Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 9

"Kakak ipar Kia!" teriak Dava gembira melihat kehadiran Kia di kantor, dengan menenteng sesuatu yang bisa Dava pastikan jika itu kotak bekal makan siang.

"Dava ya?" tebak Kia tersenyum ke arah pria tampan itu.

"Ah, ternyata kakak ipar Kia mengingatku. Yeeaayy!" lagi Dava berteriak kegirangan membuat resepsionis cantik di situ tertawa.

Tanpa merasa malu karena ia bertingkah layaknya seperti anak kecil, Dava justru mengedipkan sebelah matanya pada resepsionis itu.

"Mau bertemu siapa? Aku, om Rasyid, atau Nando?" goda Dava.

Pipi Kia merona merah malu, saat Kia membuka mulutnya ingin bicara. Dava mencegahnya.

"Tidak perlu menjawabnya, karena aku yakin pasti kakak ipar Kia ingin bertemu dengan Nando. Ayo, mari kuantar kak," ajak Dava tersenyum lembut pada Kia.

Dava dan Kia berjalan bersisian menuju lift yang akan mengantarkan mereka berdua ke lantai di mana ruangan Nando berada.

"Dava?"

"Iya Kak?"

"Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Kia hati-hati.

"Tapi ini___"

"Setelah aku mengantarkan bekal makan siang ini untuk suamiku, Papa dan untukmu. Bagaimana?" jelas Kia, ia bertanya sekali lagi untuk memastikan.

"Baiklah, bisa Kak. Sangat kebetulan sekali, hari ini jadwalku tidak padat." Dava menyetujui ajakan Kia yang ingin bicara empat mata dengannya.

"Entah suatu kebetulan atau tidak, yang pasti aku juga ingin menanyakan sesuatu padamu kakak ipar Kia." batin Dava berseru bahagia.

Ting.

Lift sampai di ruangan Nando, Dava dan Kia pun keluar bersamaan dan langsung menuju ruangan Nando.

Setelah mengetuk pintu dan Nando menginterupsi untuk masuk. Dava masuk terlebih dahulu dengan bekal makan siang di tangannya.

"Tadaaa!! Jeng-jeng," semangat Dava seperti memberi penghargaan pada Nando.

Sementara yang diberi kejutan hanya menatap bingung pada Dava.

"Mana ekspresinya?" kesal Dava seperti sedang melakukan proses iklan di televisi.

"Ini!" Dava menyerahkan bekal makan siang dari Kia ke meja kerja Nando.

"Apa ini?" tanya Nando melirik ke arah bekal makan siang itu.

"Itu berlian?" Nando mengernyitkan dahinya.

"Astaga! Itu bekal makan siang.

"Iya, aku tahu."

"Kalau sudah tahu kenapa bertanya lagi Jamal." Dava semakin kesal di buatnya.

"Yang menjadi pertanyaanku, siapa yang mengantarkan-nya?"

"Coba tebak?" goda Dava, yang memang sedari tadi pertanyaan inilah yang dia tunggu.

"Kia?" tebak Nando begitu tepat.

"Kia siapa?"

"Istriku."

"Aiihh, manisnya. Meleleh adek, Abang." goda Dava bergaya seperti wanita.

"Najis Dav, merinding gue ngeliat lo kayak gitu. Badan kekar tapi lekong."

"Ah, masa sih?" lagi Dava masih bergaya seperti wanita, bahkan bertambah parah.

"Di mana Kia?" tanya Nando mencari istrinya.

"Kau merindukannya ya?"

"Jangan bertele-tele Dav, di mana Kia?"

"Aisssh, galaknya!" ucap Dava pura-pura ketakutan.

"Sebentar aku panggilkan." Dava mengedipkan sebelah matanya pada Nando, menggigit bibirnya seakan menggoda.

Nando meradang, mual dan jijik melihat itu semua. Sambil berucap 'amit-amit' dalam hatinya.

********

Kia melangkah keluar dari ruangan Nando setelah selesai menyuapinya. Senyum kebahagiaan tersungging di bibirnya.

"Kakak ipar Kia!" panggil sebuah suara seseorang.

Kia menoleh ke arah sumber suara dan melihat Dava yang berjalan ke arahnya.

"Dava?"

"Kakak ipar Kia sudah ingin pulang?" Kia mengangguk.

"Ayo aku antar!"

"Eh, enggak usah Dav. Gak usah repot-repot, aku naik taksi saja," tolak Kia tak mau merepotkan Dava.

"Repot?" ulang Dava bingung.

"Iya, pasti Dava kerepotan kalau harus mengantarkanku pulang."

"Sama sekali tidak merepotkan, apa kakak ipar lupa, kita kan tadi sudah sepakat__" ucap Dava menggantungkan kalimatnya mengingatkan Kia.

"Ah iya, hampir saja aku lupa Dav. Ya sudah kalau begitu, antarkan aku," ajak Kia berjalan lebih dulu.

"Kenapa kakak ipar Kia?" tanya Dava melihat Kia berhenti mendadak.

"Tidak merepotkan, kan?" tanya Kia berbalik badan ke arah Dava memastikan.

"Astaga!" Dava menepuk jidatnya, Kia nyengir malu jadinya.

"Imbalannya, cukup kasih aku bekal makan siang lagi besok. Bagaimana?"

"Baiklah, setuju!"

Kia dan Dava saling terkekeh geli. Dava yang humoris mampu membuat Kia nyaman.

Padahal mereka baru-baru saja mengenal, tapi mereka mampu akrab dalam waktu dekat.

*****

Dava dan Kia sama-sama tengah memandang pemandangan di depannya. Keheningan menyelimuti mereka berdua sedari tadi.

Dava melirik Kia yang tampak berulang kali menghela nafas berat.

"Pemandangannya sangat indah," ungkap Kia tersenyum bahagia.

"Iya kakak ipar Kia, tapi__" Dava menggantungkan kalimatnya membuat Kia menoleh ke arahnya.

"Kakak ipar jauh lebih indah," puji Dava menggoda dengan gombalannya.

"Ini pujian atau sekedar gombalan?" tanya Kia terkekeh.

"Uhm, gombalan saja. Jika Nando tahu aku memuji istrinya, maka dia akan menghabisiku sampai tak bersisa."

"Haha, ada-ada saja kamu Dava." Kia tergelak karena tingkah Dava.

"Oke, sekarang waktunya serius," ucap Dava memasang wajah serius.

"Kakak ipar, ada sesuatu hal yang ingin aku tanyakan,"

"Soal apa?" tanya Kia.

"Nando."

"Ada apa dengan Nando?"

"Entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu melihatnya melamun. Dia terlihat seperti sedang memikirkan beban berat, dilema gitu. Apakah ada masalah?" ungkap Dava penasaran.

Kia terdiam, bingung ingin menjelaskan dari awal pada Dava.

"Kakak ipar___"

"Apa kamu mau membantuku Dav?" tanya Kia penuh harap.

"Membantu apa kak?"

"Membantu untuk mengusir tikus licik yang selama ini bersembunyi di rumah. Menjadi hama pengganggu bagi keluarga kami," ucap Kia dengan tatapan berapi.

Dava sebenarnya bingung dengan apa yang Kia katakan, tapi begitu melihat kesungguhan dalam diri Kia membuat Dava menyetujui saja ajakannya.

"Baiklah, akan kubantu. Tapi kakak ipar harus menjelaskannya terlebih dahulu." Kia mengangguk setuju.

********

"Keterlaluan!" umpat Dava kesal bercampur geram.

Kia sudah menceritakan semuanya kepada Dava mengenai Aisyah dan segala drama busuknya. Begitu juga Dava yang sudah menceritakan pada Kia mengenai Nando yang semakin hari tampak terpuruk.

"Kenapa kakak ipar tidak berusaha untuk terus meyakinkan Nando?" tanya Dava serius.

"Aku sudah berusaha Dav, bahkan sangat berusaha. Tapi nyatanya, aku kalah dari wanita licik itu, wanita ular itu mempunyai banyak cara untuk memanipulasi keadaan," jelas Kia terselip nada lelah di dalamnya.

"Bagaimanapun caranya, kita harus bertindak cepat untuk mengungkap yang sebenarnya. Wanita itu--, maksudku Aisyah, dia tidak bisa dibiarkan terus begini"

"Kamu benar Dav, maka dari itu aku bertanya padamu. maukah kamu membantuku?" tawar Kia.

"Tentu saja kakak ipar, dengan senang hati dan seluruh jiwa ragaku. Aku akan tetap percaya dan selalu mendukung serta membantu kakak," ucap Dava dengan gaya lebay-nya.

Kia terkekeh, tapi tak ayal membuatnya merasa sangat bahagia. Setidaknya ada seseorang di sisinya yang mau membantu serta mendukungnya, apalagi kata percaya itu yang lebih membuat Kia begitu gembira.

Seandainya saja Nando suaminya seperti Dava, maka bisa dipastikan Aisyah sudah diusir dari dulu dari rumah.

"Kakak ipar!" panggil Dava membuyarkan lamunan Kia.

"Eh, iya Dav?"

"Kakak melamun?"

"Uhm, aku hanya sedang berpikir Dav, andai saja mas Nando seperti kamu. Ehm, maksudku dia se-pemikiran denganmu, maka aku sangat yakin drama kelicikan Aisyah sudah berakhir, dan dia juga pasti sudah diusir dari rumah sejak lama," ucap Kia murung.

Dava merasa tidak nyaman melihat Kia seperti ini.

"Nando tidak sepenuhnya salah kak, ya walaupun kuakui jika aku seperti kakak yang notabenenya berstatus sebagai istrinya. Tentu saja aku merasa kecewa karena suamiku sendiri tidak mempercayaiku. Tapi, lihat juga dari sisinya, di mata Nando selama ini Aisyah adalah wanita yang sangat baik, bersahaja dan sebagainya. Nah, tepat di saat kakak mulai mengetahui sifat asli dari wanita itu, di titik inilah Nando merasa dilema antara mempercayai istri atau saudara sepupunya sendiri," Kia mendengarkan serius perkataan Dava.

"Seandainya saja semua bukti mengarah kepada kebenaran, Nando pasti akan sangat menyesali ini," lanjut Dava.

"Ya, kamu benar Dav. aku sempat mengalami yang namanya putus asa, dan ingin pergi saja dari rumah. Tapi kuurungkan kembali niat itu, karena jika aku pergi maka Aisyah akan menganggapku kalah darinya, dan ia juga akan semakin leluasa mendekati mas Nando."

"Syukurlah kakak ipar tidak jadi pergi," ucap Dava merasa tenang.

"Baiklah, kita alihkan dulu pembicaraan ini Kak. Aku ingin bertanya sesuatu hal yang penting lagi nih."

"Apa itu?" tanya Kia penasaran.

"Kakak ipar tahu wanita yang memakai gaun seksi berwarna ungu waktu di acara resepsi pernikahan kakak ipar dan Nando?"

"Wanita yang memakai gaun ungu seksi?" ulang Kia mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang dimaksud Dava.

Dava mengangguk semangat, berharap jika Kia bisa memberinya jawaban yang sangat ia tunggu.

"Aku tidak tahu pasti Dav, karena tamu undangan wanita yang diundang itu banyak. Memang sebagian banyak yang memakai gaun seksi. Apakah mungkin itu Airaa?" tebak Kia di akhir kalimatnya.

"Airaa, siapa dia Kak?"

"Airaa itu adik sepupuku Dav," terang Kia menjelaskan siapa itu Airaa.

"Tidak berhijab?" Kia menggeleng.

"Seingatku, waktu itu Airaa juga pakai gaun seksi berwarna ungu. Tapi gak tahu juga sih wanita yang kamu maksud ini benar Airaa apa enggak."

"Begini saja, kapan-kapan bisa kakak kenalin aku sama sih Airaa?" bujuk Dava.

"Bisa Dav." Kia mengangguk.

Dalam hati Dava berteriak kegirangan. Yessss!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel