2. Wanita Terkutuk!
Jaden bak orang kesetanan. Tanpa rasa iba sedikitpun, tangan besarnya menarik rambut Alexa sedemikian rupa. Hati yang telah dihancurkan sekarang menjelma bak manusia tanpa nurani.
"Sakit Jaden!" jerit kesakitan tak henti terlontar dari bibir Alexa.
Napas Jaden memburu. Kilat kemarahan dari mata merah serta amarah yang memuncak tak menghiraukan lagi jerit kesakitan Alexa yang menyayat hati. Diseretnya Alexa tanpa belas kasihan menuju pintu keluar apartemen.
"Sakit, Jaden! Tolong lepaskan!" pinta Alexa masih berusaha melepaskan rambutnya dari tangan Jaden yang menariknya paksa.
Bima tidak tinggal diam. Melihat wanita yang telah tidur dengannya diperlakukan kasar, Bima berusaha bangun mengesampingkan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
"Lepaskan! Lepaskan ,,," pinta Bima lirih diakhiri batuk yang mengeluarkan cairan kental merah pekat dari mulutnya. "Uhukh ,,, uhukh ,,,."
Jaden terus saja menarik dan menyeret Alexa menuju pintu. Keinginannya saat ini hanya satu yaitu tidak mau melihat lagi Alexa yang telah mengkhianati cintanya. Bahkan dengan tega membawa laki-laki lain dan bercinta di dalam apartemen yang telah diberikan olehnya.
Bima berusaha sekuat tenaga untuk bangun, "Alexa ,,," panggilnya lirih.
Jerit kesakitan, kata-kata memohon yang ke luar dari bibir Alexa sudah tidak Jaden hiraukan lagi. Hatinya membeku bersamaan dengan kebohongan yang telah Alexa lakukan.
"Enyah kau dari tempat ini!" Jaden mendorong Alexa keluar dari pintu apartemen. "Wanita terkutuk!"
Brugkhh!
Tubuh Alexa jatuh tersungkur. Selimut yang menutupi tubuh polosnya sampai tersingkap menampilkan sebagian pahanya.
"Wanita murahan! Enyah kau dari hadapanku!" usir Jaden geram. "Cuiiih!"
Alexa menangis sejadi-jadinya. Mata merah penuh air mata serta penampilan berantakan akan membuat iba siapa saja yang melihat, tapi tidak bagi seorang Jaden Wellingstone yang hatinya telah terkoyak.
"Jangan pernah injakkan kakimu di sini lagi!! Aku tidak sudi melihat wajah murahan kau!! Pergiiii!"
"Alexa ,,," panggil Bima dari dalam, masih berusaha merangkak menuju ke arah pintu keluar.
Tanpa membuang waktu, Jaden menyeret Bima keluar. Dilemparnya hingga jatuh tersungkur disamping Alexa yang masih sesunggukan menangis.
Blughhh!
Pintu ditutup Jaden sekuat tenaga sampai menggetarkan seluruh dinding.
"Brengseeek!" teriaknya kencang.
Praaang!
Vas bunga yang tak jauh dari tempat Jaden berdiri dilemparnya ke arah cermin sehingga menghasilkan suara yang memekakan telinga diakhiri serpihan kaca berserakan di lantai.
Praaang!
Lagi-lagi Jaden melepaskan emosinya melempar televisi penghias ruang keluarga dengan asbak.
***
Tiga tahun, sudah tiga tahun semuanya berlalu. Kejadian itu telah mengubah Jaden menjadi sosok pria dingin dan tak mengenal belas kasihan. Jaden tidak percaya lagi dengan yang namanya cinta. Baginya, wanita hanyalah barang mainan, pemuas hasrat yang bisa dibeli dengan uang.
Hari kasih sayang, 14 Februari yang akan dirayakan penuh cinta bersama Alexa malah menjadi hari bagai masuk neraka. Hari yang tak mungkin bisa dilupakan seumur hidupnya.
Darah kebencian yang mendarah daging pada Jaden telah membuatnya selalu merendahkan kaum hawa. Bagi Jaden, selain ibunya, tidak ada lagi wanita baik di dunia ini.
Tok! Tok! Tok!
Lamunan Jaden terhenti ketika mendengar suara ketukan di pintu.
"Masuk!"
Kati, sekretaris yang diam-diam sangat mengagumi Jaden masuk. Senyum lebar dari bibir berlipstik merah menyala menghias wajahnya.
"Selamat siang, bos."
Jaden melirik sekilas. "Siang."
"Satu jam lagi, kita ada meeting penting," ucap Kati sambil menaruh map coklat depan Jaden.
Jaden menghela napas, menutup laptop lalu melihat intens Kati dari atas sampai bawah.
"Ada apa bos?" tanya Kati ikut melihat tubuhnya sendiri.
"Seksi sekali kamu hari ini?"
Senyum lebar kembali menghias bibir Kati. "Apa bos menyukai penampilanku?"
"Tentu saja," jawab Jaden sambil menarik tangan Kati agar duduk dipangkuannya.
Dengan gerakan manja, tanpa diminta dua kali, Kati duduk dipangkuan Jaden. Kedua tangannya langsung melingkar di leher Jaden.
"Masih ada waktu satu jam lagi. Bagaimana kalau kita bersenang-senang terlebih dahulu?"
"Bukankah tadi pagi kita sudah melakukannya?" sungut Kati manja.
"Aku menginginkannya lagi," bisik Jaden di telinga Kati. "Siapa suruh, kau memakai baju sangat seksi seperti ini."
"Hi-hi-hi," Kati terkikik manja. "Sabar, bos," ucapnya manja ketika tangan Jaden tanpa basa basi langsung menerobos masuk ke dalam rok mini super ketatnya.
"Aku sudah tak tahan."
"Awww ,,, bos, sabar!" Kati menggeliat begitu jari telunjuk Jaden berhasil menerobos kain berenda yang menutupi aset pribadinya. "Pintunya dikunci dulu bos. Nanti ada orang masuk."
Jaden menekan tombol otomatis yang berada di bawah meja. Pintu pun terkunci sempurna.
"Bos sangat tidak sabaran."
Napas Jaden telah memburu. Balut hasrat telah menyelimuti kedua matanya. "Kita pindah ke sofa."
Kati mengikuti apa yang diinginkan bos besarnya. Melangkah, berjalan melenggak lenggok bak peragawati yang berjalan di atas catwalk.
Keduanya duduk bersebelahan, tapi kali ini reaksi Jaden tidak seantusias tadi sehingga membuat Kati jadi bingung.
"Bos ,,,"
Jaden menatap Kati tajam seakan sedang membaca pikirannya.
"Bos, kenapa?" tanya Kati bingung melihat Jaden.
"Kati, apa kamu menyukaiku?" tanya Jaden.
"Maksud bos?"
"Jawab dengan jujur!" ucap Jaden tegas. "Kau menyukai ku sebagai pria dan wanita atau sebagai atasan dan bawahan?"
Kati diam. Pertanyaan sepele, tapi seakan tahu apa yang ada dalam hatinya.
"Jangan menyukai ku!" sambung Jaden. "Buang jauh-jauh perasaan kau itu! Paham!"
Kati diam seribu bahasa. Ucapan Jaden bak pisau yang menusuk jantungnya. Sakit, sangat sakit.
"Jangan berharap banyak dariku. Apa yang telah kita lakukan selama ini, bagiku itu hanyalah kesenangan semata," sambung Jaden. "Kau menjual tubuh dan aku membelinya. Kau paham?!"
Sakit tidak berdarah. Kata-kata Jaden menusuk tepat di jantungnya, tapi Kati bisa apa selain diam karena memang itu kenyataan yang sebenarnya.
"Kau paham?!" tanya Jaden tegas.
"Iya, bos. Saya sangat paham," jawab Kati. Hatinya bagai tersayat sembilu. Pedih dan sangat perih.
"Sekarang pilihan jatuh di tanganmu! Kau tahu bukan apa yang ku maksud?!"
Sesaat Kati hanya diam, namun kemudian berdiri lalu duduk di pangkuan Jaden. "Aku memilih bersamamu," bisiknya.
Jaden tersenyum puas. "Pilihan yang bagus, boneka cantikku. Sekarang puaskan aku!"
......
"Cantikaaa!"
Gadis cantik rambut panjang berponi melihat ke segala arah. Celingak celinguk mencari arah suara.
"Cantika, aku di sini!"
Lambaian tangan dari arah sebrang jalan menarik perhatian Cantika.
"Tunggu di sana! Jangan kemana-mana, aku akan menyeberang!"
Cantika mengikuti apa yang diminta. Menunggu dan memperhatikan temannya menyeberang jalan.
"Aku memanggil mu dari tadi. Dasar budeg!" omelnya begitu sampai dan berdiri depan Cantika.
"Kamu dari mana, Riri?"
"Cari kamu!" jawab Riri.
"Cari aku? Mau apa?"
Riri tidak menjawab. Malah menarik tangan Cantika agar ikut dengannya. "Ayo, ikut denganku!"
"Eh, eh, mau kemana?" tanya Cantika kaget.
