Bab 11. Dibuat Menunggu Seperti Orang Bodoh
Vintari menghentikan kakinya secara otomatis saat melihat sosok yang dia kenal sedang berjalan keluar dari fakultas kedokteran. Niatnya untuk masuk ke perpustakaan langsung dialihkan dengan mengejar sosok itu.
“Zeus!” teriak Vintari cukup keras memanggil Zeus.
Zeus menoleh, dan mendapati Vintari yang sedang berlari kecil menuju tempatnya berdiri. Pria itu menghela napas panjang, tapi tetap menunggu sampai gadis itu berdiri di depannya.
“Kebetulan sekali melihatmu di sini. Aku ingin membicarakan masalah persiapan pernikahan kita. Kau ada waktu, kan?” tanya Vintari cepat.
Zeus tak menjawab. Dia hanya melihat Vintari selama beberapa detik, lalu melengos begitu saja, meninggalkan Vintari yang sedang terbengong karena sikap tidak sopannya. Tampak mata gadis itu melebar tak percaya melihat Zeus yang pergi begitu saja. Demi menjaga harga dirinya yang semakin terluka, Vintari akhirnya membiarkan Zeus pergi. Pandangannya masih tertuju pada pria itu dengan segudang pertanyaan yang belum terjawab.
Jelas sekali Zeus sengaja menghindarinya setelah kejadian di taman malam itu. Sialnya, dia tidak tahu apa yang membuat pria itu jadi menghindarinya. Kesalahan apa yang telah dia perbuat, atau perkataan apa yang mungkin membuatnya menjadi bersikap lebih dingin dari biasanya. Vintari benar-benar tidak mengerti. Bahkan, beberapa kali dia mengirim pesan pada Zeus mengenai persiapan pernikahan, dan semua jawaban dari Zeus benar-benar membuatnya emosi. Iya, terserah kau, atau hanya dibaca saja tanpa dibalas sampai dia mengirim pesan selanjutnya.
Vintari seolah-olah sangat menginginkan pernikahan ini, dan yang mengejar Zeus. Padahal jika bukan karena perjodohan sialan, maka tidak akan pernah mungkin Vintari mau menikah dengan pria yang suka bersikap aneh.
“Vintari,” seru Andre tiba-tiba telah berdiri di belakangnya.
Vintari melonjak kaget dan langsung memukul pundak Andre yang sedang tertawa lepas. “Andre! Kau membuat terkejut!”
Andre terus tertawa. “Ehm! Kau melihat Zeus dengan tatapan kagum sekali. Jatuh cinta luar biasa pada calon suamimu, ya?” ledeknya yang tak henti tertawa.
Manik amber Vintari membulat sempruna mendengar apa yang dikatakan oleh Andre. Buru-buru dia membekap mulut Andre dengan panik. “Kau kenal Zeus? Kenal di mana? Sejak kapan?” cercanya cepat.
Andre menurunkan tangan Vintari dari mulutnya. “Hei, easy girl! Satu-satu pertanyaannya.”
“Cepat jawab!” desak Vintari sudah tak sabar.
Andre mengangkat kedua tangannya, menandakan menyerah, dan mulai menjawab pertanyaan Vintari, “Aku tahu karena dokter Zeus Ducan sering menjadi pembicara seminar di fakultas kedokteran. Bisa dibilang, dokter Zeus Ducan memiliki peran besar dalam fakultas itu.”
Vintari menautkan alisnya bingung. “Wait, kenapa kau bisa tahu? Kau kan bukan anak kedokteran.”
Andre menepuk dadanya pelan beberapa kali dengan bangga. “Aku yang mengerjakan banner seminar mereka. Remember? Aku kerja part time menerima order desain. Memanfaatkan hobi di jalur yang positif.”
Vintari mengangguk-angguk kecil. “Lalu, kenapa kau bisa tahu Zeus adalah calon suamiku? Memangnya aku sudah pernah cerita, ya?”
Andre berdecak pelan. “Kau ini pelupa sekali. Kau kan bilang dijodohkan keluargamu pada anak dari keluarga Ducan. Ducan Group pemilik Alpha Hospital sangat terkenal. Jadi wajar aku langsung tahu Zeus adalah calon suamimu.”
Vintari mendesah panjang, mengingat dirinya sudah pernah cerita dengan Andre tentang dirinya yang dijodohkan oleh anak dari keluarga Ducan. Dia sampai lupa sudah pernah bercerita. Terlalu banyak yang dipikirkan, membuat pikirannya cepat sekali kacau, dan mudah lupa.
“Ngomong-ngomong, selamat atas rencana pernikahan kalian. Aku ikut bahagia. Ya sudah, aku duluan, ya. Ada yang harus aku kerjakan. Bye,” ucap Andre sambil melambaikan tangannya—meninggalkan Vintari.
Vintari menggelengkan kepalanya sambil memijat keningnya pusing.
***
Vintari sudah berada di Riverside Park—lokasi foto pre-wedding—lebih dulu dari Zeus. Hal itu tidak membuatnya kesal karena menurut informasi dari ibunya, Zeus akan sedikit terlambat karena ada operasi pagi. Setidaknya, pria itu mau datang saja sudah sangat baik.
Konsep outdoor di tengah musim dingin bukanlah ide yang bagus. Entah siapa yang telah menyetujuinya, yang jelas saat ini Vintari sedang menggigil karena harus memakai gaun pengantin dan menyelesaikan makeup selama hampir dua jam di tempat terbuka.
Pihak vendor telah menawarkan untuk memakai mantel dulu sampai Zeus datang, tapi Vintari menolaknya. Dia tak ingin membuat stylist wardrobe menjadi kerja dua kali untuk merapikan gaunnya. Lagi pula, sebentar lagi Zeus pasti datang.
“Belum ada kabar lagi?” tanya orang vendor pada Vintari setelah mereka menunggu lebih dari dua jam.
“Mungkin operasinya membutuhkan lebih banyak waktu. Aku akan mencoba untuk menghubunginya lagi.” Vintari berusaha untuk memberikan alasan.
Beberapa kali Vintari menghubungi Zeus, tapi tak ada satu pun yang diangkat. Pesannya juga belum ada satu pun yang dibaca. Demi menghalau dingin, dia memutuskan berjalan cepat, menyusuri pinggir sungai sampai beberapa meter, lalu kembali lagi, dan mengulang hal yang sama sampai berkali-kali.
“Kau yakin hari ini?” Samar, Vintari mendengar orang-orang vendor sedang berbincang.
“Yakin, hari ini salju pertama akan turun. Jika sampai mempelai pria tidak kunjung datang, aku takut mempelai perempuannya bisa terkena hipotermia.”
Vintari menghela napas. Saat ini, dia benar-benar marah pada Zeus. Seharusnya, jika pria itu memang tidak bisa datang karena terbentur jadwalnya, setidaknya bisa menghubunginy dan membatalkan rencana hari ini untuk ditunda ke hari lainnya. Bukan hanya kesal karena itu, dia juga merasa bersalah pada pihak vendor, fotografer, dan makeup artist yang telah menunggu dari tadi.
Vintari mengangkat kedua tangannya. Ronanya semakin memerah dan terasa perih pada setiap buku jari karena kulitnya mulai mengering. Butiran putih yang membentuk kristal rapuh terjatuh lembut di telapak tangannya. Salju pertama benar-benar telah datang.
Vintari menengadah ke langit mendung, meskipun ini salju pertama, tapi butirannya mulai deras berjatuhan. Rambutnya yang telah ditata cantik dalam singkat telah memiliki banyak titik putih di atas.
Pihak vendor dan yang lain telah menepi untuk mengamankan alat-alat mereka. Vintari tak tahan untuk mendekat karena tak ingin melihat tatapan menyedihkan ketika mereka melihatnya. Saat ini, dia hanya butuh untuk melampiaskan kecewa dan amarahnya, bukan untuk dikasihani.
Tak peduli dengan salju yang turun semakin lebat, Vintari terus berjalan dengan gaun pengantinnya yang memiliki bagian atas terbuka. Kulitnya yang terpapar langsung sapuan angin dingin dan lelehan salju terlihat semakin memerah.
Sekali lagi, dia tak memedulikannya sama sekali. Pandangannya semakin kabur karena menahan air mata yang tidak ingin dia tumpahkan. Dia tak sudi menangis hanya karena pria sialan itu. Langkahnya semakin cepat. Teriakan dari pihak vendor untuk menyuruhnya kembali juga tidak dia dengarkan. Tiba-tiba, kakinya kembali tersandung ujung gaunnya sendiri dan membuatnya terjatuh. Lututnya menghantam keras pada aspal jalanan dan membuatnya lebam berdarah.
Vintari menunduk, merasakan sensasi panas dan perih dilukanya, serta kulitnya yang telah kebas karena terlalu lama terkena hawa dingin. Kepalanya terasa sakit dan telinganya semakin nyeri. Seharusnya, salju pertama akan selalu menjadi momen paling romantis, tapi nyatanya tidak untuk saat ini.
“Ayo, Vintari, kau tidak boleh lemah! Ayo kita akhiri dan pulang saja!” ucapnya, menyemangati dirinya sendiri.
Vintari berusaha bangkit, tapi ujung gaunnya masih terselip di antara kakinya. Susah payah dia berusaha untuk berdiri, tapi lagi-lagi dia hampir terjungkal karena gaunnya sendiri. Vintari menggeram kesal, lalu kembali mencoba untuk berdiri. Saat itulah, satu tangan terulur padanya. Dia mendongak—Zeus berdiri di depannya, dengan setelan jas yang memang seharusnya dipakai untuk foto pre-wedding.
“Berdirilah,” ucap Zeus lembut.
Vintari mengulurkan tangannya yang langsung digenggam oleh Zeus. Senyum menghiasi wajah Vintari saat dia telah berdiri di hadapan Zeus, tapi di detik berikutnya, tamparan kencang melayang pada pipi pria itu. Vintari menatap tajam pada Zeus yang terlihat terkejut.
“Selamat datang, Dokter Zeus Ducan!”
