif. Laki mana ada yang mau?"

"Iya ya buk. Lihat deh, baru kemarin bangun rumah eh tau-tau udah beli tanah aja. Kerja apa coba yang bisa dapat duit secepat itu kalau bukan pesugihan. Atau jangan-jangan, jadi simpanan om-om?"

"Pantesan aja rumahnya tuh auranya gelap. Uangnya hasil kerja haram. Ya nggak buk?"

"Halah, ibuk-ibuk loh kalau ngomong. Bilang aja pada iri kan?" Sela si tukang sayur-mang Soleh yang langsung mendapat gebugan sayur dari para pelanggannya itu. Tak lupa, mang Soleh juga mendapat sorak sinis yang menandakan kalau para ibu-ibu itu tidak setuju dengan pendapat mang Soleh.

Riana tertawa geli diam-diam. Ternyata dia tak perlu repot-repot membalas celotehan tetangganya itu. Sebelum pergi ke dalam, Riana sempat melihat air bekas pewangi masih banyak di ember dan melihat ke arah para ibu-ibu yang masih asyik bergosip. Memiliki ide cemerlang untuk mengusir ibu-ibu dari depan rumah, Riana pun mengguyurkan air bekas pewangi itu ke depan rumah tepat di bawah kaki para ibu-ibu yang langsung menghindari terjangan air bekas pewangi yang Riana siramkan dengan sedikit kasar agar ibu-ibu itu kecipratan air bekas pewangi.

Mang Soleh tertawa melihat sindiran Riana dengan air bekas pewangi itu. Sementara pra ibu-ibu nyinyir terlihat kesal karena baju mereka terkena cipratan air bercampur tanah di hari sepagi ini.

Di balik korden Riana tertawa geli melihat ekspresi para tetangganya itu. Dia terlihat puas dengan wajah mereka yang sudah mati gaya akibat tindakannya. Melihat tingkah adiknya, Naswa pun menghampiri Riana sambil terheran-heran. Karena penasaran, Naswa pun ikut nimbrung untuk melihat apa yang sedang Riana tonton di balik korden jendela itu.

"Lihatin apa Ri?"

"Eh, mba Naswa. Itu, Rian habis masukin pewangi ke mulut mereka."

"Kok bisa, nanti keracunan loh. Mereka mau-mau aja?"

Bukannya menjawab, Riana malah makin puas tertawa dan berlalu meninggalkan Naswa yang masih terlihat kebingungan sambil memperhatikan ibu-ibu itu.

Setelah selesai menjemur pakaian, seperti biasa Riana akan betah berlama-lama di depan tv menikmati acara kesukaannya bersama semangkuk cemilan. Tak lupa, ponsel juga melekat di tangannya karena hanya hari Minggu seperti ini dia bisa leluasa bermain ponsel. Biasanya sehabis pulang kerja, Riana hanya menilik pesan masuk dan menyimpan benda pipih itu tanpa sempat berpuas diri dengannya karena pasti setelah selesai mandi sepulang kerja, dia hanya sekilas melihat ponsel dan langsung tidur akibat lelah.

"Mba udah masak kangkung sama goreng ikan. Nasinya belum di ambil, nanti kalau ngambil di aduk dulu ya?"

"Mba mau kemana?"

" Mau ketemu sama seseorang, nih mas Huda udah nungguin katanya langsung dari tempat kerja. Mba berangkat dulu ya?"

"Iya, hati-hati dijalan. Pulangnya jangan lupa beliin jajan ya mba."

Tak berapa lama kemudian sepeda motor Naswa menderu meninggalkan halaman rumah bercat biru itu. Setelah memastikan kakaknya tak terlihat, Riana yang sempat mengantar Naswa sampai ke ambang pintu, masuk dan menutup pintu kemudian.

Sore datang setelah Riana membuka matanya dari tidur siang. Padahal seingatnya, matanya terpejam pukul satu siang namun sekarang saat matanya terbuka, dilihatnya jam di dinding yang sudah menunjukan pukul tiga sore. Rina lekas bangkit dan pergi ke dapur untuk meneguk segelas air karena tenggorokannya terasa kering. Setelah itu, Riana pun menyegarkan wajahnya dengan mencuci wajah. Dia pun baru sadar kalau rumah masih sepi yang berarti Naswa dan Huda belum pulang dari urusan mereka. Tak ambil pusing, Riana duduk dan segera mempersiapkan makanan karena perutnya sudah keroncongan. Satu centong nasi, satu sendok sayur kangkung dan satu ikan goreng sudah mendarat di atas piring makan siang Riana. Setelah berdoa, Riana pun memasukan suapan pertama dan mengunyahnya dengan khidmat. Rasanya begitu nikmat sampai Riana akhirnya meletakan sendok dan beralih makan menggunakan tangan.

"Ya Allah Rian, nikmat mana lagi yang kau dustakan." Gumam Riana setelah sadar makanannya habis karena terlalu nikmatnya dan berniat untuk mengambil porsi kedua yang hanya dia ambil setengah dari sebelumnya.

Tidak boleh rakus dan secukupnya pikir Riana. Gadis itu pun kembali menikmati makanan yang lagi-lagi terlihat singkat dia habiskan. Sampai setelah makan selesai dan lanjut mencuci piring, pintu rumah terbuka dan masuklah Huda juga Naswa yang baru kembali dari urusan mereka. Keduanya lantas duduk sebentar karena terlihat sedikit lelah.

"Mau minum apa mas?"

"Teh tawar ya? Yang anget."

"Biar aku aja mba." Sahut Riana dari dapur.

Naswa pun urung bangkit dan terlihat merebahkan punggungnya ke kursi bersama Huda.

"Cuacanya panas ya diluar?" Tanya Riana sambil menyodorkan teh itu ke Naswa dan Huda di atas meja.

"Dek, panasin air dong. Mas mau mandi."

"Nggih ndoro." Sarkas Riana yang kemudian bangkit ke dapur untuk memanaskan air.

"Lagi tau mas tadi pagi, anak gadis yang cantik jelita ini di ghibahin tetangga."

"Kok aku mual ya?"

Mendengar itu tanpa ragu Riana langsung melempar bantal yang sejak tadi dia peluk, dengan kasar pada Huda yang tertawa kemudian.

"Makannya cari laki, biar nggak jadi bahan gosip terus."

"Ogah nyari, nanti juga datang sendiri."

"Mana ada datang sendiri. Jodoh itu dicari Rian bukan ditunggu."

"Kan kata mas, kalau kata aku mah di tunggu nanti juga nongol sendiri."

Mendengar pengakuan Rian demikian, Huda dan Naswa saling memandang. Naswa berkerut kening setelah mendapat kode dari Huda untuk menanyakan sesuatu. Tak berapa lama Naswa menolak isyarat Huda diam-diam seolah dia tidak mau Riana menyemprotkannya.

"Kalian ngeributin apa sih?" Tanya Riana yang tiba-tiba menegur keduanya hingga membuat kaget baik Huda maupun Naswa.

Setelah mendapat anggukan Huda, akhirnya Naswa menarik napas untuk menyampaikan suatu hal yang tadi sempat dia ributkan diam-diam dengan Huda.

"Ri?"

"Hm?"

"Kayaknya mba udah nggak lihat kamu bawa laki-laki lagi. Kamu nggak lesbi kan?"

Seketika mata Riana melotot sempurna dan langsung menoleh ke arah Naswa. Dia benar-benar kaget mendengar pertanyaan konyol itu.

"Mba kok ketularan tetangga sih?" Tanya Riana yang kemudian memutar bola mata sambil menggelengkan kepala tanda tidak percaya.

"Kamu ini sembarangan banget loh. Mana mungkin adek aku gitu. Dia pasti punya pacar kan? Iya kan Ri?" Tanya Huda memastikan kembali meski sebenarnya dia dan Naswa sudah tahu kalau dua tahun belakangan Riana masih sendiri alias jomblo sejak ditinggal nikah oleh mantannya.

"Nggak." Singkat Rian sambil memasukkan camilan ke mulutnya dan menikmati tontonan di layar tv.

"Kebetulan Ri, mau nggak mas kenalin sama teman mas."

"Apaan sih mas?"

"Serius Ri, siapa tahu kalian jodoh?"

"Kan kamu sendiri yang bilang kalau jodoh nggak perlu di cari. Cukup di tunggu, nah karena kamu yang nunggu makanya kita yang cari. Tenang aja, kita juga cari yang good looking kok."

"Mas sama mba udah nggak mau ya tinggal bareng Rian?"

"Nggak gitu Rian."

"Terus?"

"Nih mas bilangin ya? Kamu itu udah terhitung dewasa. Duit kalau di cari terus nggak akan pernah cukup. Udah saatnya kamu punya kehidupan. Suami, anak, berumah tangga biar hidup kamu nggak hampa."

"Plus nggak di ledekin tetangga lagi."

"Iya bener kata Naswa."

"Gimana? Mau ya mas kenalin ke teman mas? Mas jamin dia orangnya baik kok."

"Rian pikir-pikir dulu."

"Iya deh. Kalau mikirnya udah selesai, kabarin ya?"

"Hem."

Percakapan pun berkahir dengan Riana yang kembali menikmati acara tv dan Huda serta Naswa yang diam-diam tengah girang dibelakang adik mereka. Meski awalnya sedikit takut dengan respon Riana, baik Huda maupun Naswa akhirnya bisa senang karena ternyata tanggapan Riana terhitung baik dengan usul mereka. Tinggal menunggu waktu sampai Riana siap sebelum mempertemukan gadis itu dengan calon pilihan mereka yang sudah mereka seleksi jauh-jauh hari.