#####6
Gea pikir, Reno akan langsung membawanya ke kantor dan menyuruhnya ini-itu. Tapi, ternyata tidak. Reno membawanya ke sebuah restoran terlebih dahulu. Untuk sarapan katanya. Gea senang tentu saja. Karena perutnya memang belum terisi apapun. Dan bahaya jika dia membiarkan perutnya kosong saat akan menghadapi bos baru yang tengil dan gilanya tak masuk akal.
"Pesan apa saja yang kamu suka," ucap Reno. Gea menatap Reno sesaat dengan alis berkerut. Walaupun baru bertemu, entah kenapa Gea sudah bisa merasakan sesuatu yang aneh. Maksudnya, dia bisa menangkap hal aneh dari ucapan Reno barusan. Apa mungkin setelah ini Reno akan menyuruhnya melakukan hal-hal aneh? Dan Reno sedang membujuknya? Entahlah. Semoga saja tidak.
Nasi goreng seafood, jus alpukat, dan puding mangga sebagai pencuci mulut. Reno hanya mengangguk setelah Gea menyebutkan apa saja yang dia mau.
"Tak usah takut, aku yang akan membayarnya," ucap Reno. Gea menatap Reno dengan bete. Jelaslah, Reno yang harus membayar. Anggap saja sebagai ganti karena mengganggunya di pagi hari.
Beberapa menit menunggu, pelayan pun datang membawakan makanan mereka. Dengan semangat, Gea menyantap nasi goreng miliknya. Ah, rasanya senang sarapan enak tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Hehehe.
Reno pun mulai menyantap makanannya sendiri. Sesekali, dia melihat Gea. Memperhatikan cara makan Gea yang cukup anggun baginya. Tapi, tidak seanggun wanita- wanita yang pernah dia temui selama ini.
"Kamu makan lahap sekali. Seperti orang kelaparan saja," ucap Reno dengan tenang. Gea menghentikan suapannya dan langsung melayangkan tatapan tajam pada Reno. Berdecih pelan melihat wajah tanpa dosa Reno yang minta di cakar.
"Ya, saya memang kelaparan. Setelah di ajak ke kantor pagi-pagi sekali, oleh orang yang kurang waras," balas Gea tajam. Wajah Reno berubah sinis mendengar ucapan Gea. Tapi, tak bertahan lama. Dia kembali memasang wajah santai.
"Terlalu waras akan membuat hidupmu monoton. Membosankan," ucap Reno enteng.
"Ya. Dan kurang waras membuat orang di sekeliling Anda kerepotan," desis Gea. Reno malah terkekeh pelan mendengar desisan Gea.
"Benarkah? Aku malah berpikir kalau orang-orang di sekitarku senang." Gea mendelik tajam mendengarnya. Senang? Senang dari mananya coba? Yang ada dia malah frustasi. Lama-lama, dia bisa stress dan depresi.
"Sudahlah. Jangan memasang wajah tegang seperti itu. Kamu harus rileks, Gea. Karena sebentar lagi aku akan jadi bosmu."
"Dengan Anda menjadi bos saya, yang ada beban pikiran saya bertambah."
"Wow. Berarti kamu akan memikirkanku?" tanya Reno dengan senyuman menggoda.
"Ya. Memikirkan nasib saya yang harus bekerja pada orang kurang waras semacam Anda." Gea menjawab dengan marah. Dia pun kembali fokus pada makanannya. Menghabiskan nasi goreng miliknya sebelum nafsu makannya hilang karena Reno.
"Kamu sepertinya sangat benci padaku," ucap Reno.
'Memang.' Gea menjawab dalam hati. Sambil terus mengunyah.
"Hati-hati, loh. Jangan terlalu benci. Nanti kamu jatuh cinta," ucap Reno narsis. Mendengar itu, Gea terbatuk-batuk. Dengan cepat dia meminum jus alpukatnya.
"Sudah kubilang hati-hati. Jangan terburu-buru," ucap Reno lagi. Gea bertambah geram mendengar itu. Karena marah, tanpa sadar Gea sampai menggebrak meja lumayan kuat. Beruntungnya, restoran belum terlalu ramai. Yang ada di sekitar mereka pun menatap Gea kebingungan.
"Sebaiknya Anda tutup mulut," ucap Gea geram. Reno mengangkat sebelah alisnya kemudian mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh.
"Gea, untuk sekarang aku masih memberi kebebasan untukmu berlaku tidak sopan padaku. Karena sekarang, aku masih belum resmi menjadi bosmu. Tapi ingat, kamu tidak boleh bersikap seperti itu nanti. Karena nanti, kau harus patuh juga hormat padaku yang menjadi bosmu," ucap Reno dengan tenang. Gea mendengus kasar dan melipat lengan di bawah dada. Memalingkan wajah karena tak mau melihat wajah menyebalkan Reno.
Setelah Reno selesai makan, dia pun mengajak Gea untuk segera pulang. Walau kesal, Gea tetap mengikuti langkah Reno. Entah lupa atau bagaimana, Reno belum membayar makanan mereka. Akhirnya, mereka pun di panggil.
"Maaf, Pak, Bu, makanannya belum dibayar," ucap pelayan berjenis kelamin laki-laki itu. Kepalanya menunduk tanda hormat. Melihat penampilan Reno, pelayan itu tahu kalau Reno bukan orang biasa. Dan dia berprasangka baik. Mungkin Reno lupa.
"Oh iya. Maaf, aku lupa," ucap Reno tanpa merasa bersalah. Dia pun mengeluarkan dompetnya. Membukanya dan hendak mengambil uang. Sebelum itu, dia menatap Gea sesaat.
"Kenapa diam? Kamu tidak akan membayar makananmu?" tanya Reno. Gea membelalak kaget mendengarnya. Dia melotot marah pada Reno yang seperti ingin mempermalukannya.
"Bukankah Anda tadi bilang kalau Anda yang akan membayar makanan?" tanya Gea geram dengan tangan terkepal erat.
"Benarkah? Ah, maaf. Aku lupa," ucap Reno tanpa dosa. Dia pun bertanya berapa yang harus dia bayar. Setelah disebutkan nominalnya oleh si pelayan, Reno pun mengeluarkan beberapa lembar uang dan menyerahkannya pada si pelayan.
Selesai membayar, Reno dan Gea pun berjalan keluar dari restoran. Wajah Gea memerah karena marah. Dia masih berusaha menahan amarahnya agar jangan sampai melayangkan pukulan di wajah calon bosnya yang sangat menyebalkan.
"Gea, harusnya kamu berterima kasih padaku. Aku sudah mentraktirmu makan." Gea memejamkan mata dan menghembuskan nafas pelan mendengar itu. Dia harus mulai membiasakan diri dengan sikap Reno yang aneh dan menyebalkan. Jika terlalu sering marah-marah, dia sendiri yang rugi.
"Tidak. Saya anggap itu sebagai ganti karena Anda membawa saya ke kantor sebelum jam kerja di mulai," jawab Gea tegas. Reno melirik Gea sesaat dan mengangkat bahu pelan.
"Baiklah. Terserah kamu saja. Asal kamu ingat, janganlah jadi orang yang tak tahu terima kasih," nasehat Reno. Gea mengabaikannya. Jika dia tak begitu, bisa-bisa kesabarannya habis dan dia tak bisa menahan kepalan tangannya lagi yang ingin meninju wajah Reno sejak tadi.
Kadang, Gea heran sendiri. Sebenarnya, Reno di didik seperti apa oleh Marwan dan Anin?
Sebastian, teman semasa sekolah yang cukup dia kenal adalah orang yang kalem dan pendiam. Raffa, tak pendiam tapi memiliki sifat ramah dan baik. Alvin, walaupun sering bicara tapi dia humoris. Perkataannya selalu memancing senyum dan tawa.
Sedangkan Reno, setiap yang dia katakan, selalu memancing amarah Gea. Reno bukan sosok pendiam dan kalem. Bukan juga sosok yang baik. Kalau ramah, lumayanlah. Sayang, keramahannya itu malah membuat Gea ilfeel dan benci.
"Hey, jangan melamun. Nanti kesambet."
Benarkan? Reno selalu saja memancing amarah Gea dengan kata-katanya. Membuat Gea menjadi ragu akan pekerjaannya sendiri. Mampukah dia bertahan kerja saat memiliki bos gila semacam Reno?
Semoga saja dia bisa bertahan. Ya, semoga saja.
