Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 5

Jennifer hanya meratapi takdirnya, sulit sekali rasanya mempercayai orang di sekitarnya, belum lagi ancaman Sean kepadanya bahwa dia tidak akan mendapatkan kerja dimanapun.

Jennifer tak punya pilihan selain melamar pekerjaan di perusahaan ayahnya sendiri. namun, dia ragu untuk menghadapi Scarlett bahkan Jennifer tak mau menganggap Scarlett sebagai saudarinya lagi karena dia adalah pengkhianat tidak ada siapapun di dunia ini yang mau kepercayaannya di hancurkan oleh seseorang begitu saja, apalagi jika dia adalah keluarga sendiri, pastinya sakit sekali.

namun, jika tidak ada pilihan lain maka, Jennifer tak bisa menolak takdirnya bertemu dengan Scarlett. Dia sudah cukup putus asa selama ini, di usir dari rumah karena tidak menerima pernikahan kakaknya, tak dapat tempat tinggal dan tak ada pekerjaan, lebih sedihnya Jennifer tak punya siapapun untuk diajak bicara.

Jennifer memberanikan diri untuk pergi ke kantor ayahnya, dia ingin bertemu dengan James Renaldy, ayahnya.

"Maaf, pak James sedang pergi ke luar negeri untuk bisnis tur dan akan kembali sebelum pernikahan bu Scarlett dan pak Kevin".

Ucap resepsionis itu, dia bahkan tak peduli kepada wanita di hadapannya, salah satu dari pewaris perusahaan itu, tapi ntah mengapa Jennifer merasa dirinya tak berharga kali ini.

"Jadi, saya bisa ketemu siapa untuk melamar pekerjaan". Ucap Jennifer, marah, sepertinya batas kesabarannya sudah habis

Dia merasa tertekan dengan keadaan akhir-akhir ini, terlebih lagi di hadapkan dengan pilihan yang menurutnya cukup sulit, untuk apa Sean akan menikahi wanita seperti dirinya.

"Sebentar ya mbak, ini saya sedang menghubungi bu Scarlett". Ucap resepsionis itu lagi, wajahnya terlihat tegang dan panik kali ini.

Scarlett tentu mengangkat telpon itu, namun terdengar ada suara Kevin di kantornya, Jennifer di persilahkan masuk karena Scarlett menyetejuinya.

Jennifer bukan pertama kali masuk ke gedung itu, tidak ada yang berubah disana, semua masih sama seperti 4 tahun sebelum dirinya pergi.

Dia menuju ruangan Scarlett, dia sakit hati dan menyakinkan dirinya untuk tegar ketika melihat Kevin bersama Scarlett.

Sungguh takdir yang begitu membuatnya putus asa, dia harus berhadapan dengan masa lalu kemudian masa depannya yang entah akan lari kemana. Disisi lain menolak tawaran pernikahan dengan jaminan kemewahan, disisi lain harus menghadapi masa lalunya.

Scarlett menyambut baik adiknya itu, tentu saja mereka tak pernah bertengkar sampai pada hari itu Scarlett mengatakan akan menikahi tunangan Jennifer.

Scarlett bisa di bilang wanita yang penyayang, dia tak pernah sekalipun cemburu atas semua kasih sayang yang diberikan oleh kedua orang tuanya kepada Jennifer.

Dia akan bahagia jika Jennifer pun bahagia, namun dunia berputar begitu cepat sehingga sikapnya yang dulu mungkin sudah hilang tertelah.

Menatapnya saja Jennifer tak sanggup, dia ingin meneteskan air mata namun, mencoba tetap tegar dan berbicara tentang pekerjaan.

"Jennifer, sebetulnya sedang tidak ada lowongan di kantor. Kenapa kamu tidak bertanya dulu di telpon dan langsung kemari, maksud aku____". Scarlett pun agak ragu berbicara kepada Jennifer, dia merasa tak enak harus menyampaikan kabar itu.

"It's okay___ actually no need to explain. Thanks". Balas Jennifer kemudian keluar dari ruangan Scarlett.

Jennifer tak mendapatkan hak atas saham yang seharusnya di berikan setelah dia menyelesaikan kuliahnya di Oxford.

Dia hanya pasrah. Dia sudah tak punya uang lagi untuk bulan depan, tinggal di apartment Scarlett bukanlah hal yang menyenangkan, saat dia harus melupakan hal yang harus dia lakukan adalah menjauh dari kenangan itu bukan mendekatinya.

Malam itu Jennifer keluar dari ruangan berukuran 10x10 meter itu, dia juga tak mau membayar makanan yang mahal, baginya makan di warung pinggir jalan saja sudah cukup.

Karena kelelahan, Jennifer merasa pusing di tengah jalan, dia merasa lemas karena dia tak makan seharian, begitu banyak beban hidupnya.

Dia tak menyadari ada mobil yang melaju dengan kencang dan menabraknya, Jennifer terpental ke kiri jalan dan tubuhnya berpapasan dengan pohon, pemilik mobil itu memang sedang buru-buru sehingga dia kehilangan kendali, lagipula Jennifer juga hampir ada di tengah jalan.

Pemilik mobil itu bernama Tio. Tio yang melihat kepala Jennifer berdarah dan kaki serta beberapa bagian tubuhnya memar-memar, Tio segera membawa Jennifer ke rumah sakit.

"Boss sepertinya calon istri anda saya tabrak". Ucap Tio dengan panik

"Gila kamu Tio, kok bisa, TRUS DIA SEKARANG DIMANA CEPET SHERLOC". Teriak Sean di telpon.

Sean yang mengetahui hal itu sangat shock dan khawatir yang berlebihan, apakah dia benar-benar menginginkan Jennifer? Tapi, mengapa?

Sean segera mereschedule meetingnya malam ini, dia segera menuju rumah sakit tempat dimana Jennifer dirawat.

Sampai disana dengan terburu-buru sampai menerobos lampu merah dan tertilang, tak membuat Sean lega sampai dia melihat kondisi Jennifer.

"Dokter bagaimana kondisi Jennifer?" Tanya Sean tergesa-gesa dengan nafas yang cukup berat.

"Dia baik-baik saja, cuma beberapa luka saja di tubuhnya, sudah kami perban dan di obati, dia juga mengalami tekanan darah rendah, namun sekarang kondisinya sudah agak stabil". Ucap dokter Lili sambil berbalik meninggalkan Sean.

Gengsi, ya itulah dirinya, tak mau melihat mendekat ke Jennifer namun, dia hanya menatap Jennifer dari jendela ruangan Jennifer.

Sean kemudian memarahi habis si Tio karena sudah berani membuat calon istrinya hampir mati. Tio hanya terdiam dan minta maaf serta mengatakan bahwa hal ini tak akan terjadi. Sean menyuruh Tio untuk berjaga sampai Jennifer keluar dari rumah sakit ini.

Sedangkan dirinya memutuskan untuk pulang dengan hati yang sendu, mata yang rindu, hidung yang candu. Seolah Jennifer adalah hidupnya, namun keraguan selalu ada dalam hatinya.

Dia hanya ingin melupakan kenangan masa lalunya, namun dia ragu jika cinta akan memberinya rasa yang berbeda. Sudah cukup dia merasa lelah dan menemukan fakta akan hal itu.

Sean membuka sebotol anggur merah di ruang kerjanya, sedikit mabuk dan merasa tidak baik-baik saja. Pikirnya selalu ingin melindungi Jennifer, karena dia harus mempertahankan Jennifer apapun caranya, karena Jennifer adalah calon istrinya.

Namun lain bagi Jennifer, dia merasa tersiksa setelah bangun dari tidurnya yang sebentar, dia merasakan sakit di seluruh tubuhnya.

Baru saja jam 4 pagi, namun dia sudah tak tahan lagi, mungkin seseorang tak akan melihatnya.

"Apa artinya hidup seperti ini? Masa depan saja tak terlihat, masa lalu saja menyakitkan, masa kini tak terlihat bahagia, jika setidaknya hidup adalah bernapas namun aku tak mau hidup di hantui oleh masa lalu, enough is enough".

Pikirnya sudah lelah, tak mau melanjutkannya lagi, jadi dia memutuskan untuk menjatuhkan dirinya dari balkon ruangan pribadinya, Jennifer takut namun dia berpikir lebih baik jika dia mati, tak ada yang menganggapnya berharga.

Tio sama sekali tak menyadari apa yang Jennifer sedang lakukan.

To be continued....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel