Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. Sebuah Perdebatan

Sejak diberikan rumah oleh Grasto, laki-laki yang dikenalnya saat dia menjajakan diri di Lintas Melawai, Seruni lebih banyak tinggal di rumah. Di rumah itu pula dia sering dikunjungi Grasto, seorang politisi muda yang tampan dan Flamboyan.

Banyak pelajaran yang diberikan Grasto, dari mengubah perilakunya sampai mengubah penampilan. Grasto sangat memanjakan Seruni dan sangat menghargai Seruni sebagai perempuan baik-baik, bukanlah sebagai wanita simpanannya.

Tidak jarang Grasto mengajak jalan-jalan Seruni untuk keliling Indonesia, bahkan kadang ke luar negeri. Tidak sekali pun Grasto memperlakukan sebagai pemuasa nafsunya. Sebagai wanita yang pernah menjajakan diri dan kenal dengan banyak lelaki, Kadang-kadang ada keinginan Seruni untuk diperlakukan sebagai kekasih. Namun, Grasto belum pernah sekalipun melakukan itu.

Sebatas berpelukan dan berkasih mesra memang tetap Grasto penuhi, tapi untuk melakukan hubungan yang lebih dari itu tidak pernah Grasto lakukan. Ada perasaan aneh dalam pikiran Seruni, namun hal itu tidak ingin dia tanyakan pada Grasto.

Semua kebutuhan hidup Seruni dipenuhi oleh Grasto, kebutuhan ruhaninya pun dipenuhi Grasto. Seruni dimasukkan Grasto kesebuah majelis Taklim, sebagai upaya Grasto untuk memperbaiki spiritualitas Seruni.

“Aku senang sekarang kamu lebih religius Runi.. semoga seterusnya kamu akan seperti ini.” Ucap Grasto saat dia berkunjung ke rumah Seruni.

Aktivitas sehari-hari Seruni pun menekuni ibadah. Sesuatu yang tidak pernah dia lakukan selama dia menjadi perempuan jalanan. Tidak ada keterpaksaan Seruni dalam melakukan semua itu, semua dilakukannya dengan penuh kasadaran.

***

Seruni duduk di pangkuan Grasto dengan manja, membelai rambut Grasto dengan penuh kasih sayang. Grasto hanya tersenyum, dia begitu nyaman ada di dekat Seruni.

“Mas, di rumah ini hanya kita berdua. Rumah ini adalah juga rumahmu, yang hanya sekadar aku tempati. Kenapa kamu tidak lakukan apa yang kamu suka?” tanya Seruni dengan menyelidik.

“Maksud kamu apa, Runi? Aku harus melakukan apa? aku harus meniduri kamu? Karena kamu adalah perempuan simpananku, begitu?” Grasto membombardir Seruni dengan berbagai pertanyaan.

“Ya bukan begitu biasanya yang laki-laki lakukan?”

Grasto tidak langsung menjawab, dibelainya rambut Seruni yang begitu lebat, lalu Grasto menjawab pertanyaan Seruni.

“Kita kan sudah lama seperti ini, Runi. Bagi aku itu bukanlah sebuah keharusan, aku sangat menghormati kamu, aku gak mau kamu punya pikiran, kalo aku sudah membeli kamu, teruslah mengenalku, Runi.”

Mata Seruni mulai berkaca-kaca, dengan lembut dan penuh kasih sayang, Grasto terus meyakinkan Seruni, bahwa dia memang mencintai dan menghormati Seruni, bukan hanya sekadar merasa memiliki.

Mereka kembali terdiam dalam kebisuan, hanya mata yang saling menatap penuh kasih sayang, sangat terasa kalau Grasto memang sedang memperlakukan Seruni layaknya pujaannya. Sebuah romantisme yang dewasa tanpa dibumbui nafsu untuk saling menguasai, menjajaki dengan saling pengertian untuk satu tujuan pernikahan yang abadi.

Grasto sangat tidak ingin merasa mentang-mentang, mengaggap Seruni bisa diperlakukannya sekehendak hatinya. Mentang-mentang sudah dicukupi semua kebutuhan Seruni, dia bisa saja lakukan semua yang dia inginkan, dan Seruni pasti tidak keberatan, tapi Grasto bukan laki-laki seperti itu.

Grasto sedang berusaha meninggikan Seruni, agar dia tidak merasa diperlakukan seperti pelacur. Dia ingin Seruni merasa sangat dihargai agar Seruni juga bisa memghargai dia. Grasto tidak seperti banyak lelaki yang merasa memiliki wanita, setelah merasa bisa memberikan apa yang dibutuhkan wanita.

Grasto memanglah seorang politisi muda yang brillian juga termasuk laki-laki yang flamboyan, disukai banyak wanita, eksentrik tapi tidak mata keranjang. Cintanya hanya pada Seruni, pelacur jalanan yang sekarang menjadi kekasih dan calon istrinya.

***

Gedung Parlemen - Koridor

Grasto berjalan di koridor, sesekali menyapa teman-temannya anggota parlemen saat berpapasan, sambil terus menelpon.

“Sayang, ‘ntar malam kita candle light dinner ya, aku mau kasih kamu kejutan.”

“Kejutan apa sih, Mas? Aku jadi penasaran ... jadi pengen malamnya cepat datang deh.”

“Yang namanya kejutan masak dikasih tahu sih, tenang aja ya, aku sekarang sibuk banget, sebentar lagi ada paripurna, masalah kesejahteraan rakyat.”

“Ok deh, kamu jangan lupa makan siang ya ... aku tunggu kabarnya Mas, kalau gak bisa jangan dipaksakan ya.”

Grasto terlihat begitu senang habis menutup HP-nya, sambil terus berjalan menuju ruang sidang. Seruni betul-betul perempuan yang istimewa di hatinya. Ia selalu maklum dengan kesibukan Grasto, tidak pernah cemburu apalagi curiga, itulah yang membuat Grasto sangat menyanyanginya.

Suasana dalam ruang sidang terlihat memanas, beberapa fraksi menginginkan semua lokasi prostitusi yang selama ini sudah dilokalisasikan segera ditutup, sementara beberapa fraksi lainnya mencoba memberikan solusi, agar mereka juga diberikan kesempatan untuk memperbaiki hidup.

Grasto termasuk anggota fraksi yang ingin memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi para PSK yang sudah dilokalisir tersebut, cuma fraksi penentangnya tetap ngotot, dan tidak peduli dengan nasib para PSK yang mau digusur itu.

“Sebagai wakil rakyat, adalah kewajiban kita memperhatikan nasib mereka, sekalipun mereka PSK, hak hidup mereka dilindungi Undang-undang, sama haknya seperti kita. Kita ada di gedung parlemen ini juga karena mereka, jadi tolong hargai posisi mereka.” Grasto mengemukakan argumentasinya membela PSK yang akan digusur.

“Tapi keberadaan mereka itu, seperti borok dalam negara ini,” kata salah seorang anggota dewan lainnya.

“Maaf, saya kurang setuju dengan pendapat ini, kalau mereka borok, lantas para koruptor itu apa? Kenapa sebagian besar dari kita di sini, lebih senang membela para koruptor dibandingkan membela PSK? Jangan-jangan di antara kita inipun ada yang suka menikmati jasa PSK?”

***

Seruni menonton perdebatan yang ditayangkan secara live itu, matanya berkaca-kaca penuh haru, betapa dia melihat Grasto begitu gigih memperjuangkan nasib teman-temannya yang tidak seberuntung dia, begitu bangganya Seruni pada Grasto, laki-laki pujaan yang dicintainya sepenuh hati. Sejurus kemudian, selalu keraguan menyelinap di lubuk hatinya, apakah ia memang pantas mendampingi laki-laki hebat ini.

Seruni tertidur di sofa depan tv, sementara tv tidak lagi menayangkan sidang paripurna tersebut. Seruni yang begitu cantik, lelap tertidur dalam kesendiriannya, dengan hanya mengenakan daster rumahan, dalam temaram bias cahaya tv dia terlihat cantik dalam lelap tidur.

Seorang laki-laki yang begitu seram dan kekar muncul dengan mengendap-endap di rumah Seruni. Dia melihat Seruni yang tertidur begitu pulas. Laki-laki tersebut dengan seketika membekap dan memeluk Seruni dengan erat. Seruni berusaha untuk memberontak, tapi tenaganya tidak sepadan.

Seruni begitu cemas terhadap nasibnya. Dia berusaha untuk melepaskan diri dari laki-laki tersebut. Laki-laki itu semakin beringas. Seruni sangat ketakutan namun dia tidak berdaya. Laki-laki itu berusaha untuk memperkosa Seruni, dengan kasar dia perlakukan Seruni. Seruni sangat ketakutan, mau berteriak tidak bisa, karena tangan yang berotot itu sangat kuat membekap mulutnya.

"Kalau kamu tidak ingin selamat, silahkan terus memberontak!” sergah lelaki itu dengan terus membekap mulut Seruni.

"Tidak ada yang mendengar teriakan kamu …!” lanjut lelaki yang kekar itu.

Laki-laki itu berusaha melucuti pakaian Seruni satu-persatu dengan paksa. Seruni akhirnya hanya bisa pasrah, dia tidak berani melawan ancaman laki-laki itu.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel