Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

#####7

Sampai di kantor, belum banyak karyawan yang datang. Hanya ada beberapa OB yang bertugas membersihkan ruangan para karyawan sebelum di pakai.

Gea berjalan mengikuti langkah Reno di belakang. Jika bisa, dia ingin berjalan duluan meninggalkan Reno. Peduli amat dengan laki-laki itu. Jika pun tersesat, pasti nanti akan banyak karyawati yang dengan senang hati menemani dan menunjukkan arah pada Reno.

Sayang, Reno tak membolehkan Gea meninggalkannya sendirian. Katanya, Gea harus selalu ada di belakangnya, harus selalu bersamanya. Agar jika dia membutuhkan sesuatu, gampang menyuruh. Tanpa harus menelepon lebih dulu.

Selesai melihat-lihat lobi, Reno pun mengajak Gea masuk ke dalam lift. Walaupun enggan, Gea tetap mengikuti. Sengaja, dia menjaga jarak dari Reno. Tak mau berdekatan dengan Reno di dalam lift yang hanya ada mereka berdua.

"Aku ingin melihat semua lantai di perusahaan ini," ucap Reno.

"Buat apa? Nanti saja setelah jam kerja dimulai. Sekalian memperkenalkan diri kepada semua karyawan," balas Gea sewot. Reno diam sesaat dan berpikir. Kemudian mengangguk.

"Bolehlah," ucapnya santai. Akhirnya, lift pun langsung membawa mereka ke lantai 23. Di sana, adalah letak kantor Marwan. Yang sebentar lagi akan menjadi kantor Reno. Dan tentu saja, Gea juga bekerja di sana. Di lantai yang sama dengan Reno nanti.

Memikirkan itu, Gea bergidik pelan. Tak bisa menebak apa yang akan terjadi ke depannya. Semoga saja Reno tak bertingkah aneh dan menyebalkan lagi setelah jadi bos.

Sampai di lantai 23, Reno dan Gea segera berjalan keluar dari lift. Melangkah mendekati sebuah pintu kayu yang terlihat kokoh dan elegan.

Reno memegang gagang pintu dan mulai membukanya. Gea pun tak berniat ikut masuk. Dia langsung memilih duduk di kursinya dan membereskan meja kerjanya.

"Gea, ke sini!" Seruan Reno membuat Gea kesal. Dia pun bangkit berdiri dan berjalan memasuki ruangan CEO dengan wajah bete.

"Apa?" tanya Gea jutek. Reno tak langsung menjawab. Dia memilih untuk melihat sekeliling dulu.

"Aku ingin ruangan ini di rombak," celetuk Reno. Gea terdiam mendengarnya. Dengan memasang wajah bingung dan sebal.

"Kenapa? Tak ada yang salah dengan ruangan ini," ucap Gea membela interior ruangan yang sudah di tata olehnya dulu atas keinginan Marwan.

"Aku hanya ingin menyamankan diri di ruangan ini. Jadi, aku ingin ruangan ini di rombak," jawab Reno enteng.

"Silahkan saja Anda bicara dan meminta sendiri pada Pak Marwan," ucap Gea sinis. Setelah itu, dia keluar dari ruangan CEO dan menutup pintu dengan kasar.

"Ish. Dia memang wanita yang kasar," gumam Reno.

Di luar, Gea sedang berusaha menenangkan pikiran. Jam kerja dimulai 15 menit lagi dari sekarang. Tapi, dia sudah terjebak di kantor. Dengan pekerjaan seabrek, dan bos yang gila juga aneh.

Sebelum menghidupkan komputer, Gea memilih untuk membuat cappuccino dulu. Lagi pula, jam kerja belum di mulai. Dan dia tak mau menambah jam kerjanya sendiri. Lebih baik, waktu luang ini dia manfaatkan untuk merilekskan diri dulu.

Selesai membuat cappuccino, Gea kembali ke mejanya. Menyeruput cappuccino itu sedikit demi sedikit. Menikmati rasa hangat yang mengalir di tenggorokan dan terasa sampai ke perut. Ah, rasanya nikmat sekali.

Saat sedang menikmati rasa hangat dalam tubuh setelah meneguk cappuccino, tiba-tiba ponselnya berdering. Gea menghembuskan nafas kesal karenanya. Waktunya bersantai malah terganggu dengan telepon itu.

Mengambil ponsel, Gea pun melihat nama yang tertera di layar sebelum menjawab telepon. Nomor asing karena tak ada nama. Penasaran, Gea pun mengangkatnya. Belum juga dia memberi sapaan, orang di seberang telepon sudah bicara. Dari perkataan dan nadanya yang menyebalkan, Gea pun sudah bisa menebak siapa itu.

"Gea, buatkan aku kopi hitam. Tambahkan sedikit gula. Awas, jangan sampai terlalu manis."

Telepon pun langsung di tutup. Wajah santai Gea berubah jadi jutek. Dengan malas, dia pun beranjak menuju meja pantry. Menyeduh kopi hitam untuk Reno yang belum menjadi bosnya, tapi sudah seenaknya.

Setelah selesai menyeduh kopi, Gea segera membawa secangkir kopi hitam itu ke ruangan Reno. Dia langsung masuk tanpa mengetuk pintu dulu. Dan menyimpan cangkir kopi itu di atas meja kerja.

"Tunggu dulu." Reno berucap kala Gea berniat untuk segera pergi. Dengan bosan, dia menunggu Reno yang sedang menyeruput kopi hitam buatannya.

"Enak. Kamu sepertinya pintar membuat kopi. Apa kamu pernah bekerja jadi seorang barista?" tanya Reno. Gea diam sesaat dan menatap Reno dengan sinis. Kemudian membalikkan badan dan berjalan keluar dari ruangan CEO.

"Tidak."

Pintu ditutup kasar oleh Gea membuat Reno keheranan. Sejak kemarin dia bertemu Gea, rasanya wanita itu selalu saja memasang wajah tegang yang tak enak di pandang. Padahal, biasanya para wanita selalu tersenyum dan merona malu jika bertatapan dengannya.

"Hm. Dia memang berbeda," gumam Reno pada dirinya sendiri.

***

Jam kerja dimulai dan kantor sudah dipenuhi oleh para karyawan juga karyawati. Reno pun mengajak Gea untuk segera berkeliling kantor, mengunjungi setiap lantai perusahaan, sembari memperkenalkan diri sebagai bos baru. Marwan tak bisa hadir karena malas katanya. Dia bilang, cukup Gea saja yang menemani Reno memperkenalkan diri sebagai bos baru kepada para karyawan.

Di mulai dari lobi. Para resepsionis yang berjumlah tiga orang, dan para OB yang kebetulan sedang ada di sana berkumpul. Berjajar membuat sebuah barisan yang rapi. Dan Gea bosan melihat wajah para resepsionis itu yang malu-malu. Memangnya, apa sih yang membuat mereka seperti itu dari Reno?

"Saya baru tahu kalau Pak Marwan punya anak seganteng Bapak," ucap Lina, resepsionis yang baru bekerja sekitar enam bulanan. Yang lain terkikik mendengar ucapan Lina. Membuat Gea gerah dan ingin segera pergi ke meja kerjanya sendiri.

"Ya, terima kasih. Bekerjalah dengan benar dan semangat," balas Reno dengan senyuman. Para wanita genit itu pun menjerit kecil hanya karena di beri senyuman oleh Reno. Terlihat norak sekali di mata Gea.

Selesai perkenalan dengan para resepsionis, mereka pun segera menuju lantai yang lain. Satu persatu divisi dikunjungi. Dan Gea hanya berdiri memperhatikan Reno yang memperkenalkan diri.

Seperti di lobi, para karyawati pun sama tingkahnya dengan para resepsionis. Tersenyum malu-malu, dan bisik-bisik membicarakan kekaguman mereka terhadap Reno. Gea yang tak sengaja mendengar malah merasa mual. Mengutuki kebodohan para karyawati itu yang langsung mengagumi Reno tanpa tahu bagaimana watak Reno sebenarnya.

"Kamu kenapa, Gea? Cemburu melihatku di kagumi para wanita?" tanya Reno narsis saat mereka berada di dalam lift. Gea yang mendengarnya malah merasa jijik. Cemburu? Jangan harap! Yang ada dia malah mual melihat senyuman sok manis Reno yang di berikan pada wanita-wanita genit itu.

"Jangan kepedean, Pak. Jangan berkhayal terlalu tinggi," jawab Gea sewot.

Kini, mereka sedang menuju lantai sembilan, tempat bekerjanya divisi pemasaran. Saat sampai di sana, Reno dan Gea disambut dengan baik. Kebetulan sekali, di sana juga ada ketua HRD, yang sedang menemani Manager Pemasaran baru.

Reno menatap Manager Pemasaran yang baru itu dengan sinis. Sebab, Manager Pemasaran yang merupakan seorang laki-laki itu menatap Gea dan tersenyum pada Gea. Gea juga membalas senyuman laki-laki itu. Yang entah kenapa membuat Reno merasa kesal.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel