Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1

XUITCASECITY - Need Somebody

Lagunya enak banget, sambil dengerin, ya!

***

"We're all need somebody, to love."

Secangkir kopi susu kini tersaji di hadapan seorang gadis yang tengah duduk termenung seraya melirik ke luar jendela, matanya menatap buliran hujan tanpa kedip. Seolah itu menghipnotisnya untuk tetap diam tanpa suara, atau beranjak.

Sudah sekitar dua jam ia berada sendiri di cafe ini, benar-benar sendiri, bahkan tidak bersuara kecuali jika pelayan bertanya ia ingin memesan apa. Dan secangkir kopi yang sudah hampir dingin ini lah yang menemaninya.

"Sendirian aja?" perhatian Bella langsung teralih pada seorang lelaki yang tiba-tiba duduk tanpa permisi di hadapannya.

"Kamu siapa?" tanya Bella, sinis.

"Yaampun, kamu ... baper nih gue." Lelaki itu terkekeh.

Bella mengernyit tak mengerti. Selama ia hidup, menurutnya Aku-Kamu adalah bahasa yang paling sopan. Dan Bella juga bukan orang asli Jakarta, sehingga tidak terbiasa dengan bahasa mereka dengan Gue-Lo.

"Yah, kok diem. Daritadi gue perhatiin, lo diem aja. Sampe gue kira bisu." Lelaki itu terkekeh.

Bella menaikkan sebelah alisnya. "Kamu ngeliatin saya, daritadi?"

"Lo nggak sadar?" Lelaki itu menggelengkan kepalanya, "ternyata lo type cewek yang tidak peka, dua jam gue ngeliatin lo, masa nggak sadar?"

Bella menggelengkan kepalanya.

"Yaudah lah, lupain. Lo lagi nunggu seseorang di sini? Atau nunggu hujan reda?" tanya lelaki itu.

"Bukan urusan kamu," sahut Bella, ketus.

"Lo ngomong pake aku-kamu, tapi kasar amat, ya." Komentarnya, "lo lagi nunggu orang? Jemputan? Nggak bisa pulang karena hujan?"

"Udah saya bilang, bukan urusan kamu," balas Bella sinis. Ia paling benci dengan lelaki sok kenal sok dekat seperti lelaki di hadapannya saat ini.

"Yaudah, kalau gitu minta nomor whatsapp lo, deh."

"Buat apa?"

"Buat gue chatting tiap saat, biar deket terus jadian, biar urusan lo bisa jadi urusan gue juga," ucapnya seraya terkekeh.

"Mending kamu pergi," usir Bella.

"Setelah gue dapet kontak lo," ujar Lelaki itu seraya terkekeh.

"Saya nggak mau kasih kontak saya ke kamu." Bella melotot padanya.

"Kenapa?" tanya Lelaki itu dengan alis terangkat satu.

"Saya nggak kenal kamu."

"Oalah, ternyata lo ngode buat kenalan." Lelaki itu berdehem, kemudian mengulurkan tangannya untuk bersalaman, "kenalin, nama gue Renaldo Adijaya. Lo mau panggil sayang, beb, cinta, baby, honey, sweetie, atau husband? Semuanya boleh."

Bella memutar kedua bola matanya dengan malas. Ya ampun, sepertinya ia salah berbicara. Tipikal lelaki seperti ini tidak akan menyerah sebelum ia mendapatkan apa yang dimaunya, namun Bella juga kekeuh tidak mau memberikan kontak pribadinya. Untuk apa?

"Jadi ... kan kita sudah kenalan, sudah boleh minta kontaknya, dong?"

"Nggak," ketus Bella. "Kamu paham bahasa Indonesia nggak, sih?"

"Paham banget, lah. Tadi lo ngode aja gue paham, ginih cewek. Giliran cowok udah peka, masih aja disalahin."

"Tujuan kamu duduk di sini dan minta kontak saya itu buat apa sebenarnya?"

"Buat nambah temen, banyak temen banyak pahala, kan?"

"Ngarang dari mana coba." Bella menggelengkan kepalanya.

"Yaudah, karena gue bukan type cowok pemaksa." Renaldo bangkit dari duduknya, "gimana kalau kita ketemu lagi untuk kedua kalinya, lo kasih gue kontak lo."

Bella mengangkat sebelah alisnya. "Kedua kali?"

Renaldo mengangguk, "iya. Ini pertemuan pertama kita, kalau kita ketemu untuk kedua kalinya, nggak ada alasan lagi buat lo nolak kasih kontak lo ke gue."

Bella menghela napas, tidak mungkin mereka akan bertemu untuk kedua kali 'kan? Bertemu di sini saja sudah rasanya cukup. Di mana mereka bisa bertemu untuk kedua kali jika Bella hanya gadis yang hoby-nya sekolah dan pulang ke rumah?

Maka dari itu, Bella memutuskan untuk menganggukkan kepalanya. "Oke."

Senyum mengembang di bibir Renaldo. "Gue inget janji lo hari ini, ya."

"Iya," sahut Bella dengan malas.

"Sampai jumpa di pertemuan kedua." Renaldo mengedipkan sebelah matanya kemudian pergi meninggalkan Bella sendiri.

"Semoga pertemuan kedua itu nggak pernah ada," gumam Bella.

**

Rabella menatap seragam sekolah yang kini tergantung di sebuah patung di kamarnya. Gadis itu menghela napasnya berat. Seragam baru lagi, sekolah baru lagi, ini sudah yang kesepuluh kali dalam dua tahun belakangan ini. Ia akhirnya pindah sekolah lagi.

Jenius High School, kali ini menjadi pelabuhan terakhir Bella, mungkin kalau ia tidak pindah lagi. Waktunya sisa delapan bulan untuk menyelesaikan study, dan ia harap ini adalah sekolah terakhir untuknya sampai ia lulus nanti.

Karena sekolah yang berpindah-pindah, Bella hampir tidak mempunyai teman yang tetap. Semuanya akan hilang saat ia meninggalkan sekolahnya, seolah tidak ada kenangan yang diberikan.

Gadis itu menghela napas, kemudian meraih seragam itu dan mengenakannya. Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat lima, pertanda masih ada satu jam lagi waktu untuknya berangkat.

Tidak membuang waktu lama, Bella meraih tas sekolahnya dan berjalan keluar kamar untuk menghampiri Pak Jaya, supir pribadi kedua orangtuanya.

"Non, mau berangkat sekarang?" tanya Pak Jaya saat melihat Bella mendekat.

Bella mengangguk, "iya."

"Siap, kalau gitu ayo masuk, Non." Pak Jaya membukakan pintu mobil untuknya.

Gadis itu melesat masuk dan duduk seraya menyenderkan tubuhnya di jok. Rasa lelah meliputi dirinya, ia tidak bisa tidur semalaman. Ini akibat ia terlalu memikirkan yang tidak-tidak.

Selama di perjalanan menuju ke sekolah, Bella hanya diam seraya menatap ke luar jendela. Pikirannya yang menjalar, berbagai pertanyaan muncul di benaknya.

Bagaimana kalau nanti teman-teman barunya tidak menyukainya? Bagaimana kalau-

"Non, sudah sampai," ucap Pak Jaya membuat Bella tertarik dari lamunannya.

Bella mengangguk, setelah mengucapkan terima kasih, ia turun dari mobil dan menatap suasana baru yang ada di hadapannya. Jadi, ini sekolah yang hampir diimpikan seluruh pelajar di Nusantara?

Gadis itu melangkahkan kakinya, seraya kembali mengingat ruangan kepala sekolah yang kemarin didatanginya. Sebelum masuk kelas, Bella disuruh untuk mendatangi Kepala Sekolah terlebih dahulu, entah untuk apa.

Bruk!!!

Hampir saja Bella terjatuh kalau ia tidak bisa menopang tubuhnya. Gadis itu mendongak, menatap seseorang yang tadi menabraknya dengan tiba-tiba. Matanya memincing tidak suka pada orang itu.

"Sorry, gue nggak sengaja," ujar lelaki di hadapannya, "eh, lo?"

Bella hampir saja merutuk dalam hati.

"Ya ampun, kenapa pertemuan kedua kita secepat ini?" Renaldo tertawa seraya menggelengkan kepalanya, kemudian perhatiannya teralihkan pada seragam yang dikenakan Bella, "lo murid baru di sini?"

"Harus ya, saya jawab?" sinis Bella.

"Enggak, sih. Tapi jawabannya pasti iya," Renaldo terkekeh, "kalau gitu, gue mau nagih janji lo sekarang, deh."

"Janji apa?"

"Pertemuan kedua, mana kontak pribadi lo?"

*CINDERBELLA*

Pertemuan yang manis, ya?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel