Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. Batal Nikah

Nita masih tak bisa melepas senyum bahagianya. Sambil sesekali memastikan riasannya masih tertata cantik di wajah juga rambutnya, Nita berkali-kali memuji hasil MUA pilihan sahabatnya itu. Tak bisa Nita ungkap apa yang dia rasakan sekarang. Tentu bahagia dan senang. Sebentar lagi, status gadisnya akan berakhir dengan gelar nyonya Aden Sujendra. Kekasihnya yang sudah dua tahun menjalin hubungan itu, akhirnya mantap untuk mempersunting Nita hari ini. Setelah melamar Nita dua bulan yang lalu, kini tinggal menunggu hitungan menit sampai Aden dan keluarganya datang untuk melangsungkan pernikahan.

Sayangnya, senyum Nita harus pupus setelah hampir empat jam lamanya dia berbunga-bunga. Bukan tanpa sebab, karena tiba-tiba saja seseorang dari saudaranya mengatakan jika mereka harus membatalkan pernikahan itu sebab Aden menghilang setelah pihak Aden menelpon. Nita tak percaya begitu saja. Karena tak mau mendengar kabar yang dia kira bohong, Nita langsung menelpon Aden. Satu kali, tak bisa, karena nomor Aden tidak aktif. Untuk kedua kalinya, Nita masih mendapat respon sama yaitu nomor Aden tak aktif. Sampai untuk kesekian kali setelah 1 jam berlalu, Nita tak juga mendapat respon. Bahkan gadis itu juga berusaha menghubungi Aden lewat sosial media namun nihil. Aden benar-benar tak bisa di hubungi sama sekali. Semua orang panik dan berusaha mencari keberadaan Aden. Bahkan, setelah salah seorang saudara Aden datang memberitahukan hal itu, perwakilan dari keluarga Nita pun berangkat ke sana untuk memastikan.

Malam rupanya datang lebih cepat dari sebelumnya. Nyanyian jangkrik yang harusnya tersamar oleh suara musik pesta, justru terdengar nyaring karena tak ada apapun di sana. Selain Nita yang tengah duduk melamun setelah air matanya kering serta dekorasi panggung pernikahan yang terlihat masih tertata rapi di belakangnya. Bahkan semua orang sudah kembali pulang karena pembatalan acara yang mendadak itu, juga keluarga baik sahabat Nita, juga berusaha membujuknya untuk kembali dan istirahat. Namun Nita tak bergeming dan masih percaya kalau Aden akan datang. Hingga untuk terakhir kalinya, ayah Nita-Sugeng membujuk putrinya itu.

"Tidak apa-apa Nita. Kalau jodoh pasti tidak akan kemana." Ucap Sugeng mengelus bahu anaknya yang terang saja langsung pecah tangisnya.

Dengan sendu, Nita menangis dalam hangatnya bahu sang ayah. Meratapi nasib buruknya yang terjadi hari ini. Hari dimana harusnya penuh dengan tawa bahagia justru di isi oleh tangis nestapa. Nita mengutuk keadaan. Bukan, tepatnya mengutuk mantan calon suaminya-Aden. Kemana sebenarnya laki-laki itu lenyap. Andai Aden benar-benar hilang, Nita ingin bumi menelannya bulat-bulat saat itu juga. Nita ingin kalau Aden benar-benar lenyap seperti lenyapnya dia hari ini yang tanpa sebab meninggalkan dirinya juga membatalkan pernikahan yang membuatnya patah hati dan membuat keluarganya malu. Nita benar-benar benci hari ini. Lebih benci lagi dia pada Aden yang membuat hari ini terjadi.

Setelah kakak Aden-Juni datang bersama beberapa keluarga untuk mengucapkan permintaan maaf atas tragedi pernikahan itu, baik Nita dan juga keluarganya akhirnya ikhlas dan memaafkan. Terlihat Nita juga mulai bisa tersenyum rela. Biarpun dalam hati kecilnya, dia masih mengutuk Aden dan memberikan laki-laki itu sumpah serapah karena tingkahnya yang harus dia tanggung setelah ini. Bukan hanya malu, tentu kuping Nita harus siap mendengar gunjingan tetangga juga saudara. Itu saja mungkin belum cukup, Nita juga harus melihat akibat yang Aden sebabkan membuat ayahnya harus menanggung beban sosial. Nita selalu menyalahkan dirinya atas itu. Berkali-kali meminta maaf pada mendiang ibunya karena hal bodoh yang dia lakukan karena mempercayai Aden. Rasanya tak tega saat ayahnya harus melewati hasil pahit yang Nita petik. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Nita tak bisa menjadikan bubur itu kembali berbentuk nasi. Sekarang Nita hanya bisa berusaha agar bubur itu menjadi lezat dengan memberinya bumbu. Meski tak bisa tiba-tiba lupa dan bangkit begitu saja, Nita bertekad untuk move on. Menyingkirkan semua bayang-bayang tragedi itu dan tentu saja mahluk yang menciptakan kekacauan itu. Aden!

"Jangan lupa kasih bapak kabar kalau sudah sampai." Pesan Sugeng setelah memasukan tas terakhir Nita ke dalam bagasi mobil.

Meski bisa di bilang kalau Nita lahir dari keluarga berada, Nita memilih untuk pergi ke ibu kota untuk bekerja setelah enam bulan berlalu dari tragedi pernikahan itu. Selain untuk mencari pengalaman baru, Sugeng juga mengizinkan karena dia tahu Nita juga berhak untuk mendapatkan kehidupannya kembali. Ya, niatan Nita bukan hanya bekerja. Lebih ke menata hati dan pikiran agar dia bisa segera menghapus nama Aden dalam hatinya. Bukan! Tepat dalam hidupnya. Nita tak mau mengakui kalau dia pernah mencintai laki-laki brengsek yang kabur dari pernikahan mereka itu.

Sugeng melambaikan tangan sesaat setelah putrinya itu menutup pintu mobil. Tak berselang lama, mobil perlahan pergi dan akhirnya tak lagi ada di sekitar rumah bercat merah jambu itu. Mobil itu akhirnya pergi meninggalkan Sugeng dengan Nita di dalamnya.

Berat memang. Nita akui kalau dia merasa setengah hati meninggalkan ayahnya. Apalagi sekarang kakaknya-Aksa hanya bisa datang ke rumah seminggu sekali karena sibuk. Tapi karena Sugeng mengizinkan dan Nita juga ingin bisa secepatnya bangkit, Nita akhirnya nekad. Nita tak mau terus berhutang pada waktu karena Aden. Laki-laki itu! Nita sudah tak mau membahasnya atau bahkan menyebut namanya lagi.

Beberapa jam dalam perjalanan dan beberapa kali juga berhenti istirahat, Nita akhirnya bisa melihat padatnya ibu kota. Gedung pencakar langit yang tinggi menjulang. Pemukiman pada yang sesak dan tak sedikit juga yang kumuh. Serta ciri khasnya yang tak bisa Nita tolak. Sampah dan baunya yang begitu menusuk hidung. Apakah benar itu ibukota? Nita harus menerima kenyataan, memang seperti itulah ibu kota. Mau tak mau Nita harus beradaptasi meski tiba-tiba saja hidungnya kangen dengan udara kampung tempat dia tinggal.

Setelah menerima telepon dari temannya, Nita pun akhirnya turun di tempat temannya menunggu. Tentu Nita tak sembarang pergi tanpa tujuan. Apalagi ke ibu kota yang dia saja belum pernah mencicipi bagaimana kerasnya kehidupan di sana. Meskipun beberapa kali Nita sempat singgah, namun Nita belum pernah tinggal sebelumnya. Itulah kenapa Nita berani pergi. Selain pekerjaan, teman Nita-Lulu juga sudah menjamin tempat tinggal Nita. Pokoknya Nita hanya tinggal ongkang-ongkang kaki tanpa pusing memikirkan kerja apa dan tinggal di mana.

"Kok tiba-tiba datang ke sini. Move On-nya masih on proses ya?" Tanya Lulu menyinggung soal pernikahan Nita.

"Justru itu, aku ke sini. Aku akan buktikan pada dunia kalau...."

"Kalau kamu Marimar?"

"Kok Marimar sih?"

"Udah-udah, out!"

Keduanya lantas berhenti setalah Lulu menunjukan kontrakan yang akan menjadi tempat tinggal Nita.

"Welcome home..." Ucap Lulu meletakan tas Nita di depan pintu kontrakan yang sudah dia buka.

Nita pun masuk dan menyapu seisi ruangan itu. Setelah senang karena kondisi tempat itu sesuai ekspektasi, Nita langsung memeluk Lulu dan mengucapakan terimakasih.

"Kalau butuh sesuatu......" Ucap Lulu memotong kalimatnya dan mengetuk tembok beberapa kali.

"Aku di sebelah." Imbuhnya kemudian.

Terasa sekali jika urusannya di permudah oleh-Nya. Nita sangat bersyukur untuk itu dan berterimakasih karena Dia mendukung usaha Nita. Selain itu, Nita juga senang karena ternyata kontrakannya kembar siam dengan Lulu dan hal itu membuatnya semakin mudah beradaptasi. Setelah Lulu pergi, Nita pun mulai membuka barang bawaannya dan menatanya. Selesai dari itu, Nita yang lelah kemudian memutuskan untuk istirahat sejenak sebelum mencari makan.

"Bapak juga sehat-sehat ya di kampung. Nita janji akan jaga diri di sini. Nita sayang sama bapak. Titip salam juga buat mas Aska ya?" Ucap Nita menutup panggilan telepon dari Sugeng.

Setelah selesai, Nita yang memang sudah berniat pergi keluar untuk mencari makan, kedatangan tamu. Nita yang tahu suara ketukan pintu itu dari Lulu, karena temannya itu sempat memanggil namanya, bangkit dan membuka pintu.

"Tadaaa!" Ucap Lulu menunjukan beberapa kantung makanan.

Tak lupa, dia juga membawa sang suami-Mei, untuk di perkenalkan dengan Nita. Ketiganya kemudian makan bersama sambil mengobrol di dalam kontrakan Nita.

"Selamat istirahat. Jangan sungkan kalau butuh sesuatu, oke?" Ucap Lulu setelah selesai makan dan mengobrol.

Karena hari sudah masuk dini hari, Lulu pun pamit dan menyuruh Nita untuk istirahat karena paginya, mereka akan beres-beres kontrakan Nita.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel