Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Maaf

Dalta menatap makanan dihadapannya dengan mata berbinar. Kuah merah itu sangat menggoda di matanya,ia menelan ludah kasar.

"SEBLAKKKK!"

Ya, Dalta seperti kebanyakan gadis lainnya yang memuja makanan pedas itu. Princess pun melakukan hal yang sama kala Gean menyimpan cup itu dihadapan keduanya. Gean tak pernah marah jika kedua gadis itu menitipkan seblak padanya yang berada di luar sekolah. Karena Gean seorang ketua osis dan juga sering mendapat urusan diluar sekolah jadi keduanya suka menitipkan seblak padanya.

"Makasihhh Gean ganteng!"seru Princess segera melahap seblak miliknya sedangkan Dalta menunggu seblak itu dingin terlebih dahulu. Ia sesekali meniup uap yang keluar dari cup.

Ya, entah kenapa menurutnya seblak yang sudah agak dingin jauh lebih enak daripada seblak yang masih panas. Aneh memang. Namun begitulah Dalta.

"Ge, setelah gue pikir-pikir kenapa lo nggak cari pacar aja?"celetuk Princess yang heran dengan lelaki dihadapannya. Bukan apa, tapi Gean ini lelaki sempurna menurut Princess. Udah ganteng, baik, rajin, ditambah ketua osis yang pasti dikenal banyak orang.

"Gaada yang mau Incess,"jawab Gean yang juga ikut memesan seblak karena tergoda oleh seblak kedua gadis itu. Ia melahap batagor mininya.

"Pembodohan macam apa ini Pak Ge?"celetuk Princess tak terima. Princess menyeruput kuah seblak dengan mata masih tertuju pada Gean.

Kantin kini mulai ramai dan bangku sudah mulai terisi namun tak ada yang berani untuk duduk disamping Gean yang berhadapan langsung dengan gadis garang itu. Sebenarnya hanya mata Princess yang tajam dan itu membuat wajahnya terlihat jutek.

"Tuh liat si centil Liona, kayanya dia suka sama lo Ge." Telunjuk Princess tertuju pada seorang gadis yang berpenampilan badai tersebut. Digadang-gadangkan Liona merupakan wanita paling cantik disekolah ini. Tapi entah kenapa Princess tak ingin mengakuinya karena menurutnya Dalta juga setara cantiknya.

"Jangan bercanda Incess, gue gamau cari masalah sama mereka,"tegur Dalta yang sedari tadi diam. Ia melahap makaroni yang lebih dulu dingin itu. Namun,ada hal lain yang membuatnya tak ingin ada masalah kali ini.

Keterdiaman Dalta barusan adalah karena matanya menangkap sosok Farka yang terduduk bersama temannya. Lelaki berambut rapi itu duduk tak jauh darinya dan sialnya Dalta langsung melihatnya saat mengedarkan pandang.

Farka terus menatap kearahnya, Dalta tahu jika lelaki itu sangat ingin mendekat namun melihat Gean, niatnya langsung diurungkan. Untung saja Gean selalu bersama dengannya jadi Farka tak bisa macam-macam.

Ponsel Gean berbunyi. Lelaki berkulit putih itu mencebik.

"Duh anjir apaan sih lagi enak makan juga!"kesal Gean yang saat ini mendapat pesan dari wakilnya. Padahal baru saja ia menyelesaikan pekerjaannya, sekarang ada lagi?

"Kenapa Ge?"tanya Dalta. Ia mencoba mengabaikan kehadiran Farka.

Gean segera bangkit, "Ada urusan osis, gue balik duluan ya,"jawab Gean merasa bersalah.

Gean mengelus puncak kepala Dalta, membuat Princess cemberut, "Kok cuma Dalta?"kesalnya yang cemburu. Bukan karena suka, namun Princess dan Dalta sudah menganggapnya kakak.

Gean terkekeh, kemudian melakukan hal yang serupa pada gadis itu ditambah dengan cubitan di pipinya membuat Princess tersenyum. Ia hanya ingin centil didepan Gean yang baik hati.

Setelahnya lelaki itu melenggang pergi,dapat Dalta lihat pergerakan Farka yang mendekat kearahnya. Dalta menghela napas.

"Ada apa?"tanya Dalta setelah Farka berdiri tak jauh dari mejanya. Tiba-tiba mood makannya hilang.

"Gue masih punya janji buat bantuin lo jualan,"ucapnya lalu mengambil duduk bekas Gean tadi. Tepat dihadapannya.

"Maafin gue Ta, nggak seharusnya gue ngelakuin ini,Lo... nggak salah."

***

Dalta tak begitu menghiraukan ucapan Farka sebelumnya, karena toh bukan dia yang salah karena cowok sombong itu yang menabraknya tempo hari.

Langkahnya terhenti begitu mendapati Gara yang tak jauh dari hadapannya. Ia masih teringat ucapan Gean yang mengatakan supaya gadis itu tak jatuh pada kedua lelaki itu.

Tapi...

Dalta begitu menyukai Gara, walaupun Gean tak pernah tahu namun ia begitu menyukai cowok dengan wajah tegas itu.

Dan kali ini lelaki itu mendekatinya, bukannya hal yang bagus?tapi mengapa Gean seakan tak suka.

Apa... Gean menyukainya?

Dalta segera menggeleng, walaupun mungkin saja tapi ia tak mau terlalu percaya diri.

Akhirnya yang diputuskan gadis itu adalah berbalik hendak menjauh, namun sebuah panggilan menghentikan aksinya.

"Dalta!"

Ohh ayolah, suaranya begitu candu ditelinga Dalta. Ia menyukai semua yang berada pada Gara.

"Iya?"tanya Dalta. Sejujurnya ia sedikit gugup.

Gara tersenyum manis, membuat ia hampir kehilangan kewarasan.

"Mau kemana?"tanyanya kemudian dengan senyuman yang terus ia umbar.

"Kelas Gar,"jawab gadis itu kemudian hendak kembali melangkah. Ia tak boleh menatap Gara terlalu lama.

"Ta..."

Gara menahan lengannya, membuat Dalta menatapnya. Ia memang menyukai Gara namun dirinya lebih memilih mengikuti kata-kata sahabatnya.

"Maaf Gar, gue sibuk."

Dalta memilih untuk pergi walaupun dalam hati ia tak ingin meninggalkan Gara. Namun Dalta tak ingin membantah Gean,dan tak biasanya Gean seperti ini.

Awas lo Geannn!

Ia merutuki sahabatnya, kemudian segera menelusupkan kepalanya ketika sampai di mejanya.

Tak lama Princess menyusul dan memeluk gadis itu dari samping. Ia adalah sahabatnya yang tak akan bisa Dalta cari kemanapun lagi.

"Kenapa lo?"tanya Princess setengah berbisik karena tepat berada ditelinga Dalta. Princess merasa nyaman memeluk Dalta yang langsing.

Segera Dalta mengangkat kepalanya, tersenyum kecil kearah Princess yang meneleng.

"Gapapa Incess, lo perhatian banget sama gueee." Dalta mencubit pipi tirus Princess gemas. Sahabatnya yang satu ini memang sangat amat mampu membuatnya merasa lebih baik.

Walaupun Princess terkenal sangar entah kenapa gadis itu terlihat imut dimatanya. Jika mereka tahu bagaimana aslinya Princess pasti tidak akan segan-segan mencubitnya seperti Dalta.

"Ya jangan loyo kek gitu dong! Gue 'kan jadi takut lo kenapa-napa!"omel Princess. Dalta segera mengangguk, "siap tuan putri, saya tidak akan loyo lagi!"ucapnya dengan hormat.

Princess mendelik, namun segera tersenyum, "nah gitu dong!"

Keduanya tertawa, membuat sebagian siswi iri melihatnya. Tanpa tau bahwa beban keduanya jauh lebih besar dari tawa keduanya.

***

"Gue ada rapat, lo balik naik ojol aja gapapa?"izin Gean merasa bersalah.

Pertanyaan Gean membuat Dalta cemberut. Ia tak biasa pulang tanpa Gean. Dan... entah kenapa Gean seperti sibuk akhir-akhir ini. Membuat Dalta khawatir. Ia takut Gean kelelahan karena urusan osis.

"Nanti kalo gue pulang, mampir ke lo dulu, kita jajan mau?"rayu Gean seraya mengelus rambut halus milik Dalta. Gadis itu hanya mengangguk lemah. Masih cemberut.

"Gue balik sama Princess aja deh, kabarin kalo udah beres rapatnya,"putus Dalta akhirnya. Gean mengangguk,"Pasti, hati-hati dijalannya kabarin gue kalo udah sampe rumah,"ucapnya dengan suara lembut. Jika oranglain yang melihat pasti mengira mereka berdua adalah sepasang kekasih.

Gean segera berlalu menuju ruang rapat, meninggalkan Dalta yang kini celingukan mencari keberadaan sahabatnya. Ia takut jika Princess sudah pulang.

Namun, sepertinya hari ini ia harus mengeluarkan energi lebih karena Princess mengabari bahwa dirinya ada urusan terlebih dahulu.

Dalta menghembuskan napas lelah, ia harus pulang menaiki angkot. Sebenarnya tidak apa-apa jika Dalta menaiki angkot jika ia tak membawa box ini. Dua box besar memang kosong tak ada isinya namun ia terlalu malas karena badannya sudah lelah karena pelajaran.

"Demi Bunda, iya, semua demi Bunda,"ucapnya menyemangati diri sendiri.

Dalta terus bergumam sambil memeluk box. Jika ditanya,apa ia iri melihat teman-temannya pasti jawabannya,Iya.

Disaat orang-orang berlalu lalang dengan mobil dan motor sementara ia hanya menjadi benalu untuk Gean sebenarnya sangat memalukan.

Kakinya kini telah sampai gerbang, untuk bisa mencapai angkutan umum Dalta harus berjalan sekitar 10 menit dan beruntung sisa tenaganya masih ada.

Saat berjalan menyusuri trotoar ada mobil merah yang berhenti tepat disampingnya. Dalta tahu itu mobil siapa.

Ia mendelik begitu melihat Farka keluar kemudian menghampirinya. Dalta celingukan dan mendapati banyak pasang mata menatap mereka berdua.

"Balik sendiri? Kenapa nggak ngomong sama gue?"tanya Farka seraya meraih box yang berada di dekapan Dalta. Membantunya.

"Emang lo siapa? Ngarep banget gue kasih kabar,"ketus Dalta yang dibalas helaan napas oleh si penanya. Kenapa Dalta selalu saja sensi?

Dalta memperhatikan setiap gerak-gerik Farka yang memasukkan kotak miliknya kedalam mobil.

"Ayo." Dalta bergeming membuat Farka mengernyit. Kenapa Dalta menjadi patung?

"Naik, kita balik,ajak Farka. Farka hendak meraih lengan Dalta namun gadis itu segera menjauh. Ia menatap Farka sengit.

"Lo mau nyulik gue?"selidik Dalta penuh waspada. Farka lagi-lagi menghela.

"Nggak."

Dalta menyipitkan matanya, Farka yang ditatap seperti itu pun hanya memutar obsidiannya. Melelahkan juga.

"Yaudah, gue dulu--"

Belum sempat Farka menyelesaikan ucapannya, Dalta sudah masuk kedalam mobil.

Ia menurunkan kaca mobil, "katanya suka gue tapi udah nyerah gitu aja! pembantu yang cepat putus asa,"ejek Dalta. Farka segera masuk kedalam mobil dengan wajah lempengnya.

Diperjalanan Dalta hanya menatap keluar jendela sampai tiba-tiba Farka bertanya sesuatu padanya. Memecah keheningan.

"Ada apa lo sama Gara?"tanya Farka menyelidiki.

Entah perasaan Dalta atau memang benar nada suara Farka jauh lebih dingin saat bertanya tadi. Kenapa dia jadi begitu peduli?

"Gaada, gue sama dia gaada apa-apa,"jawab Dalta jujur. Namun dalam hati ia berharap, 'semoga besok kita ada apa-apa.'

"Yakin? atau sebelumnya lo sama dia pernah ketemu dimana gitu?"tanya Farka lagi.

Dalta tampak berpikir, kemudian ia teringat saat pertama kali ia menyukai Gara. Dalta tersenyum kecil. Membayangkan kembali.

Saat itu Dalta pulang terlalu larut dan Gean tidak masuk sekolah karena sakit. Dalta berjalan seorang diri sampai seseorang hendak membawanya, beruntung Gara datang dan...

"Gue pernah hampir diculik dan Gara nolongin gue,"jawab Dalta dengan suara mengecil.

Farka menoleh, namun kembali mengemudikan mobilnya. Telinganya fokus mendengar kelanjutan apa yang akan Dalta ucapkan.

"Bunda bilang banyak yang ngincer gue karena... bokap gue,"tambahnya lagi.

Dalta tak tahu kenapa ia malah memberitahu Farka. Namun, ia sangat amat yakin bahwa Farka bisa menjaga rahasianya. Lelaki itu sepertinya tidak perlu repot-repot menyebarkan hal itu.

"Gue anak yang nggak diharapkan bokap, Bunda itu... selingkuhan bokap dan dia kabur ninggalin Bunda,"jelas Dalta dengan wajah yang tiba-tiba muram.

Dalta meremat roknya,menyalurkan rasa sakit dihatinya.

"Udah cukup." Farka menoleh,mengusap puncak kepalanya, "sorry."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel