Chapter 2 : Keempat sekawan
"Malam gelap apa maksudmu?" tanya Olidia yang tidak paham dan tetap lahap memakan makannya.
"Dunia pelacur, kau bisa tinggal di sini bersamaku!" ucap Dax yang membuat Olidia menjatuhkan ayam yang sedang dia makan.
Matanya menatap heran pada Dax, apa yang dia dengar ini nyata? Pria itu ingin bersamanya, tapi apakah ada maksud dibalik itu.
"Kau jangan bercanda, Tuan Dax. Bahkan keluargaku saja tidak menginginkanku," ucap Olidia yang kembali memakan ayam itu.
"Bukannya kau sudah lelah dengan pekerjaan ini?" tanya Dax yang membuat Olidia tetap memakan makanan, walau ingin sekali menerima tawaran tersebut, namun ia takut jatuh semakin dalam.
Ia mohon pada Tuhan agar tidak membiarkan Dax terlalu baik padanya, jika bukan pria itu takdirnya.
Olidia tiba-tiba bangkit, membuat Dax menatap heran. "Tuan Dax, seperti aku pergi saja."
Wanita itu mengemas semua barangnya dan membersihkan kekacauan yang terjadi. Dax tidak paham, di dalam kamusnya tidak ada kata bantuan jika bukan orang yang terlalu dekat dengannya.
Namun hanya dalam waktu satu setengah tahun itu sudah membuat dia seperti ini, berarti Olidia cukup berarti dalam hidup, namun wanita itu selalu menolak kebaikannya.
Kenapa? Apa wanita itu tidak menyukainya seperti yang lain? Dimana yang katanya semua orang memuja seorang Dax Agustian Zhepyros?
"Kenapa?" tanya Dax tanpa sadar.
Olidia menoleh sebentar, lalu berlanjut berjalan kearah dapur. "Apanya yang kenapa?"
"Kenapa kau menolaknya? Apa aku lebih senang bersama para pria itu? Apa sangat menyukai barang-barang mereka? Hingga menolak ajakanku?"
Olidia menoleh kearahnya, dalam jarak 3 meter mereka saling bertatap tanpa ada satu katapun.
Hingga Olidia tersenyum padanya. "Tuan Dax, aku harap kau tidak terlalu baik padaku, karena aku tidak butuh kasihanmu, dan untuk apa kau mengasihi pelacur sepertiku?"
Dax terdiam, Olidia mengambil ponselnya dan berlalu pergi dari rumah itu, niat hati ingin bermalam namun Olidia memilih untuk pergi sebelum perasaan semakin larut.
Ia hanya ingin memposisikan dirinya sebagai seorang wanita bayaran, tidak ada masa depan yang indah di sana sekalipun bergelimpangan harat pelanggan.
.
.
Malam semakin larut, Dax memilih kembali ke klub dan meminum alkohol sebanyak yang ia mau, antara kesal juga tak tau dengan perasaannya, membuat dia memilih melampiaskannya dengan minum semua air keras itu.
"Sial, apa yang salah dengan wanita tak tau diri? Dua bahkan bisa menikmati kekayaan kapanpun yang dua mau, semua orang ingin bersama denganku tapi dia ...."
Saat sedang meracau karena mabuk, ketiga temannya datang dengan wajah heran.
Berisiknya musik malam itu dengan lampu kelap kelip membuat suasana tampak semakin ramai walau pagi hampir menampakkan diri.
Dax yang baru sadar dengan kedatangan pada sahabatnya segera memeluk pria yang profesional sebagai dokter itu. "Ziu, tumben kau tidak sibuk malam ini?"
Pria yang bernama Ziu itu menatap tajam padanya. "Aku hanya takut kau membuat masalah, lagipula ada dokter lain yang bertugas, malam ini biarkan aku santai sedikit."
Ziu mengambil sebatang rokok milik Dax, dia melihat orang-orang yang berjoget tak arah itu dengan heran.
"Gino, kau lihat wanita itu?" tanya Ziu yang membuat pria yang memakai masker juga topi itu melihat kearah yang ditunjuk Ziu.
"Itukan artis senior, seperti dia bukan suaminya? Astaga ini berita besar," ucap Gino sambil menggeleng.
Pria di samping Gino menutup ponselnya lalu minum air yang diminum Dax. "Diamlah! Biarkan itu urusan mereka, jika kau bicara ini pada publik karirmu yang akan jadi taruhannya!"
"Hei siapa juga yang mau membongkar hal ini, hanya saja kau terkejut, berani sekali dia melakukan aksi gila itu di publik," balas Gino yang heran.
"Olidia, harusnya kau jangan menolaknya!" ujar Dax yang membuat ketiga temannya menatap heran pada pria itu.
"Aku heran kenapa dia cukup baik pada wanita bernama Olidia itu? Seberapa cantik sih wanita bayaran itu?" tanya Gino yang heran.
"Dia tidak terlalu cantik, hanya wanita biasa. Mungkin ada hal unik tentang wanita itu," balas Ziu.
"Hei Leo, gadis asuhanmu cantik juga," ucap Gino yang membuat Leo menatap dengan tatapan setajam pisau.
Pria yang berkerja sebagai bodyguard ini memang cukup sensitif dengan gadis yang dia jaga.
Ziu menutup hidungnya saat mencium aroma alkohol yang kuat dari Dax, seberapa banyak yang dia minum.
Saat sedang ada masalah pria itu selalu saja ke klub entah untuk minum atau menjamah pada wanita, intinya semua yang ada di dalamnya membuat dia melupakan segalanya dalam sesaat.
Namun yang bahaya, saat pria itu dalam pengaruh alkohol, dia akan membuat hal yang tak terduga keesokan harinya. Bukan tentang memperkosa wanita, namun marah-marah tak jelas dan merusak segala hal.
Jadi karena kebiasaan itu, Dax selalu menelpon teman-temannya untuk menghentikan aksi gilanya.
Mata Dax yang tadinya tertutup tiba-tiba terbuka dan berdiri dengan tatapan tajam. Ketiga temannya yang melihat itu sontak saja kaget.
"Dax! Apa kau sadar! Dax!" ucap Ziu yang mencoba berkomunikasi dengan Dax yang ia harap kepribadian aslinya tidak keluar.
"BAJINGAN! MENJAUHLAH DARI OLIDIA!" teriak Dax yang tiba-tiba berlari dan menendang salah satu pelanggan di klub itu.
Gino menepuk-nepuk bahu Leo guna menyelamatkan orang itu sebelum berakhir di rumah sakit. "Leo, ayo lakukan sesuatu!"
"Kenapa dia selalu seperti ini?!" tanya Leo yang heran, Ziu juga Gino menatapnya sinis.
Mereka tidak pernah bicara, namun tingkahnya cukup mirip dengan Dax hanya saja Leo tidak suka terlalu banyak minum alkohol, mereka berdua bahkan tidak bisa bayangkan jika keduanya mabuk berdua, dan mereka sama sekali tidak bisa menghentikannya entah apa yang terjadi.
Pukulan membabi buta Dax berikan, membuat semua orang yang melihat itu berteriak.
"KALIAN PARA BAJINGAN! KALIAN SELALU MEMBUAT WANITA ITU MENJAUH DARIKU, DASAR BRENGSEK!" ucap Dax penuh emosi.
Bugh! Sebuah pukulan balok tongkat besi Membuat semua orang melongo.
Brak! Tubuh Dax tumbang karena terkena benda keras itu, kedua temannya menatap tak percaya, namun Dax memang tidak bisa di ajak bicara jika sedang dalam pengaruh alkohol.
Satu-satunya yang membuat dia berhenti melakukan aksi gila ya dengan cara membuat pria itu pingsan.
Leo membungkuk. "Maaf atas keributannya, temanku terlalu mabuk, aku akan bayar ganti ruginya!"
Leo membopong tubuh Dax seperti memanggul sekarung beras, akhirnya mereka pergi dari sana meninggal kekacauan yang Dax buat.
Ketiganya berjalan menuju mobil dan memasukan Dax ke bagasi seakan pria itu bukan manusia, lalu menutupnya.
"Aku rasa anak itu harus di buang saja ke sungai."
"Tidak, kelaut saja, itu tidak akan berbau busuk."
"Mutilasi Saja, lalu kasih makan anjing kita," balas Leo yang membuat keduanya mengangguk setuju.
Walau sirkel mereka agak gila, namun mereka saling peduli dan tolong menolong saat salah satunya kesusahan, entah berapa tahun pertemanan keempat sekawan itu, namun dalam segala hal mereka selalu semena-mena.
