Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Episode 4

Matahari baru saja terbenam, meninggalkan langit berwarna ungu gelap yang perlahan berganti menjadi hitam pekat. Api unggun yang menyala di tengah mereka berkelip, memberikan sedikit kehangatan di udara malam yang dingin. Ayla duduk di tepi, tatapannya kosong, melayang jauh ke dalam pikiran.

Kieran dan Elyse duduk di dekatnya, berbincang pelan tentang rencana mereka selanjutnya, tetapi Ayla tidak bisa fokus. Semua yang baru saja dia dengar tentang Aetheria dan ancaman Zalen terasa menyesakkan dadanya. Terlebih lagi, perasaan yang dia rasakan saat pertama kali menyentuh kekuatan Aetheria masih terasa begitu jelas. Itu adalah rasa yang sulit dijelaskan—sebuah kekuatan yang menggoda dan menakutkan pada saat yang bersamaan.

"Ayla," suara Kieran mengalihkan perhatiannya. "Ada sesuatu yang mengganggumu, bukan?"

Ayla menoleh, menemukan Kieran yang sedang memandangnya dengan mata penuh perhatian. Elyse juga mengalihkan pandangan dari peta yang sedang dia pelajari dan memusatkan perhatian pada Ayla.

"Ada sesuatu yang... tidak beres," Ayla berkata dengan suara pelan. "Saat aku menyentuh Aetheria, ada perasaan asing yang menyelimuti diriku. Rasanya seperti ada kekuatan lain yang mengawasi, menunggu."

Elyse mengerutkan kening. "Itu mungkin efek samping dari koneksi yang kamu bangun dengan Aetheria. Aetheria bukan hanya kekuatan yang memberimu kekuatan besar. Dia juga bisa menarik perhatian entitas lain yang berada di luar kendali kita."

"Apa maksudmu?" tanya Ayla, suara mulai terdengar gugup.

"Aetheria tidak hanya ada di dunia kita," kata Elyse. "Dia adalah gerbang ke banyak dimensi lain, beberapa di antaranya lebih gelap dan penuh bahaya. Sesuatu, atau seseorang, bisa saja mengawasi kita melalui Aetheria. Itu sebabnya kita harus hati-hati."

Kieran menambahkan, "Ada kemungkinan bahwa Zalen sudah merasakan adanya perubahan dalam Aetheria. Dia mungkin tahu kalau kita lebih dekat untuk menguasai kekuatannya, dan dia akan berusaha menghalangi kita."

Ayla menggigit bibirnya, merasa cemas. "Jika Zalen bisa mengakses kekuatan itu lebih dulu, maka kita akan kalah."

Elyse menatap Ayla dengan serius. "Tidak hanya Zalen yang bisa mengakses Aetheria. Ada juga entitas yang lebih tua, lebih kuat, yang tertarik dengan kekuatan tersebut. Kami tidak tahu siapa mereka atau apa yang mereka inginkan, tapi yang jelas, mereka sangat berbahaya."

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di kejauhan, menghentikan percakapan mereka. Ayla, Elyse, dan Kieran langsung terdiam, waspada. Kieran meraih pedangnya yang terselip di pinggangnya, sementara Elyse bersiap dengan sihirnya. Ayla berdiri, tangan terulur, siap memanfaatkan Aetheria jika diperlukan.

Sesosok bayangan muncul dari kegelapan, melangkah dengan langkah tenang, penuh ketenangan. Tubuhnya tinggi, mengenakan mantel hitam yang melambai-lambai di angin malam. Wajahnya tersembunyi di balik penutup, hanya sepasang mata yang bersinar merah menyala yang terlihat.

Ayla merasa sebuah aura gelap yang mendalam menyelimuti sosok itu. Perasaan yang sama seperti saat dia pertama kali menyentuh Aetheria—sebuah ancaman, sebuah kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan.

"Siapa itu?" bisik Elyse, suara bergetar.

Kieran mengangkat pedangnya, memposisikan diri dengan hati-hati. "Aku tidak tahu, tapi dia tidak datang dengan niat baik."

Bayangan itu berhenti beberapa langkah dari mereka, suaranya dalam dan berat ketika berbicara. "Kalian… sudah terlalu lama bersembunyi di bayang-bayang Aetheria. Waktunya sudah dekat."

Ayla merasakan tubuhnya kaku. Suara itu… suara itu sangat familiar, namun tak bisa dia ingat darimana.

"Siapa kamu?" Ayla bertanya dengan tegas, meskipun hatinya berdebar kencang.

Bayangan itu tersenyum, tapi senyum itu tidak menyenangkan. "Aku adalah yang mengawasi Aetheria. Dan aku datang untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku."

"Zalen?" tanya Kieran, suaranya penuh kebencian.

"Tidak," jawab sosok itu, suaranya terasa seperti angin dingin yang menggigit. "Aku lebih tua dari Zalen. Aku adalah bayangan yang menguasai Aetheria sebelum dia bahkan tahu tentang kekuatannya."

Ayla merasakan dingin yang mengalir ke seluruh tubuhnya. Bayangan ini bukan hanya ancaman fisik, tapi juga ancaman yang lebih dalam—sebuah kekuatan yang sudah ada sejak sebelum Aetheria ada.

"Aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya," kata Ayla dengan suara yang lebih percaya diri. "Aetheria tidak untuk dimiliki oleh satu orang saja."

Bayangan itu tertawa, suara tertawanya begitu gelap, hampir menghisap semua cahaya di sekitar mereka. "Kalian pikir kalian bisa menghentikanku? Aetheria adalah bagian dari diriku. Kalian hanya pemula yang mencoba bermain dengan kekuatan yang lebih besar dari yang kalian bayangkan."

Tanpa peringatan, bayangan itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, meluncur ke arah mereka dalam sekejap. Kieran terpaksa bergerak cepat, mengarahkan pedangnya ke sosok itu, namun pedangnya hanya menembus udara kosong.

Ayla tahu, pertempuran ini baru saja dimulai. Dan meskipun mereka mungkin tidak siap, mereka tidak bisa mundur sekarang.

Keheningan malam itu seakan melukai udara yang mereka hirup. Bayangan itu bergerak dengan kecepatan yang tak terduga, meluncur melalui angin malam dengan langkah tak kasat mata, meninggalkan kesan dingin yang menggetarkan tulang. Kieran melangkah maju, pedangnya menyala dengan energi Aetheria, siap untuk menghadapi ancaman yang datang.

Namun, sebelum pedang itu sempat menyentuh sosok bayangan tersebut, seberkas cahaya hitam menyelimuti tubuhnya. Kieran terhuyung mundur, terjatuh ke tanah dengan kekuatan yang tak dapat dia prediksi. Elyse melompat mundur, menyarungkan tangannya dan memanggil sihir pelindung, namun bayangan itu seolah tidak terpengaruh.

"Ayla!" teriak Kieran, berusaha bangkit kembali.

Ayla, yang sudah siap dengan kekuatan Aetheria yang melingkupi tubuhnya, merasa energi dalam dirinya bergejolak semakin liar. Bagaimana dia bisa melawan makhluk seperti ini? Bayangan itu seolah tidak terikat oleh hukum dunia ini, dan setiap langkahnya seakan membekukan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

"Ada apa denganmu?" Ayla bertanya dengan tegas, suaranya sedikit gemetar namun penuh tekad. "Kamu ingin Aetheria, kan? Tapi kenapa kamu menghalangi kami?"

Bayangan itu berhenti sejenak, lalu suara beratnya terdengar, seolah mengalir dari kedalaman waktu yang jauh. "Aku sudah lama menunggu. Kalian, para pemilik kekuatan Aetheria, terlalu lemah. Kalian belum tahu apa yang kalian hadapi."

Ayla menatapnya dengan serius, jantungnya berdegup kencang. “Apa yang kamu inginkan dari Aetheria? Kenapa kamu datang sekarang?”

Bayangan itu mengangkat tangan, dan seketika langit seolah bergetar. "Aetheria adalah kunci untuk membuka dimensi lain. Dimensi yang jauh lebih gelap, lebih tua dari apapun yang pernah kalian tahu. Aku tidak datang untuk bernegosiasi, Ayla. Aku datang untuk mengambil apa yang sudah menjadi milikku."

Dengan gerakan cepat, bayangan itu meluncur mendekat, mengarah langsung ke Ayla. Tanpa berpikir panjang, Ayla mengangkat tangannya, memanggil kekuatan Aetheria yang mengalir di tubuhnya. Cahaya biru menyelimuti tangan Ayla, menciptakan perisai yang melindunginya. Tetapi, bayangan itu hanya tersenyum dingin, dan dengan mudah menembus perisai tersebut, membuat tubuh Ayla terhuyung mundur.

"Jangan coba melawan takdirmu, Ayla," ujar bayangan itu dengan suara yang terkesan penuh ancaman. "Kekuatanmu masih terlalu lemah. Aetheria akan memilihku karena aku lebih layak."

Dengan mata yang menyala penuh kemarahan, Ayla berusaha mengumpulkan kekuatan dalam dirinya. "Aku tidak akan biarkan kamu menguasainya!"

Namun, sebelum dia bisa melancarkan serangan lebih lanjut, Kieran bangkit dari jatuhnya. Pedangnya menyala kembali dengan energi Aetheria yang lebih kuat, dan kali ini dia menyerang dengan kecepatan yang lebih cepat, menebas bayangan itu dengan niat untuk menghentikannya.

Tetapi, seperti sebelumnya, bayangan itu menghilang dalam sekejap. "Kalian hanya menghabiskan energi tanpa hasil," ujar bayangan itu dari kegelapan, suaranya terdengar lebih jauh, seolah berbaur dengan angin malam. "Aetheria sudah terhubung dengan dunia yang lebih besar, dan kalian, hanya sekadar pion yang bisa kuhancurkan."

Ayla merasakan keputusasaan mulai merayap di dalam hatinya. Mereka berhadapan dengan kekuatan yang tidak bisa mereka bayangkan sebelumnya, sesuatu yang jauh lebih kuat dan berbahaya. Tetapi, dia tahu satu hal yang pasti—dia tidak akan mundur.

"Aku tidak akan membiarkanmu mengambil Aetheria. Ini bukan hanya milikmu," kata Ayla dengan suara penuh tekad. "Aku akan melawanmu, apa pun yang terjadi."

Bayangan itu tertawa, suara tawa yang begitu dingin dan mengerikan. "Kalian memang bisa melawan, tapi pada akhirnya, kalian akan tahu siapa yang benar-benar menguasai Aetheria."

Tiba-tiba, angin kencang bertiup, seolah mengirimkan peringatan dari dunia lain. Bayangan itu menghilang dalam kegelapan malam, meninggalkan mereka bertiga dalam keheningan yang mencekam.

Ayla terengah-engah, tubuhnya masih gemetar karena pertempuran yang baru saja terjadi. Kieran berjalan mendekat, menepuk bahunya dengan lembut. "Kita harus lebih berhati-hati. Ini bukan hanya tentang Aetheria lagi. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang kita hadapi."

Elyse menatap mereka dengan tatapan serius. "Ayla, kita harus segera menemukan cara untuk menguatkan kekuatanmu. Zalen mungkin hanya awal, tapi ancaman ini... jauh lebih besar."

Ayla mengangguk, merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. "Aku tahu. Aku harus siap, jika ini semua benar-benar terjadi."

Namun, di dalam hatinya, dia tahu ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dari yang bisa mereka bayangkan. Ancaman yang tak hanya datang dari satu arah, tetapi dari dunia yang jauh lebih gelap dan penuh bahaya.

Malam itu berubah menjadi lebih sunyi, hanya suara api unggun yang masih berderak pelan. Sosok bayangan itu telah menghilang, meninggalkan hawa dingin yang terasa menggantung di udara. Namun, ancamannya masih terngiang di benak Ayla, Kieran, dan Elyse.

Ayla duduk kembali di tepi api unggun, tubuhnya lelah tetapi pikirannya terus bergemuruh. Ia memandangi tangannya, yang tadi diliputi oleh cahaya Aetheria. Rasanya ada sesuatu yang berbeda dalam kekuatan itu—seolah-olah Aetheria tidak hanya menjadi alat, tetapi juga memiliki kehendak sendiri.

Kieran memecah keheningan dengan suara tegas. "Dia bukan hanya ancaman. Dia adalah peringatan. Jika kita tidak segera bertindak, semuanya akan hancur."

"Apa maksudmu?" tanya Ayla, mengalihkan pandangan dari tangannya ke arah Kieran.

"Bayangan itu berbicara seolah-olah dia memiliki hubungan langsung dengan Aetheria," jawab Kieran. "Jika itu benar, maka kita menghadapi sesuatu yang tidak hanya fisik. Kita menghadapi musuh yang mengerti kekuatan ini lebih baik daripada kita."

Elyse mengangguk, wajahnya serius. "Aetheria adalah gerbang, Ayla. Kamu sudah tahu itu. Tetapi bayangan tadi sepertinya berasal dari sesuatu yang lebih tua dari gerbang itu sendiri. Mungkin dia adalah penjaga, atau bahkan penguasa dari dimensi lain yang terhubung ke sini."

Ayla menarik napas dalam-dalam, mencoba memahami situasi ini. "Jadi, bagaimana kita bisa melawan sesuatu yang berasal dari dimensi lain? Sesuatu yang bahkan kita tidak mengerti?"

Elyse terdiam, menatap api unggun dengan tatapan dalam. "Ada satu cara. Tetapi itu sangat berisiko."

Kieran menoleh dengan cepat. "Apa pun itu, kita harus tahu. Jika tidak, kita hanya menunggu kehancuran."

Elyse berdiri, membungkuk untuk menggambar sesuatu di tanah dengan ranting kayu. "Ada legenda lama tentang inti Aetheria—sebuah kekuatan murni yang tersembunyi di inti dunia ini. Dikatakan bahwa hanya mereka yang benar-benar selaras dengan Aetheria yang bisa mengaksesnya. Tetapi, untuk menemukannya, kita harus melewati perbatasan dunia yang dikenal."

"Perbatasan dunia?" ulang Ayla, bingung. "Maksudmu, kita harus masuk ke dimensi lain?"

Elyse mengangguk pelan. "Ya. Tetapi itu bukan perjalanan biasa. Dimensi itu penuh dengan jebakan dan ilusi, serta entitas yang jauh lebih berbahaya daripada bayangan yang kita temui malam ini."

Kieran tampak berpikir keras. "Jika itu satu-satunya cara, maka kita harus mencobanya. Kita tidak punya pilihan lain."

Ayla merasakan perasaan ragu yang berat di dadanya. Dia baru saja mulai memahami kekuatan Aetheria, dan sekarang mereka harus menghadapi sesuatu yang bahkan lebih menakutkan. Namun, dia tahu bahwa tidak ada waktu untuk mundur. Jika mereka tidak bertindak, dunia mereka akan jatuh ke tangan Zalen dan makhluk-makhluk gelap lainnya.

"Kapan kita bisa mulai?" Ayla bertanya, suaranya lebih tegas dari sebelumnya.

Elyse tersenyum tipis. "Segera. Tetapi pertama-tama, kita harus menemukan artefak penuntun. Tanpanya, kita tidak akan bisa membuka perbatasan dunia."

"Artefak penuntun?" Kieran mengerutkan dahi. "Di mana kita bisa menemukannya?"

Elyse berdiri, mengambil peta tua yang telah dia bawa selama ini. Dia membukanya di depan mereka, menunjukkan sebuah lokasi terpencil di ujung utara benua. "Di sini, di reruntuhan Sanctum Luminis. Itu adalah tempat terakhir di mana artefak itu terlihat."

Ayla memperhatikan peta itu dengan saksama. Lokasi yang ditunjukkan berada di daerah yang penuh dengan gunung es dan badai salju, tempat yang hampir tidak bisa dihuni oleh manusia.

"Kita harus melintasi pegunungan untuk sampai ke sana," ujar Ayla. "Berapa lama perjalanan ini?"

Elyse menghela napas. "Jika semuanya berjalan lancar, mungkin dua minggu. Tetapi dengan kondisi cuaca dan kemungkinan menghadapi musuh di sepanjang jalan, bisa lebih lama."

Kieran mengangguk. "Kalau begitu, kita harus bersiap sekarang. Tidak ada waktu untuk disia-siakan."

Malam itu, mereka mulai merencanakan perjalanan mereka. Ayla merasa beban yang semakin berat di pundaknya, tetapi dia juga tahu bahwa ini adalah jalannya untuk memahami Aetheria sepenuhnya. Ketika mereka melangkah ke dalam dunia yang lebih gelap dan penuh bahaya, Ayla tahu bahwa takdirnya akan segera diuji—dan jawabannya mungkin tidak akan mudah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel