Pustaka
Bahasa Indonesia

Cinta-cinta Kertas

52.0K · Tamat
Ruli Lesmono
40
Bab
300
View
9.0
Rating

Ringkasan

Andien adalah seorang pimpinan redaksi majalah bulanan di sekolahnya sendiri. Dia sangat gemar menulis, terutama cerpen. Andien sudah dua kali mendapatkan juara pertama menulis cerpen di sekolahnya yang diadakan setiap setahun sekali ini. Pada suatu hari, sekolahnya Andien mengadakan lomba menulis cerpen lagi. Lomba menulis cerpen di sekolah kali ini adalah terakhir kalinya bagi Andien, karena sebentar lagi dia akan lulus SMA. Semua siswa dan siswi mulai kelas 1 hingga 3 boleh mengikutinya dan tidak. Andien sangat optimis dan membanggakan diri bakal mendapatkan juara pertama lagi di sekolahnya. Tetapi, di luar dugaan, Andien dikalahkan oleh seorang cowok kelas sebelah dan setingkat dengannya, Kevin. Seorang cowok yang belum pernah sebelumnya mengirimkan satupun cerpennya di lomba menulis cerpen. Seorang cowok pendiam, cool, misterius, penyendiri, kutu buku, ganteng, dan smart. Tentu saja, Andien sangat terkejut. Andien sempat protes dan tidak terima dengan kekalahannya ke Wali Kelasnya, Bu Endah, yang merupakan salah satu juri lomba menulis cerpen di sekolahnya. Sebagai pimpinan redaksi, mau tidak mau Andien bertugas mewawancarai Kevin untuk ditayangkan di Majalah Sekolah bulan depan. Sejak saat itu, perlahan-lahan Andien mengenal Kevin. Namun, tak mudah bagi Andien mengenal Kevin begitu saja. Bagaimana kisah Kevin dan Andien di novel ini? Apakah Andien jatuh hati kepada Kevin ataukah sebaliknya? Bagaimana akhir kisah cinta Andien dengan pacarnya, Rio? Apakah Andien dan Rio berakhir dengan pertunangan? Baca kisah mereka yang seru, romantis, menghibur, dan juga mengharukan di novel ini.

RomansaCinta Pada Pandangan PertamaKeluargaBaper

Pimpinan Redaksi Majalah Sekolah

Begitu bel sekolah di jam istirahat kedua atau terakhir berbunyi dua kali cukup lantang, pelajaran sekolah pun selesai. Andien, Sisil, dan Mila segera keluar dari kelasnya, IPS.1, menuju ke Sekretariat Majalah Sekolah. Ketiga siswi yang sudah bersahabat karib sejak kelas 1 SMA itu akan berkunjung ke markas besarnya di sebelah ruang kepala sekolah yang sudah direncanakan di jam pelajaran tadi menjelang berakhir. Hawa panas di dalam dan mentari bersinar dengan sangat teriknya di luar saat ini membuat Sisil, Mila, dan terutama Andien merasakan kelelahan. Andien tidak ikut Sisil dan Mila, tapi ke kantin dulu untuk membeli minuman-minuman dingin dan snack-snack untuk dirinya dan kedua teman kesayangannya itu.

“Loe berdua jalan aja terus sampe Sekretariat. Gue ke kantin dulu ya.” Andien mengucapkannya dengan agak lesu dan lemah kepada Sisil dan Mila saat mereka bertiga barusan keluar dari pintu kelasnya. “Laper ama haus nih gue!”

“Loe mau makan lagi?” Mila nanya.

“Enggak.”

“Terus ngapain?” Mila nanya lagi dengan muka sangat berharap ingin ditraktir si Pimpinan Redaksi itu.

“Beli minuman ama snack.” Andien menjawabnya cukup serius. “Kalian berdua jalan aja terus sampai Sekretariat. Kan udah gue bilang tadi.”

“Sekarang gue juga laper dan haus, Ndien.” Sisil menyahut dengan muka memelas ke Andien.

“Gue juga, Ndien.” Mila ikutan sama seperti Sisil.

“Heemm…iya..iya..gue udah tahu kok gelagat loe berdua dari dulu.”

“Udah ah….gue jalan sekarang ke kantin. Entar keburu habis lagi snack dan minumannya.”

Andien segera berjalan sendirian ke kantin. Sisil dan Mila pun saling berpandangan, lalu keduanya tersenyum. Kemudian, Sisil dan Mila jalan bareng ke Sekretariat Majalah Sekolah yang tidak cukup jauh dari kelasnya.

Di jam istirahat kedua ini seringkali sebagian besar siswa dan siswi berada di dalam kelas. Hanya sebagian kecil siswa dan siswi ke kantin untuk makan lagi atau minum minuman dingin atau makan snack. Hal itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor bagi yang memilih berada di dalam kelas, yaitu uang saku tinggal sedikit, ngantuk, dan males keluar kelas sebab di luar panas sekali. Bagi siswa dan siswi yang tergolong ke kantin di jam istirahat kedua juga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu uang sakunya lebih atau anak orang tajir dan sengaja tidak makan atau ngemil di jam istirahat pertama.

Si Redaktur Pelaksana dan si Sekretaris Redaksi itu sedang ngobrol-ngobrol saat hampir sampai ke Sekretariat.

“Mil, kesempatan nih Andien di kantin!” Sisil berbisik ke Mila.

“Kesempatan apa’an nih, Sil?” Mila nanya dengan serius, karena benar-benar tidak tahu.

“Kita main game kartu lagi!” Sisil menjawab dengan bersemangat sekali sambil tersenyum.

“Main game kartu?” Mila nanya dengan terkejut.

“Iya, Milaa!”

“Pengin sih. Tapi ada anak-anak.”

“Kan biasanya kamu yang mengatur mereka kalau nggak ada Andien.” kata Sisil dengan tersenyum.

“Oh iya, siap!” Mila menjawabnya dengan tersenyum.

Sekarang mereka berdua sampai di dalam ruang Sekretariat Majalah Sekolah. Di dalam sebuah ruangan yang rapi dan terdapat beberapa meja dan kursi plus masing-masing komputer PC LCDnya untuk selain Pemimpin Redaksi dan sebuah ruangan khusus Pimpinannya yang tak lain dan tak bukan adalah Andien juga bermeja dan kursi plus sebuah komputer PC LCD, tiga anggota di bawahnya Sisil dan Mila sedang duduk berkumpul membicarakan sesuatu di atas sebuah lantai cukup luas berkarpet hijau. Mereka bertiga juga adik satu tingkatnya Sisil dan Mila.

“Kalian bertiga jangan bilang-bilang ke Pemred ya. Awas kalau sampai dia tahu.” Mila mengancam mereka bertiga pura-pura serius.

“Mbak Mila mau ngapain sekarang?” Salah seorang dari adik tingkatnya Mila dan Sisil bertanya.

“Biasalah. Refreshing.” Mila menjawabnya masih pura-pura serius. Mila segera menuju ke salah satu komputer yang memang posisinya membelakangi pintu Sekretariat. Sisil menahan senyum. Sisil hanya diam dengan mengikuti apa yang sekarang sedang dilakukan Mila, duduk di sebuah kursi di sampingnya.

“Refreshing apa’an sih, mbak?” Salah seorang adik tingkat lainnya nanya.

“Refreshing main game kartu!” Mila menjawabnya dengan pura-pura serius.

“Awas ya kalau kalian bilang ke mbak Andien!” Mila melanjutkan.

“Kita diapain kalau bilang, mbak?” Salah seorang adik tingkatnya yang pertama nanya tadi nanya.

“Gue ganti dengan yang lain!” Mila menjawabnya dengan lirikan pura-pura serius. Sisil tersenyum sebentar dan cepat. Mila dan Sisil sekarang mulai memainkan sebuah game kartu. Ketiga adik tingkatnya Sisil dan Mila tersebut langsung sewot dan kasak-kusuk.

Sisil dan Mila sekarang tampak sedang asyik bermain game. Keduanya tampak serius ingin memenangkannya, karena si Redaktur Pelaksana dan si Sekretaris Redaksi itu sering kalah memainkannya di level yang terbilang sudah tinggi. Di jam istirahat kedua atau terakhir ini, Andien seringkali makan siang dan menikmati sebuah minuman dingin kesukaannya serta sedikit snack. Sekarang ketiga adik tingkatnya Sisil dan Mila itu mulai melanjutkan obrolan-obrolan yang sempat tertunda sejak kedatangan dua orang atasannya itu. Tidak beberapa kemudian, Andien datang dengan membawa dua minuman dingin yang sama dengan yang diminumnya tadi di kantin dan beberapa snack. Dengan sangat terkejut dan langsung cemberut, Andien diam-diam mendekati Mila dan Sisil.

“Heemm….bagus ya kelakuan kalian berdua!” Andien berkata di belakang Sisil dan Mila yang masih berkonsentrasi memenangkan sebuah permainan kartu level atas.

“Hehehehe…” Sisil dan Mila tersenyum-senyum sambil masih melanjutkan bermain. Ketiga adik tingkatnya Sisil, Andien, dan Mila pun ikut tersenyum-senyum.

“Cepet matiin komputernya. Keburu Bu Endah apa Kepala Sekolah tahu loh!” Andien menyuruh mereka berdua menghentikan bermain game. Sisil segera menyudahinya. Sisil berhasil naik satu level, karena dia barusan menang.

“Lagi nanggung nih, Ndien!” Mila menawar. “Bentar lagi ya!”

“Enggak, Mila!” Andien merebut mouse yang dipegang Mila. Setelah itu, Andien segera menghentikan sebuah game kartu yang dimainkan Mila sama seperti yang dimainkan Sisil barusan tadi, lalu mematikan komputernya.

“Duh, padahal bentar lagi menang loh, Ndien! Ah loe, Ndien! Mulai dari awal lagi dech gue!” Mila menggerutu sambil berdiri dari kursinya.

“Horeee!! Gue barusan menaaangg!!” Sisil kegirangan.

“Gue nggak suka kalian berdua terlihat nyantai-nyantai aja!” Andien mengomel.

“Refreshing, Ndien! Gue puyeng mikir pelajaran Matematika tadi!” Sisil beralasan.

“Apalagi gue, Ndien!” Mila ikut dengan wajah memelas.

“Iya…gue tahu. Tapi nggak sekarang dong.” Andien berpesan. “Kalau ketahuan Bu Endah atau Kepala Sekolah, gimana? Pasti gue yang kena damprat!”

“Kan puyengnya sekarang, Ndien!” Sisil membela diri lagi.

“Iya, Ndien.” Mila ikut Sisil lagi.

“Kalian berdua tuh emang selalu bikin gue gemeeesss aja…eehhmm!” Andien berkata dengan tersenyum sambil mencubit masing-masing pipinya Sisil dan Mila.

“Nih snack dan minuman dingin pesenan kalian berdua tadi.” Andien menyodorkan dua kantong keresek warna hitam berukuran kecil kepada si Redaktur Pelaksana dan si Sekretaris Redaksi sekaligus sahabat karibnya. Satu kantong berisi dua minuman dingin kemasan plastik rasa stroberi dan apel dan satunya berisi snack-snack buatan pabrik.

“Terima kasih banyak ya mbak Pimred.” Ucap Sisil kegirangan.

“Nomer satu banget dech sahabatku ini pokoknya.” Ucap Mila terharu dengan memeluk Andien.

“Gue minum rasa apel! Loe rasa stroberi ya Mil!” Kata Sisil ke Mila.

“Enak aja loe! Gue yang apeell…!” Mila merebut sebuah minuman dingin rasa apel yang sudah dipegang Sisil setelah melepaskan pelukannya ke Andien.

“Enggak! Guee tetep apeell..!” Sisil merebut kembali sebuah minuman dingin rasa apel dari tangan Mila. Andien tersenyum-senyum melihat kedua sahabat karibnya itu.

“Yaaa….direbut lagi ama Sisil!” Mila kecewa.

“Rasain! Weeekk..!!” Sisil segera agak menjauh dari Mila dengan meledeknya setelah merebut lagi minuman rasa apel.

“Tapi nggak apa-apa dech rasa stroberi!” Mila pun pasrah. “Yang penting haus ini hilaangg! Hehehe..”

Andien sekarang menyaksikan Sisil dan Mila dengan bersendekap, tersenyum-senyum, dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dua sahabat karibnya itu segera menikmati minuman dinginnya masing-masing.

“Oh iya, maaf ya adik-adik. Kakak cuman bawa dua minuman dingin aja.” Andien balik badan ke tiga anggotanya yang masih berkumpul di atas karpet hijau.

“Maaf…maaf banget ya dik! Kakak nggak tahu kalian bertiga di sini.” Andien meminta maaf lagi ke mereka bertiga.

“Iya nggak apa-apa, kak.” Ketiga anggota redaksi Majalah Sekolah itu menjawabnya serentak.

“Kalian bertiga mau snack-snack ini kan, dik?” Andien menawarkan snack-snack kepada mereka bertiga dengan mengambilnya beberapa dari sebuah kantong keresek tadi.

“Kalo itu sih kita nggak menolak, kak.” Salah satu dari tiga adik kelasnya sebagai perwakilan menjawabnya. Dua temannya di sampingnya hanya tersenyum-senyum.

“Ndien, jangan banyak-banyak mengambilnyaa!” Mila berbisik ke Andien yang sedang membawa beberapa snack ke ketiga anggota redaksinya itu.

“Nanti gue beliin lagi dech. Yang penting loe udah nggak kehausan ama Sisil.” Andien menjawabnya dengan berbisik ke Mila.

“Yaudah dech!” Mila pasrah sambil menikmati minuman dinginnya dengan sedotan yang sudah jadi satu dengan kemasannya.

“Silakan dinikmati snack-snack ini ya dik. Kakak minta maaf sekali lagi ya dik.” Andien berkata kepada ketiga adik kelasnya itu sambil memberikan snack-snack dan meminta maaf kepada mereka bertiga sekali lagi.

“Nggak apa-apa, kak!” Salah satu adik kelasnya menjawab.

“Selama seminggu ini sepertinya kita belum ada kegiatan, dik!” Andien berkata kepada mereka bertiga setelah memberikan beberapa snack. Andien kini berdiri di hadapan ketiga adik kelasnya itu yang masih duduk berdekatan.

“Terus kita bagaimana, kak?” Salah satu adik kelasnya bertanya.

“Kemungkinan besar ada lomba menulis cerpen di minggu-minggu ini, dik.” Andien menjawabnya.

“Waahh…ada lomba menulis cerpen lagi.” Salah satu adik kelasnya sangat senang mendengarnya.

“Kak Andien sepertinya yang juara pertama lagi nih.” Sambung adik kelasnya itu yang pernah ikut lomba menulis cerpen sekolah cuman sekali saat kelas 1 kemarin.

“Gue emang yang terbaik di sekolah ini kalo menulis cerpen.” Andien membanggakan diri di hadapan ketiga adik kelasnya itu. Mereka bertiga hanya tersenyum-senyum mendengarnya.

“Apakah kalian bertiga ikut lomba menulis cerpen lagi, dik?” Andien bertanya sambil berkacak pinggang di hadapan ketiga adik kelasnya itu.

“Ikut, kak.” Ketiganya menjawab dengan serentak dan bersemangat.

“Oke. Kalian bertiga pasti gue kalahin lagi. Percayalah. Gue nanti pasti yang terbaik di sekolah ini lagi.” Andien berkata dengan bersemangat dan cukup angkuh.

“Meskipun kalian bertiga menulis dengan terbaik, gue pasti yang pertama lagi.” Andien berkata kepada ketiga adik kelasnya itu sambil putar badan, lalu berjalan menuju ke dua sahabat karibnya yang sedang bersama menikmati beberapa snack di sebuah meja komputer LCD agak jauh sambil tetap menyimak obrolan-obrolannya si pemimpin redaksi dengan ketiga anggotanya itu sejak tadi. Ketiga adik kelasnya hanya terdiam mendengar perkataan-perkataan pimpinannya itu.

Andien sekarang sudah berada di dekat Sisil dan Mila. Andien langsung mengambil satu snack dari sebuah kantong keresek di atas meja komputer LCD. Wajah Andien terlihat serius. Sisil dan Mila memperhatikannya, tapi mereka berdua diam saja. Sisil dan Mila pun ikut menikmati snack bersama si pimpinan redaksi yang sudah dua kali juara pertama lomba menulis cerpen di sekolah itu.