DDD 4
Desah suaramu bagaikan simfoni mendobrak relung hatiku yang kupikir telah mati suri
♥
Tanti meronta, namun semakin ia berusaha melepaskan diri. saat itu juga Javier semakin mengetatkan rengkuhan. Mulut dan lidah pria itu sangat mendominasi pekikan dan protes tertahan Tanti hanya membuatnya semakin kewalahan menghadapi serangan lidah dan gigi Javier yang tanpa ampun. Sampai-sampai Tanti tersedak salivanya sendiri saat Javier menyesap lidahnya yang tanpa sadar terjulur.
“Lepaskan aku?” pinta Tanti saat Javier melepaskan lumatannya dan saling menempelkan dahi mereka.
Sama-sama terengah-engah dan meraup udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-paru yang dahaga.
“Kau suka sekali beraksi seperti pelacur, bukan?” tanya Javier serak menahan gejolak gairah yang membumbung tinggi hingga terasa pusing menyiksa.
Napas Tanti tercekat mendengar ucapan Javier yang bagaikan belati tak kasat mata menghancurkan pertahanan terakhirnya. Sakitnya jangan dikira, sarkasme yang biasa diutarakan oleh pria itu selalu ia terima dengan lapang dada namun saat kini ia disamakan dengan pelacur. Apakah ia harus diam saja diperlakukan sedemikian rupa?
Namun bukan Tanti namanya jika tidak bisa memanfaatkan situasi ini dan menggunakan kesempatan untuk pria itu menjauh darinya dan tidak lagi mengungkit soal anak. Anak itu miliknya sendiri.
Tanti menarik napas dalam-dalam sebelum berucap, “Kamu tahu apa soal pelacur? Kau pikir aku bisa kamu samakan dengan para wanita yang dengan rela hati membuka selangkangan mereka dan membiarkan dirimu memenuhi mereka dengan milikmu?”
“Iya kamu, pelacur kecil penggoda,” ujar Javier dengan telunjuknya menekan kening kiri Tanti berulang kali guna menegaskan kata-katanya.
“Jadi kamu ingin aku berlaku seperti wanita murahan yang biasa menghangatkan ranjangmu begitu?” Tanti berusaha mengesampingkan kehancuran hatinya yang sudah hancur karena pria ini dan menjawab dengan datar.
Sementara bagi Javier yang merasa sudah di atas angin bisa menguasai Tanti yang polos tanpa sehelai benang pun. Mengabaikan sorot terluka yang sempat hadir di mata bulat wanita muda itu. Javier mengusap tulang belakang Tanti dari tengkuk sampai lipatan pantatnya dengan belaian seringan bulu. Kemudian tangannya meremas sebelah pantat Tanti dengan gemas.
Tanti mengabaikan rasa nyeri pada remasan pantatnya. Ia hanya ingin agar semuanya segera berakhir dan ia tidak akan menunggu waktu lagi untuk segera pergi dari sini. Hanya itu yang bisa Tanti lakukan, setiap kali berurusan dengan pria ini selalu saja bertepatan dengan dirinya yang akan segera pergi. Mungkin memang mereka tidak berjodoh dan harus saling terpisah bukan hanya tubuh dan hati tetapi juga dengan jarak.
“Tentu saja, aku ingin berada di dalammu dan menunjukkan padamu bagaimana seorang wanita menggodaku sepanjang hari akan berakhir di bawahku dengan mengerang penuh kenikmatan.”
Javier menduduk dan mengecup pipi Tanti dengan kecupan kecil sangat tidak sinkron dengan vulgarnya bibir itu berucap.
Kurang ajar memang, kata-kata yang terlontar dari mulut seorang pria tampan namun seolah tak memiliki otak itu. Javier berubah seperti dewa dari neraka dan siap menghanguskan Tanti tanpa sisa.
“Aku akan melayanimu, tapi ada beberapa syarat yang harus kamu penuhi terlebih dahulu.”
Javier berdecih jengah. “Kau tidak berhak mengajukan syarat padaku.”
“Aku bukan pelacur tapi demi membungkam mulutmu. Aku akan lakukan hal itu, tapi ada syaratnya.”
Javier menatap tajam seraya menyipitkan matanya. Wanita di depannya dengan sikap menantang seperti ini berkali lipat lebih terlihat menggairahkan. Milik Javier sudah berdenyut nyeri mencari tempatnya untuk bersarang.
Sosok menggoda ini, masih wanita yang sama dengan gadis yang setelah paksaan terakhirnya kemudian pergi tanpa meninggalkan jejak apapun.
“Baiklah apa syaratnya?” Hanya kali ini Javier akan berbaik hati menuruti kemauan Tanti.
“Jauhi aku setelah malam ini dan jangan pernah mengungkit tentang anak itu. Satu kata pun, jaga lidahmu dan tutup mulutmu rapat-rapat. Tolong lepaskan tanganku dan biarkan aku meladeni dirimu, seperti pelacur yang kamu inginkan.”
Entah mengapa perkataan Tanti menimbulkan denyut kesakitan di hatinya. Seharusnya, ya seharusnya Javier merasa senang. Tanti terluka dan merendahkan dirinya sampai ketitik terendah. Itulah yang ia inginkan selama ini. Membuat Tanti merasakan apa yang selama ini ia rasakan.
Javier melepaskan cengkraman tangannya dan berpindah semakin merapatkan tubuh mereka. Pinggul mereka saling menempel dengan satu tangan Javier sudah semakin jauh ke bawah menyusupkan satu jarinya dari belakang tepat ke pusat gairah Tanti.
Hal itu tak urung membuat Tanti menjadi berjinjit dan kedua tangannya melingkar di sekitar leher Javier. Rasanya jantungnya seperti berpindah ke lambung. Tanti ingin membenci Javier namun tubuhnya tak ingin bekerjasama. Sudah betul apa yang ia minta, Javier harus menjauh darinya tak peduli bagaimana caranya. Tanti tak lagi ingin kembali jatuh dalam jurang kenistaan.
Tanti menangkup satu sisi wajah Javier dan mengusapnya lembut. Saat kali ini tidak hanya satu tapi dua jari Javier bermain menggesek di bawah sana, memastikan bahwa ia benar-benar siap untuk serbuan malam ini. Sedikit memiringkan wajah dan membuka pahanya agar jari itu lebih leluasa bermain di bawah sana, lalu ia melumat bibir Javier. Mengisap bibir bawah Javier dengan sensual dengan setelahnya lidahnya menjilat lembut dan bertarung saling membelit dengan lidah Javier sampai saliva mereka menyatu lebih dulu.
Javier semakin senang dengan mendapati kenyataan milik Tanti sudah sangat siap untuknya. Kehangatan menyelimuti kedua jarinya yang masih bermain di sana, dengan bibirnya yang tidak berhenti membalas setiap lumayan bibir Tanti. Kali ini Javier membiarkan Tanti memimpin cumbuan.
Gerakan keluar masuk jari Javier membuat Tanti sudah diujung puncak pelepasan pertama. Jari jemari Tanti sudah menyusup pada rambut Javier meremasnya dengan tidak beraturan. Desahan sarat penuh kenikmatan yang sedari tadi ia tahan seketika meluncur dengan telak tanpa bisa ditahan lagi.
Kaki Tanti terasa tak bisa menapak dengan kuat hingga Javier menekannya bertumpu pada dinding. Dengan tidak tahu malu, Javier mengulum kedua jarinya yang basah oleh cairan milik Tanti.
Tanti hanya meringis jijik pada ulah Javier. Ia ingat betul tadi saja pria itu protes pada Noah saat di meja makan. Namun kali ini bahkan cairannya yang keluar dari sana malah ia kulum dengan penuh kenikmatan. Dasar pria aneh.
Kedua tangan Tanti meremas kemeja pada bagian lengan atas Javier mencari sumber kekuatan sementara agar ia semakin sadar jika apa yang terjadi kali ini nyata, bukan mimpi buruk.
“Buka kancing kemejaku,” perintah Javier.
Javier menunduk dengan dahi keduanya saling menempel. Dari posisi ini Javier dengan leluasa bisa melihat buku mata lentik Tanti. Selebar wajahnya yang cantik dan sehalus porselen. Indah dan sangat menggairahkan. Pantas saja banyak pria tergila-gila pada gadis itu. Ia yakin sekali jika Tanti pasti menyadari hal itu. Sikap ramah dan tak segan menyapa siapapun yang ia temui atau mungkin itu memang yang sengaja ia tunjukkan untuk menarik hati para pria.
Tanti tanpa membuang waktu langsung melepaskan kancing kemeja dan membantu melepaskan melewati bahu Javier yang kokoh dan terpahat sempurna. Pria itu sempurna dengan ketampanan khas Amerika Latin yang sangat mendominasi sesuai dengan namanya.
Javier segera membuka sabuk dan celana panjang kainnya tanpa membiarkan Tanti yang masih berada di antara dirinya dan dinding.
Setelah mereka berdua sama-sama polos ia segera meraih pinggang Tanti dan membiarkan wanita itu melingkarkan kedua tungkai indahnya pada pinggang kokoh milik Javier. Tanti masih memalingkan wajahnya tak berani melihat ke arah bukti gairah Javier yang tegak, menantang dan besar.
Sekali lagi Javier mengusap pusat gairah Tanti tanpa merasa canggung dan sangat terlatih seperti sudah terbiasa atau berpengalaman. Dengan miliknya yang sudah siap sedari tadi, segera ia menenggelamkan diri pada kehangatan milik Tanti. Hingga desahan terlontar dari bibir mereka berdua.
Tanti sampai mendongak, penyatuan mereka seolah menghempaskan jiwanya entah berkelana pada surga kenikmatan sepersekian detik sebelum Javier menarik dagunya dan mereka saling pandang sebelum mulut keduanya saling melumat.
Javier masih mendiamkan miliknya tanpa menggerakkan sama sekali, namun cengkraman ketat Tanti seolah membungkus dirinya begitu erat dan tak ingin terpisah. Kedua tubuh mereka saling mendambakan, saling melengkapi dan sangat pas satu dengan yang lainnya.
Javier berbalik dengan Tanti masih bergelayut padanya seperti koala. Berjalan ke arah meja hias yang berada tak jauh darinya.
“Jangan lupa dengan syarat yang aku ajukan,” ujar Tanti mengingatkan dengan napasnya yang tersengal.
Ia tentu masih belum terbiasa dengan milik Javier yang berada di dalam dirinya. Tanti berpegangan pada tepi meja saat Javier mendudukkan dirinya di sana dan mulai menggerakkan pinggulnya pelan dan menyiksa.
“Jawab aku dulu,” desak Tanti menanti jawaban.
“Bisakah kamu diam dan merasakan aku menyatu denganmu?!” ketus Javier dengan semakin gencar melancarkan hujaman sampai titik terjauh rongga milik Tanti.
Tanti seolah kehilangan akal sehatnya kali ini. Dengan bodohnya ia menyerahkan diri untuk dimasuki tanpa menunggu jawaban pria itu. Namun semua sudah terjadi, inilah yang selalu Tanti takutkan ia yang dulu sangat mengagumi dan terkesima dengan keberadaan Javier hingga rela diperlakukan sedemikian rupa oleh pria itu.
Javier melebarkan kedua paha Tanti dan menekankan miliknya hingga tak ada jarak saat Tanti akan mencapai puncak kedua kalinya. Tungkai indah Tanti sudah menegang. Saat gelombang itu datang dan menghantam Tanti sampai luluh lantak, Javier dengan kasar mencabut miliknya seraya menunduk dan mengisap cairan gairah milik Tanti. Menghisapnya dengan kuat beserta titik sensitif Tanti dan hal itu tak urung membuat Tanti menjerit nyaring.
Setelahnya tanpa menjeda, memberikan waktu pada Tanti untuk mengatur napasnya. Javier menghujamkan miliknya secara cepat, menggapai tubuh Tanti dan membaringkan di ranjang beserta dengan tubuhnya yang menindih di atasnya.
Dengan kedua lututnya yang memaksa tungkai Tanti semakin terbuka lebar dan kedua tangan Javier yang menelusup dari balik punggung Tanti seraya mencengkram kedua bahunya. Javier menghujam dengan tanpa ampun. Akses untuk menikmati kedalaman lembah kenikmatan milik Tanti tak bisa dipungkiri membuat dirinya tak bisa mengendalikan gairahnya kali ini. Ia benar-benar menghajar tubuh Tanti dengan kenikmatan tak terperi. Tak dihiraukannya jika ujung miliknya sedikit terasa nyeri dengan kekuatan hujamannya sendiri.
Melihat Tanti yang kedua tangannya mencengkeram sprei di kedua sisi tubuhnya dan menjerit sampai air matanya keluar membuat Javier semakin tak bisa berhenti sampai pada akhirnya ia berada di puncak, ia mengulum dan menghisap bagai bayi pada kedua puncak milik Tanti dengan rakus.
“Tolong lepaskan aku,” rintih Tanti dengan tenaga yang tersisa. Kepalanya sungguh sangat pening, ia sampai tidak bisa membedakan mana yang memang nyeri karena percintaan atau sakit pada keningnya.
“Sebentar Sayang, tahan sebentar lagi tunggu aku sampai.”
Tak berselang lama Javier yang sudah mengosongkan kantong pusat miliknya merobohkan diri di atas Tanti yang terisak hebat. Javier mengecup selebar wajah Tanti dan mengusap air mata itu. Tak urung hatinya teriris sedih melihat Tanti menangis sampai segitunya.
“Minggir, kepalaku sakit. Bodoh!”
“Sakit kepala?”
Javier menelusuri wajah Tanti sekali lagi dan tatapan matanya berhenti pada kening Tanti yang memar dan tampak berdenyut, dengan jarak sedekat ini, tentu saja mata jeli Javier tak akan melewatkan hal itu.
Javier menegakkan tubuhnya dan mengecup kedua bahu Tanti yang memerah karena cengkraman kasarnya. Ia berani bertaruh jika besok pasti akan membiru juga di bagian sana.
Kecupan kecil di berikan Javier bahu, dada sampai pada pusar dan pusat tubuhnya dengan sebelumnya ia mencabut miliknya secara perlahan hingga tak ingin menyakiti Tanti.
Dengan sigap Javier segera menarik selimut dan menutupi tubuh polos Tanti jika tidak bisa dipastikan milik Javier akan bangun dan kali ini Tanti bisa saja pingsan menghadapi gairahnya.
Javier mengambil air hangat dan obat yang tadi di berikan Noah pada Tanti. Javier duduk di tepi ranjang dan meraih tubuh Tanti setengah duduk dan membantu wanita itu untuk meminum obatnya.
“Minum ini dan tidurlah.”
Tanti hanya patuh menuruti dan berharap pria itu segera memakai pakaiannya dan segera pergi dari kamarnya. Tanti lelah lahir batin menghadapi Javier, entah apakah ia masih punya muka lagi esok pagi dan menyesali semuanya.
Namun apa yang diperkirakan Tanti meleset juga, pria itu malah bergabung dengan dirinya dan menyandarkan kepala Tanti pada dada bidangnya.
“Pergilah,” pinta Tanti lemah.
“Nanti aku akan pergi setelah kamu tidur.”
Begitu selesai Javier berucap detik itu juga Tanti sudah terlelap. Tersenyum tipis Javier ikut memejamkan matanya dan menyusul Tanti ke alam mimpi.
