Pustaka
Bahasa Indonesia

Cinderbella

47.0K · Tamat
Libra Girl
34
Bab
2.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Ini bukan kisah dongeng tentang gadis malang yang merubah nasibnya ketika bertemu dengan pangeran.Ini juga bukan kisah gadis yang merubah hidupnya karena bertemu dengan Ibu peri.Tapi ini kisah tentang Rabella Tazqia, gadis cantik dengan sejuta rahasia. Dan dia, berhasil menarik perhatian Renaldo Adijaya. Lelaki tampan dengan sejuta pesona yang terkenal dengan predikat, buaya."Handphone lo udah gue kasih password, dan cuman gue dan lo yang tau. Habis ini, hati lo yang harus dikasih password, dan cuman gue yang boleh tau. Biar cuman gue yang bisa buka, yang lain gagal." -Renaldo Adijaya

TeenfictionKampusSweetBaper

Prolog

Hujan, mungkin sebagian orang menyukai puisi atau hal manis yang berkaitan dengan hujan. Begitu juga dengan gadis cantik yang kini tengah duduk termenung di dekat jendela sebuah cafe, matanya hampir tidak berkedip menatap bulir hujan yang mengaliri kaca.

Gadis itu kembali memijak dunianya, kemudian berkedip dan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Napasnya terhembus kasar, ternyata begini akhirnya.

Harusnya ia sudah tahu, bahwa yang ia tunggu tidak akan pernah datang. Gadis itu memejamkan mata, mengingat perjanjiannya dengan seorang lelaki sekitar tiga tahun yang lalu.

Ia tersenyum tipis, mengingat betapa bodohnya ia bisa memercayai mulut manis yang suka menebar harapan tanpa adanya kepastian itu.

Saat ia sudah beranjak, bersiap untuk meninggalkan tempat yang tadinya akan menjadi wadah pertemuannya dengan lelaki itu, denting suara bel membuatnya mendongak.

"Kamu sudah mau pergi?" tanya seorang lelaki yang kini berjalan ke arahnya.

Dia datang, di saat gadis itu sudah memutuskan untuk mengakhiri segalanya. Tidak semudah itu untuk ia bisa memaafkan, tidak setelah lelaki itu berhasil membuatnya menunggu tanpa kepastian selama tiga tahun lamanya.

"Kamu tidak tepat janji." Mata tajam Rabella menatap lelaki di hadapannya tanpa berkedip.

"Waktu masih ada 8 jam lagi sebelum tepat jam 12 tengah malam, aku belum terlambat." Lelaki itu tersenyum, "kamu yang masih tidak sabaran, masih seperti dulu."

"Lalu, sekarang, apa?" tanya Rabella.

"Kamu sudah tau jawabannya," mata teduh lelaki itu balas menatap manik mata Rabella.

Hujan, mungkin sebagian orang menyukai puisi atau hal manis yang berkaitan dengan hujan. Begitu juga dengan gadis cantik yang kini tengah duduk termenung di dekat jendela sebuah cafe, matanya hampir tidak berkedip menatap bulir hujan yang mengaliri kaca.

Gadis itu kembali memijak dunianya, kemudian berkedip dan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Napasnya terhembus kasar, ternyata begini akhirnya.

Harusnya ia sudah tahu, bahwa yang ia tunggu tidak akan pernah datang. Gadis itu memejamkan mata, mengingat perjanjiannya dengan seorang lelaki sekitar tiga tahun yang lalu.

Ia tersenyum tipis, mengingat betapa bodohnya ia bisa memercayai mulut manis yang suka menebar harapan tanpa adanya kepastian itu.

Saat ia sudah beranjak, bersiap untuk meninggalkan tempat yang tadinya akan menjadi wadah pertemuannya dengan lelaki itu, denting suara bel membuatnya mendongak.

"Kamu sudah mau pergi?" tanya seorang lelaki yang kini berjalan ke arahnya.

Dia datang, di saat gadis itu sudah memutuskan untuk mengakhiri segalanya. Tidak semudah itu untuk ia bisa memaafkan, tidak setelah lelaki itu berhasil membuatnya menunggu tanpa kepastian selama tiga tahun lamanya.

"Kamu tidak tepat janji." Mata tajam Rabella menatap lelaki di hadapannya tanpa berkedip.

"Waktu masih ada 8 jam lagi sebelum tepat jam 12 tengah malam, aku belum terlambat." Lelaki itu tersenyum, "kamu yang masih tidak sabaran, masih seperti dulu."

"Lalu, sekarang, apa?" tanya Rabella.

"Kamu sudah tau jawabannya," mata teduh lelaki itu balas menatap manik mata Rabella.