Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14

"Ajari aku acuh, seperti yang kau lakukan setiap hari."

-Darren's-

Seminggu kemudian

Mata hazel Rachel menatap lurus ke pemandangan yang sangat menggerahkan. Apalagi kalau bukan pemandangan Darren dan Lisa yang tengah berboncengan baru saja melintas di hadapannya.

Tangan Rachel meremas ujung roknya, matanya mulai panas. Jujur, seminggu ini ia sudah mensugesti dirinya agar berhenti peduli. Namun, tetap saja ia tidak bisa.

Karena melupakan, tidak semudah mengatakannya.

Eh, eh liat deh. Itu kak Darren kok boncengin kak Lisa?

Bukannya Darren pacaran sama Rachel, ya?

Wah, berarti gosip kalo Rachel sama Darren udah putus itu bener, dong!

Berarti kita udah nggak perlu bully si Rachel, kan?

Terus, kita harus bully Lisa? Yang ada kita yang dibully abis-abisan sama cewek bar-bar itu.

Eh tapi kok Darren lebih milih Lisa?

Jelas kasta Lisa sama Rachel itu beda jauh

Rachel menghela napa saat mendengar para siswi lain terang-terangan bergosip di belakangnya. Ia tak mengerti alasan gadis-gadis itu membencinya.

Jika alasannya karena waktu itu status Rachel adalah kekasih Darren yang menjadi pemicu mereka membenci Rachel, lalu sekarang kenapa mereka tidak membenci Lisa?

Baru saja Rachel hendak berbalik menuju kelasnya dengan berjalan memutar agar tidak bertemu dengan Darren dan Lisa, ia merasakan sesuatu tiba-tiba disusupkan ke kedua telinganya.

Rachel menoleh dan mendapati Aldi tengah memasanginya headset. Alis Rachel bertautan, ia memerhatikan tingkah Aldi yang tengah telaten memasangkan benda kecil itu di telinganya.

"Ini buat apaan?" tanya Rachel saat Aldi selesai melakukan pekerjaannya.

"Biar lo nggak dengerin ocehan nggak penting," jawab Aldi seraya mengacak rambut Rachel.

Rachel tersenyum tipis. "Makasih ya, Al."

"Gue udah bilang ke lo kalau gue bakalan terus jagain lo kan, Chel? Sekarang gue buktiin kalau itu bukan cuman omong kosong."

"Lo emang selalu jagain gue, jauh sebelum lo bilang. Makasih banyak, Aldi." Rachel tersenyum lagi, kali ini menampilkan deretan gigi putihnya.

Aldi mengangguk. "Yuk, ke kelas."

Lelaki itu meraih bahu Rachel, merangkulnya dengan erat lalu menarik Rachel ke arah kelas mereka. Tepat sekali karena Aldi sengaja memilih jalan di mana Darren berada, hal itu cukup membuat jantung Rachel berpacu dengan cepat.

Ia tidak ingin Darren salah paham saat melihatnya dirangkul begitu erat oleh Aldi. Tapi, untuk apa Rachel harus memikirkan perasaan Darren jika lelaki itu juga tidak memikirkan perasaannya?

"Barusan kita ngelewatin Mantan lo," ujar Aldi seraya menekan kata mantan.

"Tadinya gue mau jalan mutar, biar nggak ketemu dia," sahut Rachel yang terlihat lemas di rangkulan Aldi.

"Biar apa?" tanya Aldi, "cuman pecundang yang suka menghindar waktu ketemu mantan. Buat apa menghindar, takut? Takut gagal move on?"

"Ih, enggak!" kilah Rachel. "Gue cuman nggak pengen ketemu dia, udah itu aja."

"Nggak pengen ketemu karena dia udah sama cewek baru?" tembak Aldi tepat sasaran. "Dia aja bisa bebas keliaran di depan lo dengan cewek lain, kenapa lo engga?"

"Udah ah, gue males ngomongin dia. Nggak penting." Hati Rachel terlalu sakit menghadapi itu semua. Darren memang tidak pernah memiliki rasa terhadapnya.

Dari raut wajah Rachel, Aldi dapat menarik satu kesimpulan. "Nyatanya, dia masih jadi orang yang lo pikirin tiap malem. Dan orang yang jadi alasan air mata lo netes tiap hari."

"Terus gue harus gimana, Di?" Rachel mendongak seraya menatap Aldi nanar, "dia itu penyembuh, sekaligus penyebab luka baru di hati gue. Bukan salah gue kalau gue ga bisa lupa, semuanya terlalu tiba-tiba. Hati dan otak gue nggak sinkron, gue harus gimana?"

"Jangan paksa gue untuk cepat lupa, kalau lo nggak ngerasain apa yang gue rasain." Rachel terlihat terluka.

***

"Makasih, ya. Kamu udah mau jemput." Lisa tersenyum manis pada Darren.

Darren mengangguk pelan, matanya tidak terarah pada Lisa yang berdiri tepat di hadapannya. Pandangan Darren menatap lurus pada pemandangan yang ada tepat di belakang Lisa.

Merasa terkacangkan, Lisa menoleh ke belakang. Bibir gadis itu terangkat saat melihat pemandangan yang tengah Darren saksikan.

"Itu mantan kamu kan?" tanya Lisa.

Darren mengalihkan pandangannya. "Bukan."

"Masa, sih?" Lisa memasang ekspresi kaget, "salah orang, ya?"

"Gue nggak punya mantan."

REVISI 17 MEI 2020

"Ajari aku acuh, seperti yang kau lakukan setiap hari."

-Darren's-

Seminggu kemudian

Mata hazel Rachel menatap lurus ke pemandangan yang sangat menggerahkan. Apalagi kalau bukan pemandangan Darren dan Lisa yang tengah berboncengan baru saja melintas di hadapannya.

Tangan Rachel meremas ujung roknya, matanya mulai panas. Jujur, seminggu ini ia sudah mensugesti dirinya agar berhenti peduli. Namun, tetap saja ia tidak bisa.

Karena melupakan, tidak semudah mengatakannya.

Eh, eh liat deh. Itu kak Darren kok boncengin kak Lisa?

Bukannya Darren pacaran sama Rachel, ya?

Wah, berarti gosip kalo Rachel sama Darren udah putus itu bener, dong!

Berarti kita udah nggak perlu bully si Rachel, kan?

Terus, kita harus bully Lisa? Yang ada kita yang dibully abis-abisan sama cewek bar-bar itu.

Eh tapi kok Darren lebih milih Lisa?

Jelas kasta Lisa sama Rachel itu beda jauh

Rachel menghela napa saat mendengar para siswi lain terang-terangan bergosip di belakangnya. Ia tak mengerti alasan gadis-gadis itu membencinya.

Jika alasannya karena waktu itu status Rachel adalah kekasih Darren yang menjadi pemicu mereka membenci Rachel, lalu sekarang kenapa mereka tidak membenci Lisa?

Baru saja Rachel hendak berbalik menuju kelasnya dengan berjalan memutar agar tidak bertemu dengan Darren dan Lisa, ia merasakan sesuatu tiba-tiba disusupkan ke kedua telinganya.

Rachel menoleh dan mendapati Aldi tengah memasanginya headset. Alis Rachel bertautan, ia memerhatikan tingkah Aldi yang tengah telaten memasangkan benda kecil itu di telinganya.

"Ini buat apaan?" tanya Rachel saat Aldi selesai melakukan pekerjaannya.

"Biar lo nggak dengerin ocehan nggak penting," jawab Aldi seraya mengacak rambut Rachel.

Rachel tersenyum tipis. "Makasih ya, Al."

"Gue udah bilang ke lo kalau gue bakalan terus jagain lo kan, Chel? Sekarang gue buktiin kalau itu bukan cuman omong kosong."

"Lo emang selalu jagain gue, jauh sebelum lo bilang. Makasih banyak, Aldi." Rachel tersenyum lagi, kali ini menampilkan deretan gigi putihnya.

Aldi mengangguk. "Yuk, ke kelas."

Lelaki itu meraih bahu Rachel, merangkulnya dengan erat lalu menarik Rachel ke arah kelas mereka. Tepat sekali karena Aldi sengaja memilih jalan di mana Darren berada, hal itu cukup membuat jantung Rachel berpacu dengan cepat.

Ia tidak ingin Darren salah paham saat melihatnya dirangkul begitu erat oleh Aldi. Tapi, untuk apa Rachel harus memikirkan perasaan Darren jika lelaki itu juga tidak memikirkan perasaannya?

"Barusan kita ngelewatin Mantan lo," ujar Aldi seraya menekan kata mantan.

"Tadinya gue mau jalan mutar, biar nggak ketemu dia," sahut Rachel yang terlihat lemas di rangkulan Aldi.

"Biar apa?" tanya Aldi, "cuman pecundang yang suka menghindar waktu ketemu mantan. Buat apa menghindar, takut? Takut gagal move on?"

"Ih, enggak!" kilah Rachel. "Gue cuman nggak pengen ketemu dia, udah itu aja."

"Nggak pengen ketemu karena dia udah sama cewek baru?" tembak Aldi tepat sasaran. "Dia aja bisa bebas keliaran di depan lo dengan cewek lain, kenapa lo engga?"

"Udah ah, gue males ngomongin dia. Nggak penting." Hati Rachel terlalu sakit menghadapi itu semua. Darren memang tidak pernah memiliki rasa terhadapnya.

Dari raut wajah Rachel, Aldi dapat menarik satu kesimpulan. "Nyatanya, dia masih jadi orang yang lo pikirin tiap malem. Dan orang yang jadi alasan air mata lo netes tiap hari."

"Terus gue harus gimana, Di?" Rachel mendongak seraya menatap Aldi nanar, "dia itu penyembuh, sekaligus penyebab luka baru di hati gue. Bukan salah gue kalau gue ga bisa lupa, semuanya terlalu tiba-tiba. Hati dan otak gue nggak sinkron, gue harus gimana?"

"Jangan paksa gue untuk cepat lupa, kalau lo nggak ngerasain apa yang gue rasain." Rachel terlihat terluka.

***

"Makasih, ya. Kamu udah mau jemput." Lisa tersenyum manis pada Darren.

Darren mengangguk pelan, matanya tidak terarah pada Lisa yang berdiri tepat di hadapannya. Pandangan Darren menatap lurus pada pemandangan yang ada tepat di belakang Lisa.

Merasa terkacangkan, Lisa menoleh ke belakang. Bibir gadis itu terangkat saat melihat pemandangan yang tengah Darren saksikan.

"Itu mantan kamu kan?" tanya Lisa.

Darren mengalihkan pandangannya. "Bukan."

"Masa, sih?" Lisa memasang ekspresi kaget, "salah orang, ya?"

"Gue nggak punya mantan."

REVISI 17 MEI 2020

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel