Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Episode 11

“Enggak udah beda, kamar yang sekarang di samping kamar yang lama,” jawab Attar.

“Kalau gitu nggak usah dianterin, biar abang yang bawa Akbar sendiri. Masih ingat kamarnya,” ucap Ferdi.

“Nanti nggak bisa buka pintu,” ucap Azahra.

“Bisa,” jawab Ferdi yang kemudian pergi meninggalkan ruang tamu tersebut.

"Daddy,” Azahra tersenyum dan duduk disamping Daddynya. Tangannya melingkar di pinggang Daddynya.

"Anak Deddy kelihatannya terlalu senang ya,” Attar tersenyum dan mengusap kepala putrinya.

Azahra hanya tersenyum malu mendengar ucapan Daddynya.

“Jadi anak gadis nggak boleh genit,” Attar berucap dengan sedikit menarik hidung putranya.

“Gak Genit kok dad,” jawab Azahra.

“Gak genit, cuman ya seperti itulah,” ucap Alisa.

Azahra hanya memajukan bibirnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Daddy dan juga mommynya.

“Kasihan itu Ferdinya kalau digombalin terus,” kata Alisa.

Azzahra hanya tersenyum ketika mendengar apa yang dikatakan oleh mommynya.

Ferdi turun ke bawah setelah meletakkan Akbar di kamarnya. Ferdi duduk di kursi sofa di depan om dan tantenya.

Ferdi melihat pelayan meletakkan minuman di depannya.

"Jadi gimana rencananya,” tanya Attar.

“Ya seperti yang diminta Papa uncle, aku mau ngajuin pensiun muda dari kesatuan, dan kemudian juga setelah itu aku mau mulai berbisnis,” jelasnya.

“Rasa uncle juga seperti itu, kasihan itu papa sama mama ditinggalin terus, mana anaknya cuman satu lagi,” ucap Attar.

“Namanya tugas uncle,” jawab Ferdi.

“Bisnis apa yang rencananya mau diambil.” Tanya Attar.

“Aku aku mau ngambil bisnis bahan material bangunan uncle,” ucapnya.

“Itu bagus, kalau butuh lahan untuk gudang punya kita ada,” ucap Attar yang memang sudah sangat memahami bisnis yang akan diambil oleh keponakannya.

Ferdi menganggukkan kepalanya, “tapi aku belum terlalu ngerti masalah bisnis,” ucapnya.

“Menjalankan bisnis itu tidak mudah. Selain dibutuhkan uang Kita juga harus memiliki kemampuan dan juga manajemen keuangan yang baik.” Jelas Attar.

Ferdi menganggukkan kepalanya. “Aku belum punya pengalaman uncle,” ucapnya.

“Uncle membuat cabang perusahaan baru di bidang material, dan di sana belum ada yang mengisi jabatan direktur utama.” Attar tersenyum saat menjelaskan hal tersebut. Pria itu sudah menyiapkan perusahaan tersebut dan juga jabatan direktur utama yang sudah dirancangnya untuk keponakannya. Selama ini Attar selalu berharap bahwa keponakannya mau terjun ke dunia bisnis seperti yang dijalaninya. Namun karena profesi keponakannya tersebut yang membuat dirinya tidak bisa meminta keponakannya untuk jadi pemimpin di perusahaan yang baru didirikannya tersebut.

“Jadi uncle sekarang buka perusahaan material bangunan juga,” Tanya Ferdi yang selama ini mengetahui bahwa perusahaan yang miliki unclenya bergerak di bidang semen.

“Iya. Sampai saat ini masih uncle yang mengelolanya. Bagaimana apa Ferdi mau uncle letak di perusahaan kita,” tanya Attar. Perusahaan itu baru beroperasi sekitar 2 bulan yang lalu.

“Maksudnya uncle,” tanya Ferdi.

“Ferdi akan uncle promosikan di perusahaan baru kita. Hanya saja, sebelum dipromosikan di sana, uncle akan bimbingan khusus terlebih dahulu selama 3 bulan. Jadi setelah selesai masa training, baru akan dipromosikan jabatan direktur di sana. Namun di sini uncle tidak bisa langsung memutuskan Ferdi menjadi direktur utama, karena nanti akan ada 3 calon yang siap bersaing untuk mendapatkan jabatan itu. Setelah 3 bulan pemantauan baru bisa dipastikan siapa yang akan diambil untuk menjabat jabatan tersebut.” Attar menjelaskan keponakannya.

Ferdi tertawa ketika mendengar penjelasan Unclenya. “Aku kira tadi aku calon satu-satunya uncle,” ucapnya.

“Itu perusahaan besar tidak bisa sembarangan,” jawab Attar.

Ferdi mengangkat jempolnya, “aku menerimanya uncle. Tidak masalah ada saingan atau tidak,” ucap pria itu dengan sangat tegas.

Attar tersenyum dan menganggukkan kepalanya, “training 3 bulan,” ucapnya mengangkat tiga jarinya.

“Tidak masalah uncle. Hanya saja dalam waktu 1 minggu ini aku akan sibuk untuk mengurus urusan aku di kesatuan dulu,” ucap Ferdi.

“Iya tidak apa selesaikan dulu urusan di sana,” jawab Attar.

Ferdi mengobrol dengan Unclenya, mereka bercerita tentang bisnis yang akan dipimpin oleh Ferdi nanti.

“Aku pamit pulang dulu ya uncle, sudah sangat malam,” Ferdi berkata setelah pria itu meminum teh yang ada di cangkirnya.

“Iya hati-hati,” ucap Attar.

“Iya uncle,” jawab Ferdi yang beranjak dari tempat duduknya.

Sejak tadi Azahra menjadi pendengar yang baik. Ia hanya diam ketika mendengar obrolan serius antara Daddy dan juga abang sepupunya tersebut.

Azahra beranjak dari tempat duduknya. “Kalau ngantar ke depan boleh ya,” pintanya.

Attar tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Ferdi menyalami tangan omnya tersebut dan kemudian pergi meninggalkan ruang tamu setelah berpamitan.

"Sebenarnya nggak perlu diantar Abang bisa jalan sendiri,” Ferdi berkata dengan memandang Azahra yang berjalan di sampingnya.

“Nggak sopan Bang kalau tamunya nggak diantar sampai depan,” Azahra memberi alasan.

“Kalau ngomong kenapa pintar banget, dapat juara berapa kalau untuk bicara,” tanya Ferdi.

“Abang tahu nilai bahasa Indonesia Rara paling tinggi di kelas,” ucapnya yang selalu mendapatkan nilai tertinggi untuk seluruh materi pelajaran.

“Iya adek abang sangat pinter, abang pulang dulu ya,” Ferdi berkata ketika akan membuka pintu mobilnya.

“Iya hati-hati ingat ya yang Rara bisikin tadi itu beneran,” ucap Azahra yang tersenyum menunjukkan deretan giginya yang putih.

Ferdi merasakan debaran di dadanya saat mendengar ucapan gadis tersebut. Sejak tadi dirinya begitu salah tingkah ketika berhadapan dengan om dan juga tantenya. Sekarang dirinya kembali merasakan tidak menentu oleh perasaannya sendiri. Gadis itu begitu pandai membuatnya terbang saat mendengar gombalan dari gadis tersebut. “Nanti ya, Abang ambil hati calon mertua dulu,” ucapnya yang tersenyum tipis.

Tanpa malu-malu Azahra menganggukkan kepalanya.

Ferdi merasa sangat gemas ketika memandang sikap gadis itu, ingin rasanya ia mencubit pipi gadis tersebut, atau menarik hidungnya, namun hal itu sudah pasti tidak mungkin dilakukannya mengingat gadis itu sekarang sudah menjadi gadis yang dewasa bukan anak kecil lagi.

"Udah adek masuk ke dalam, Abang udah masuk mobil nih mau jalan,” ucapkan.

“Abang jalan duluan nanti kalau udah nggak kelihatan baru Rara masuk ke dalam,” ucap Azahra.

Ferdi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Pria itu melambaikan tangannya dan menjalankan mobilnya.

Ferdi hanya tersenyum memandang kaca spionnya ketika Azahra masih berdiri di tempat yang tadi sambil melambaikan tangannya.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel