Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 4

"hey jangan lari kamu, aku pasti akan merindukan kamu".

"Aku juga, apa jadinya jika hidupku tanpamu?"

Mengingat ucapan itu, Jennifer terkejut dan kemudian alarmnya berbunyi membangunkan dirinya. Dia segera bergegas mandi karena sebentar lagi dia akan terlambat untuk interview bersama Sean.

Jennifer melihat dirinya pada kaca, menyikat giginya, bergegas ganti baju kemudiam menyisir rambutnya dengan rapi, dia hanya makan sandwich sederhana buatannya sendiri.

Dia juga membawa dua lapis roti sandwich untuk makan siangnya, demi menghemat sisa uang cash yang dia miliki.

Jennifer keluar dari kontrakannya dan mengunci kamarnya. Dia tidak mengerti harus naik bus atau apa karena dia tak pernah melakukannya, dulu dia selalu di antar oleh supir pribadinya bersama dengan Scarlett.

"Dia sudah cukup menderita". Ucap Ibunya, Trivia yang mencoba menyakinkan Jennifer untuk pulang dan melupakan semua kejadian itu.

Jelas Trivia tak menjelaskan mengapa Scarlett begitu menderita selama ini? Bukankah dia baik-baik saja? Dia hidup di tengah-tengah kekuasaan dan kekayaaan, Scarlett adalah direktur di perusahaan, dia memiliki pengaruh disana.

Dia juga bukan wanita yang kurus dan jelek, dia adalah wanita yang cukup sexy dan kaya, mengapa harus merebut tunangan Jennifer? Pikir Jennifer kemana-mana sambil menunggu ojek online yang dia pesan.

Tarif ojek online sendiri untuk Jennifer bukan hal yang mahal, daripada taksi. Meskipun rambutnya berantakan karena helm, angin dan panas matahari, dia agak sedikit kesal karena harus membereskannya sebelum masuk ke lobi kantor Green.

Tak banyak orang yang Jennifer kenal, mereka sepenuhnya baru baginya, namun tak apa, dia akan mengenalnya suatu hari nanti.

"Saya ada wawancara dengan pak Sean Green". Ucap Jennifer kepada receptionist di lobi.

"Atas nama Jennifer Renaldy? Pak Sean sudah menunggu di ruangannya". Katanya sambil mempersilahkan Jennifer masuk dan mengantarkan Jennifer ke ruangan Sean Green.

Tok tok tok......terdengar suara pintu yang mengetuk lamunan batinnya, Sean mempersilahkan tamunya masuk, Jleb....pandangan matanya menatap Jennifer dalam sekali seolah Jennifer adalah bidadari untuknya.

Hatinya tak berhenti berdetak dengan kencang seolah mengatakan sesuatu, namun Sean tak boleh melakukannya karena dia punya aturan sendiri dalam kehidupan cintanya.

"Kamu ikut saya___" ucap Sean datar.

Sean yang keluar dari ruangan di ikuti oleh Jennifer yang isi kepalanya penuh dengan pertanyaan.

"Kita mau kemana pak?" Tanya Jennifer memberanikan diri bertanya sambil mengatur nafasnya karena Sean berjalan cepat sekali.

"Sudah ikut saja tidak perlu bertanya". Jawab Sean, datar.

Wajahnya terlihat mencurigakan sekali, tak terseyum, tak marah, namun dingin bak es di alaska. Tatanan rambutnya sangat rapi dengan brewok tipis yang membuat wanita manapun leleh melihatnya, di tambah badannya yang kekar dengan berotot dan tinggi.

Laki-laki itu tetap menggiring Jennifer mengikutinya sampai di depan kantor, dia dengan manis dan tanpa melemparkan senyum sedikitpun, membukakan pintu untuk Jennifer.

Heran melihatnya, sejenak Jennifer terpana dengan ketampanan Sean, meskipun dia masih mencintai Kevin. Tapi, dia berusaha untuk menghapus Kevin sepenuhnya dari hidupnya.

Jennifer asik melamun mengenai Kevin sedangkan Sean diam-diam menatap Jennifer lagi, berpikir apakah dia benar-benar pilihan yang tepat?.

Keduanya tak saling berpandangan dan berbicara meskipun berada pada tempat duduk belakang di mobil sedan Sean.

Sampailah mereka pada suatu titik, titik dimana hal itu mengejutkan Jennifer, mengapa Sean membawanya ke tempat ini? Matanya melotot melihat Sean.

"Apa ini? Kenapa disini? Bukankah seharusnya kita melakukan wawancara?" Tanya Jennifer ragu jika Sean mau menjawab.

"Dan disinilah wawancaranya___" jawab Sean, tak jelas.

"Di KANTOR URUSAN AGAMA? yang benar saja?" Jennifer membulatkan matanya, ucapannya membuat Sean tertawa tipis.

Jelas Jennifer terkejut, untuk apa di KUA? toh mereka tidak akan menikah, jadi, mengapa akan wawancara disana.

"Jennifer, dengar ini tidak akan lama, kamu cukup tanda tangan pada buku pernikahan itu, aku akan ceraikan kamu jika sudah selesai". Ucap Sean santai.

Dia pikir pernikahan adalah permainan sehingga dia seenaknya bisa menikahi wanita manapun di atas kuasanya dan menceraikannya begitu saja sesuai kemauannya.

Jennifer jelas menolak, dia lebih baik sakit hati mengenang Kevin dan sendirian daripada menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal? Mungkin saja Sean hanya akan memanfaatkannya, lebih baik tak dapat kerja daripada membuang diri ke dalam api.

Keputusan Jennifer sepertinya tak bisa di ganggu gugat, sudah bulat melingkar tak bisa di bentuk-bentuk lagi. Sean hanya menatapnya santai.

"Kalau begitu kamu tidak akan mendapatkan pekerjaan dimanapun, tidak akan di terima di rumah ayahmu, bahkan kamu akan benar-benar di buang, jika tidak percaya lakukan saja". Ucap Sean mencoba meyakinkan Jennifer.

Namun, Jennifer terlihat semakin marah, dia keluar dari mobil Sean dengan amarah dan membanting pintunya, Sean hanya tersenyum tipis saja. Tak lebih.

Jennifer segera kembali ke kontrakannya, namun sayang sekali semua barang-barangnya berada di luar pintu.

"Kenapa ini pak?" Tanya Jennifer kepada petugas kebersihan di area itu.

"Pemilik kontrakkan ini Pak Sean Green ingin mengosongkan ruangan ini untuk karyawannya, memang kebanyakan yang tinggal disini adalah karyawan dari kantor Green". Jawab petugas yang tak terlihat terlalu tua.

"Tapi, saya kan sudah bayar___".

Ucapan Jennifer tak di gubris lagi, namun terdapat amplop disana, jumlah uangnya sama dengan jumlah yang dia bayarkan kemaren, semuanya di kembalikan, dan ada sebuah catatan mini di balik uang itu.

"Pikirkan kembali keputusan kamu".

Hanya itu, pasti dari Sean, dia sama sekali tak mengerti mengapa takdir begitu kejam, membuatnya putus asa seperti ini, dia tak mengerti memilih antara hidup apa.

Jennifer mencoba mencari tempat tinggal namun tak ada yang kosong, sampai pada akhirnya Scarlett mau meminjamkan apartmentnya diam-diam kepada Jennifer melalui telpon.

"Kenapa kamu gak bilang kalau kamu diusir seperti ini, kamu dijalan berjalan seperti gelandangan, Jen. Kenapa kamu gak telpon kakak". Ucap Scarlett yang melihat Jennifer di jalan.

"Tak ada siapapun yang mau berbicara dengan seorang pengkhianat___" ucap Jennifer pedas. Dia berjalan mengangkat kopernya. Namun, Scarlett terus mencegahnya.

"Jennifer tunggu, ini kunci apartment di Alley's field, kamar nomer 321, kamu boleh tinggal disana semau kamu, tapi jangan bilang mama papa kalau aku pinjemin apartmen aku ke kamu". Ucap Scarlett lagi sambil meletakkan kunci itu di tangan Jennifer.

Jennifer tak punya pilihan lain, ini sudah malam, hampir tengah malam, dia tak menemukan tempat tinggal manapun.

"Scarlett, ayo cepat kita pulang, semua orang sudah menunggu". Terdengar suara Kevin dari dalam mobil memanggil Scarlett.

Scarlett tak berbicara sepatah katapun, dia hanya masuk mobil tanpa mengucapkan selamat tinggal kepada Jennifer.

Jennifer menangis di kamar itu, banyak sekali foto Scarlett dan pacar-pacar rahasianya yang bule dan kaya.

Jennifer tersenyum memandangi tempat itu, andai saja Scarlett tak mengkhianatinya, dia tak akan benci padanya.

To be continued....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel