Part 7
Setelah Jennifer benar-benar pulih dari sakitnya, dia di izinkan pulang oleh Dr. Alice, dokter pribadinya kini, Alice mengatakan Jennifer tak boleh stress karena kini dia memiliki suami yang baik.
Baik bagi Alice, mimpi buruk bagi Jennifer, bagaimana tidak, Jennifer sendiri masih belum mengenal Sean, memiliki separuh harta Sean dan mendapatkan fasilitas yang cukup mewah memang menyenangkan, bukankah ini tujuan hidupnya, uang?.
Tentu saja, tak ada salahnya menikmati fasilitas itu, Jennifer naik di mobil Alphard itu, mengendarainya sendiri dengan kecepatan yang tinggi, supirnya cukup ketakutan, Dita saja tak berani mengingatkan Jennifer karena dilarang oleh Sean membentaknya, atau dia akan di pecat.
Seperti anak sendiri, bukan istri, itulah cara Sean memperlakukan Jennifer.
"Kita sudah sampai, ini rumah yang sangat indah". Ucap Jennifer sambil memarkir mobilnya di depan rumah mewahnya yang punya halaman yang cukup luas.
Terdapat air mancur di tengah-tengahnya, Jennifer tentu tak tinggal sendiri, ada ART, supir dan pengawal, serta dokter pribadinya yang akan berkunjung secara berkala karena Jennifer masih membutuhkan pengawasan untuk beberapa saat.
"Berlebihan, bukan?" Celetuk Jennifer.
"Mrs Green, Mr Green ingin anda ke UK suatu hari nanti, tinggal disana, dan berkeluarga". Jawab Dita.
"Sulit rasanya, kadang mimpi dan rencana tergantung seperti daun, jatuh lebih cepat, jatuh lebih lama atau justru terbang tinggi ke lain tempat". Ucap Jennifer.
"Sean mau itu atau tidak, itu tidak penting, dia saja tak bergairah menatap mataku" tambah Jennifer sambil menghembus nafas dalam-dalam. Mencoba menerima kenyataan.
"Tuan Sean mengerti jika nyonya Jennifer ingin hal lain, tapi, kali ini Nyonya bebas pergi kemanapun". Ucap Dita.
"Just Jennifer, masih muda di panggil nyonya atau Nona aja biar selalu terlihat seperti perawan".
Mereka hanya mengikuti perintah Jennifer, membereskan barang-barangnya dan beberapa surat berharga pribadi miliknya dan beberapa pakaian Jennifer yang sudah lama.
Sean mengirim penjahit dan desainer khusus untuk undangan yang super khusus juga minggu ini, tentu saja undangan pernikahan Scarlett Renaldy dan Kevin Harris.
Jennifer memilih dress berwarna biru tua, dia mengartikan cintanya masih dalam sedalam warna biru itu. Namun dia harus melupakannya dan memilih sepatu yang berwarna biru agak pudar.
Jennifer berdandan sendiri karena dia sudah terbiasa menggunakan make-up saat acara-acara seperti ini, dia terlihat sangat menawan di kaca, semua peralatan makeup sudah di siapkan oleh Sean.
Dia keluar dan berpikir akan pergi sendiri, namun Sean menjemputnya, Sean melolok menatap Jennifer tanpa berkedip, hatinya terpana, terbunuh oleh keanggunan wanita itu, Jennifer berjalan menuju ke arah Sean sambil membetulkan antingnya karena tersangkut rambutnya yang terurai panjang.
Dengan open chest, Sean merasa lebih terpana di dalamnya, dia membayangkan seolah sedang mensetubuhi Jennifer, namun itu nafusnya, cintanya tentu bukan untuk Jennifer. Dia sudah terjebak dalam hati wanita itu.
"Sean, jangan melamun, kerasukan oleh kecantikan aku kan". Ledek Jennifer sambil masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah di bukakan oleh Sean.
"Nggak, aku cuma agak pusing sedikit" ucap Sean, sedikit ngeles.
"Mabuk karena kecantikan gak dosa, kok, kalau kamu minum setetes wine aja walaupun gak mabuk, baru dosa". Balas Jennifer tertawa.
Menertawakan Sean seolah mengenalnya adalah hal yang sering dia lakukan, salah satunya dulu bersama Kevin, Kevin dulu pendiam. Sekarang pun terlihat sama.
Bahkan mereka terlihat biasa saja di pernikahan, ketika sudah sampai di tempat, Jennifer di sambut baik oleh keluarganya, terutama orang tuanya.
"Hidup tanpa kepalsuan? Mana mungkin, jelas mereka melakukan ini karena tak mau terlihat bahwa mereka semua adalah pengkhianat". Gumam Jennifer sambil menatap dalam ibunya.
"Mama dengar kamu sudah menikah dengan Sean? Kapan resepsinya" ucap Trivia mengejutkan Jennifer.
Bagaimana seseorang bisa mengetahui jika pernikahan itu hanya di saksikan oleh beberapa orang?
"Sean sudah kenal kami sangat lama, Dia memberitahu papa kamaren kalau dia sudah menikahi kamu, jangan khawatir cuma keluarga yang tahu, Sean ingin mengumumkan nanti". Tambah Trivia.
Tak mau banyak bicara, Jennifer hanya diam menyaksikan pernikahan mantan tunangannya yang sudah melamar Scarlett 2 tahun yang lalu.
"Bagaimana para saksi?" Ucap penghulu setelah Kevin menerima ijab kabul.
"Sahhh". Ucap para saksi yang duduk di samping pengantin.
Dalam acara itu Scarlett memang tidak hadir, dia masih mengenakan gaun mewahnya di kamarnya, dia tampak kesulitan memakainya.
Jennifer sengaja masuk ke kamar Scarlett untuk berbuat rusuh. Dia membenci Scarlett karena telah menghancurkan hidupnya.
"Jen, seneng deh kamu disini, kamu nginep yah, mama papa sendirian, lagian daripada____" tak di gubris adiknya, Scarlett memilih diam dan melanjutkan menatap dirinya di kaca.
Tak berselang lama, Jennifer pun kembali dari kamar Scarlett dan menemui sahabatnya, Claudia.
"Di, apakah bisa penyakit berbahaya ada tanpa harus ada genetiknya". Celetuk Jennifer tiba-tiba membuat Claudia terkekeh geli.
"Astaga, emang harus semua penyakit itu genetik yah? Kan gak, Jen". Balas Claudia yang membuat wajah Jennifer semakin murung.
Dia menuruni tangga rumahnya dan menyaksikan Scarlett turun dari tangga, dia terlihat sangat anggun dan cantik, pesona mata birunya memancar bagaikan sihir, tak ada yang berkedip menyaksikan dia menuruni satu per satu anak tangga rumah Renaldy.
Venue wedding Scarlett memang di rumah Renaldy yang memiliki halaman besar dan aula tersendiri, aula itu biasanya tempat dimana James dan Trivia menyempatkan masa muda mereka mendidik anak-anak mereka.
Sampai salah kedua dari anaknya berselisih karena perihal laki-laki dan cinta.
"Scarlett terlihat kesakitan, ada sesuatu di kakinya". Ucap Sean, terlihat khawatir bahkan tak memalingkan wajahnya menatap Jennifer ketika berbicara.
"Ini baru permulaan".
"Jennifer!!" Teriak Sean.
"Sean, jangan berteriak semua orang akan tau". Bisik Jennifer lirih.
Tak di dengar, Sean segera menggendong Jennifer ke mobilnya, melewati ratusan tamu kemudian mereka pun pulang, Sean masih tampak murka.
"Apa yang ada di sepatu Scarlett?" Tanya Sean lagi.
"Just a glass, she never realize she ruined my life, I just ruin her wedding". Jawab Jennifer merasa tak bersalah kali ini.
"Dengar!". Ucap Sean dengan nada yang agak rendah.
Namun, Jennifer membuka pintu mobil dan keluar dari pintu itu dan hampir saja membahayakan dirinya karena dia baru saja akan tercebur di kolam.
Semua tamu yang ada di halaman terkejut melihat pemandangan itu, sedangkan di Aula, Scarlett pun pingsan seketika tanpa sebab, sedangkan sepatu putihnya, berdarah dan meneteskan banyak darah.
Jennifer yang melihat Kevin dan Sean panik merasa bersalah kini atas perbuatannya, dia sebenarnya tak ingin menyakiti kakaknya, sayangnya Scarlett keterlaluan, seperti tak ada laki-laki lain bahkan harus membohongi semua orang dengan surat itu?
Entah permainan apa yang dilakukan Scarlett, tapi dia gila, dia bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari Kevin, tapi mengapa tidak? Gumam Scarlett.
To be continued....
