Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Tetangga Oh Tetangga

Nita sudah berdiam diri di tempat tidurnya cukup lama. Berkali-kali juga dia mencubit pipinya untuk memastikan kalau semua ini hanya mimpi karena lelah bekerja. Sayangnya bukannya bangun, pipi Nita malah memerah karena bekas cubitan. Nita menggerutu. Kenapa dan kenapa, terus antre di otak Nita. Sampai tiba-tiba pintu kontrakan Nita di ketuk. Setengah mendelik karena yakin itu Aden, Nita berusaha mengatur napasnya agar perasaannya lebih tenang dan bisa menghadapi Aden. Setelah yakin, Nita pun bangkit dan membuka pintu. Memasang wajah malasnya dan berusaha menghindari tatapan Aden.

"Kasih aku kesempatan, Nit?" Tanya Aden memohon dengan iba.

Nita tak merespon dan bersiap menutup pintunya namu gagal karena ujung kaki Aden berhasil membuat celah pintunya.

"Aku janji, ini pertama dan terakhir." Lanjut Aden semakin memohon.

Meski batu, hati Nita masih punya nurani. Dia pun melonggarkan tangannya yang sempat menahan pintu dan bersiap diri untuk mendengar Aden yang dia kira hendak meminta maaf atau semacamnya.

"Ya, silahkan." Singkat Nita dengan wajah super malas.

Mendengar itu, Aden sumringah dan langsung menyerobot masuk tanpa permisi. Dia berlari secepat mungkin ke belakang. Membuat Nita tanggap menyusulnya yang ternyata langsung masuk ke WC. Rupanya bukan soal pernikahan melainkan soal perutnya yang tengah mulas dan sudah tak bisa di tahan lagi. Sehingga tanpa ragu setelah di sangka mendapat izin, Aden langsung menunaikan hajatnya di sana tanpa sungkan.

Berkali-kali Nita mengetuk pintu WC dan berkali-kali pula 'suara alam' Aden memberi jawaban. Sampai-sampai Nita di buat ragu kalau 'suara alam' itu benar atau tidak datang dari dalam WC, karena saking keras dan begitu random bunyinya.

Broooot!

Pretttt!

Blblblb!

Duuuuuut!

Nita semakin di buat kaget dan syok kalau suara itu benar datang dari Aden yang ada di dalam. Saat masih syok, tiba-tiba pintu WC terbuka dan keluarlah Aden dengan wajah leganya. Sambil menepuk-nepuk perutnya, Aden tersenyum senang karena urusannya sudah di tunaikan. Tanpa rasa berdosa juga, Aden pergi tanpa mengucapkan terimakasih. Membuat Nita jengkel dan bergegas menyusulnya setelah memastikan kalau WC-nya tidak rusak dan masih dalam kondisi baik setelah shocking moments tadi.

"Kamu ngapain?"

"Bab, Nit."

"Hah?"

"Memangnya apa? Aku tadi izin ikut bab, WC di tempatku masih rusak."

Syok dengan jawaban Aden, Nita hanya melongo dan tidak menduga kalau dia salah tangkap soal ucapan Aden.

"Kasih aku kesempatan buat bab, aku janji ini pertama dan terakhir aku bab di tempat kamu. Terus kamu bilang, silahkan. Langsung aku masuk, soalnya udah di ujung Nit. Takutnya jebol."

Masih dalam kondisi mematung, Nita berpikir keras belum menjawab penjelasan Aden yang masih menanti dengan ekspresi polosnya. Nita tertawa sarkas setalah loading beberapa menit. Sungguh tidak bisa di percaya kalau dirinya salah tangkap dan mengira Aden akan membahas soal pernikahan itu. Mana mungkin otaknya sampai ke sana. Atau jangan-jangan Aden amnesia waktu itu, sehingga dia lupa akan menikah dengan Nita. Bahkan tanpa rasa bersalah sedikitpun, Aden bersikap seolah tak terjadi apapun dan sempat-sempatnya numpang bab di kontrakannya.

"Jahanam!" Umpat Nita pelan namun tajam.

Perlahan namun pasti, Nita mengangkat sorot matanya ke arah Aden yang masih berdiri di depannya. Dengan jelas, Nita menunjukan kalau nuklir di kepalanya bisa meledak kapanpun.

"Hah? Apa Nit, mi ayam? Nanti sore ya. Aku soalnya belum selesai beres-beres. Sekalian makan malam, nanti aku traktir mi ayam. Oke?" Elak Aden yang perlahan namun pasti mulai angkat kaki dari kontrakan Nita.

Sepertinya laki-laki itu sadar kalau Nita sudah ada di level angkara murka sehingga dia memilih untuk menghindar pergi sambil mengalihkan topik pembicaraan.

Tak henti Nita terus menggosok lantai dan kloset di toiletnya. Dia sangat tidak rela jika Aden meninggalkan 'jejak' disana. Setelah memastikan kalau bekas keberadaan Aden tak lagi terasa, Nita langsung menyiram seluruh sisi WC dengan pengharum. Bahkan dia juga menggantungkan beberapa pengharum juga di sana. Memastikan kalau WC-nya sudah kembali seperti semula tanpa bekas Aden di sana. Setelah dirasa selesai, Nita pun mandi karena hari juga sudah sore dan badannya sudah terlampau busuk di rasa. Selesai mandi, Nita yang rutin menggunakan perawatan wajah, memasang masker bengkuang di wajahnya. Baru saja selesai, tiba-tiba pintu kontrakannya diketuk. Mengira itu Lulu yang hendak mengembalikan senternya yang di pinjam semalam, Nita pun membuka pintu sambil asyik memainkan ponsel dan di saat itu juga listrik tiba-tiba padam. Tak di sangka ternyata Aden yang datang. Sontak saja melihat wajah Nita yang memakai masker putih dengan sorot layar ponsel, Aden langsung berteriak kaget. Begitu juga Nita yang berteriak kaget karena melihat Aden tiba-tiba berteriak.

"Aaaaaa! Setan!" Teriak Aden spontan melihat wajah Nita ditutup masker putih.

"Aaaaaa!" Sahut Nita reflek.

Mendengar kegaduhan itu, Lulu dan beberapa orang muncul karena penasaran. Di saat itu juga, listrik yang sempat padam kembali menyala. Membuat semua orang penasaran dengan apa yang terjadi hingga membuat Aden dan Nita saling berteriak.

"Ada apa?" Tanya Lulu yang langsung menghampiri keduanya.

"Kenapa?" Imbuh Mei yang juga heran meski dia ada di ambang pintu kontrakannya.

"Ku kira setan, ternyata Nita maskeran." Jelas Aden menunjuk wajah Nita, setelah lega kalau ternyata dia salah sangka.

Orang-orang yang merasa dibodohi kemudian bubar setalah menyoraki Aden dan Nita yang tersipu malu karena kebodohan mereka. Begitu juga Lulu dan Mei yang kembali ke dalam kontraknya, meninggalkan Aden dan Nita di tempat mereka.

"Mau apa ke sini?!" Gerutu Nita kesal karena merasa Aden terus mengganggunya.

Tanpa bicara, Aden langsung mengalungkan kresek berisi mi ayam ke jari Nita. Dia tersenyum dan pergi kemudian tanpa mengatakan apapun dan menutup pintu kontrakannya dengan sedikit keras. Membuat Nita sedikit kaget dan sempat tersentak.

"Gue bilang jahanam, woy! Bukan mi ayam!" Teriak Nita dalam hati kecilnya.

Meski akhirnya dia juga ikutan kembali ke dalam dan membawa mi ayam pemberian Aden, Nita sama sekali tak berniat memakannya. Bahkan dia lebih rela kelaparan daripada makan makanan pemberian Aden.

Awalnya.....

Sampai Nita justru tergiur oleh bau harum mi ayam itu. Dua jam lamanya Nita bertahan dengan sikap jual mahalnya.

"Nggak ada sejarah, Nita makan makanan dari Aden setelah tragedi itu!"

"Lagian gue kan bilang jahanam, bukan mi ayam. Budeg!"

Gumam Nita berusaha memprovokasi dirinya untuk tidak mempedulikan pemberian Aden itu. Namun sepertinya cacing di perutnya berontak dan sukses membuat Nita akhirnya melahap mi ayam itu. Meski sampai habis dia melahapanya, Nita sama sekali tak memuji pemberian Aden atau sekedar berterimakasih secara tak langsung. Dia justru kekeuh dengan pendiriannya untuk tidak mengganggap Aden ada.

"Gue cuma laper. Jadi jangan blushing lo!" Omel Nita pada mangkuk kosong seolah mangkuk itu adalah Aden.

Tak mau melihat bekas mi ayam pemberian Aden, Nita lantas bangkit dan mencuci mangkuk itu. Melupakan dirinya yang sudah kenyang menanam mi ayam itu dalam ususnya.

Setelah selesai berdandan, Nita pun segera berangkat kerja karena hari sudah semakin siang. Dia tidak mau terlambat sampai di pabrik. Namun baru saja pintu tertutup dan Nita hendak menguncinya, tiba-tiba Aden datang. Dengan tergesa-gesa, Aden meminta tolong untuk ikut menyetrika sebentar karena colokan di kontrakan Aden rusak. Tak hanya itu, dengan alasan bajunya juga belum kering, Aden memohon agar Nita mengizinkannya sebentar.

"Mau ada inspeksi. Please, Nit?"

"Lima menit!"

Tanpa ragu, Aden yang sudah membawa setrika dan baju ditangannya langsung masuk dan menyeterika. Sementara Nita menunggu di luar dan tepat lima menit, Aden keluar sambil mengancingkan bajunya.

"Makasih." Ucap Aden mengusap kepala Nita sekilas dan pergi setelahnya dengan buru-buru.

Nita sedikit melongo dengan kejadian itu. Namun karena tak mau baper, dia langsung menutup pintu dengan keras dan menguncinya berkali-kali demi mengalihkan suasana hatinya yang tiba-tiba memanas.

"Nih pakai." Titah Aden yang tiba-tiba berhenti di samping Nita yang tengah berjalan ke pangkalan ojek, sambil menyodorkan helm.

Tak mau berangkat bersama, Nita pun tegas menolak dan lanjut berjalan ke pangkalan ojek. Meski begitu Aden tak patah arang, dia langsung turun dan memakaikan helm ke kepala Nita dan mengancingkannya secara paksa. Hal itu sukses membuat Nita protes. Apalagi Aden seenaknya menarik tangan Nita.

"Udah siang, nanti terlambat. Jangan jual mahal. Aku tahu, kamu butuh tumpangan. Telat satu menit kamu di anggap bolos, Nit. Mau?"  Jelas Aden setengah menakuti.

Mendengar itu, Nita berpikir ada benarnya juga. Lagipula dari tempatnya berdiri, Nita bisa melihat tak ada ojek di pangkalan. Sehingga akhirnya Nita menerima ajakan Aden berangkat bersama. Daripada terlambat, tidak ada salahnya berangkat bersama Aden. Ini hanya sebatas tumpangan tak lebih.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel