Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

Pov author

Sabtu pukul 8.30 am

Fhika sudah selesai membuat sarapan untuk kedua anak dan suaminya. Karna hari ini Re pulang dari Jogja.

Setelah semuanya siap di atas meja makan, dia ke kamar Linxi untuk membangunkan kedua anaknya yang udah pasti masih ngebo.

"Ya salam, mereka berdua masih ngebo." Keluhnya.

Fhika berjalan mendekati Linxi yang tidur diatas. Menepuk-nepuk lengan Linxi. "Lin, bangun! Linxi!" Masih aja sama. malah nggak gerak.

Beralih ke Lira yang tidur di bawah. "Lira, Lir, bangun."

"Heran, ya, punya dua anak kok sama-sama kebo! Perasaan waktu orek masih anak normal deh!"

Fhika berjalan ke kamar mandi. Mengambil segayung air. Dia cipratkan ke wajah Lira.

"Woi! Bocor, woi!" Teriak Lira tanpa ngebuka matanya.

Gantian Fhika cipratin ke muka Linxi. "Kok bisa bocor sih, padahal udah pake apitek deh." ucapnya dengan tetap merem.

"Yaampun, gitu juga masih pada merem!" Fhika kesal dan narik kaki kedua anaknya.

"Mama! Mama ngapain?" Tanya Lira.

"Nanam biji kangkung!" Jawab Fhika sekenanya.

"Emang ada, ya?" Tanya Lira yang belum sadar sepenuhnya.

"Mama lagi bangunin kita, bego!" Linxi bangun dan jalan ke kamar mandi.

"Ayo cepet mandi. Kita nunggu Papa pulang." Fhika narik tangan Lira.

"Iya, iya, Ma."

**

"Papa udah sampai mana, Ma?" tanya Linxi.

"Udah dekat. Mungkin 10 menit atau 7 menit atau 5 menit atau ...."

Ting tong! Ting tong!

"Biar gue aja yang bukain." Lira langsung berlari menuju pintu depan.

Saat dia buka pintu, terlihat papa ter sayangnya dengan baju santai sambil gendong tas. Mirip anak kuliahan.

"Papa!" Lira langsung memeluk papanya erat. Re balas memeluk anaknya gadisnya. "Lira kangen, Pa."

"Papa cuma pergi 2 bulan, ege." jawab Re santai.

"Tetep aja Lira kangen. Pengennya sih ketemu papa tiap hari." Lira ngelepasin pelukannya.

"Bawa apa buat Lira?"

"Papa bawain boneka mau?" tanya Re ngengoda anaknya.

"Iiihh, apaan. Ogah!"

Lira ngegandeng tangan papanya masuk kedalam rumah.

"Yaampun, Lir, lo tuh udah segede king kong. Nggak malu apa masih aja manja-manjaan sama papa gitu?" Linxi geleng-geleng kepala liat saudara kembarnya over manja. Iya kalo sama Papa Re, Lira beneran manja bangeettt.

"Bacot lo!" Lira sewot.

"Inget, Lira. Itu suami Mama lho." Sahut Fhika.

"Mama harus tau, ini papanya Lira lho." Balas Lira.

"Papa gue juga, ege!" Linxi ikutan nimbrung.

Re tersenyum bahagia. Dia begitu bahagia memiliki keluarga hangat seperti ini.

"Ya, tapi kan nggak harus mepetin Papa terus, Lir." sahut Fhika lagi.

"Mama lagi cemburu ya? Mama cemburu sama anak sendiri?" tanya Lira tanpa lepasin lingkaran tangannya di lengan Re.

"Wajar dong. Kamu, kalo Papa dirumah nempelin Papa terus. Mirip cash sama hape nya. Nggak bisa pisah."

Lira yang menyadari itu hanya tertawa kecil. "Iisshh, Mama pelit."

Lira dan Re duduk dimeja makan nusulin Linxi. Fhika pun ngambilin nasi di piring suami dan anak-anaknya.

"Waahh ayam geprek. Papa kangen masakannya Mama." ucap Re dengan semangat.

"Iya dong. Mama kali imemang masak khusus Papa." sahut Fhika.

"Pa, ntar ikut Lira, ya." ajak Lira.

"Kemana?"

"Nonton Duta tampil." Ucap Lira dengan mulut yang penuh.

"Tampil?" Re terlihat sedang berfikir. Dan dia mulai paham.

"Lira, Papamu baru aja sampae. Biarin dia istirahat dulu. Kasian, kan. pasti Papa capek lho." ucap fhika.

"Halah bilang aja Mama kangen mepetin Papa. Pake alasan kek gitu." Sanggah Lira.

"Emang iya tuh, Lir, mama pasti kangen dipepet Papa. Tapi malu mau mepetnya." sahut Re. Fhika hanya memutar bola mata, males.

"Kamu pergi sama Linxi kan bisa."

"Ngapain bawa-bawa gue. Ogah! Enakan dirumah main ps." sahut Linxi.

"Tuh, Linxi nggak mau, ma."

"Pergi sama Remon aja." Usul Linxi.

"Diih, ogah gue. Mending pergi sendiri."

"Siapa Remon?" Re yang merasa nama itu asing, sejenak mengingat nama Remon.

"Itu tetangga sebelah." jawab Lira.

Re nganguk-angguk tanda mengerti. "Anaknya baik, kan?"

Baru aja mulut Lira mau ngomong,

"Anaknya ganteng lho, pa." Linxi yang jawab, membuat Lira mempoutkan bibirnya.

**

"Pa, Lira pamit ya, mau ketemu Duta." Lira meminta tangan papanya. Menyalami dan mencium punggung tangannya. Lanjut tangan mama.

"Hati-hati, langsung kabari Papa kalau ada apa-apa." Tutur Re.

"Siyap, boss." Lira pun berlalu.

"Re, aku mau ngomong." Fhika agak bingung mau ngomongnya.

"Ya, ngomong. Mau ngomong kok pake ijin sih? Gaya baru, ya?"

Fhika nabok lengan suami. "Ini serius."

"Iya, mau serius atau pun dua rius atau berapapun, kalo kamu yang ngomong pasti aku dengerin, Zeng." Re natap Fhika dengan serius. "Mau ngomong apa, hum??"

"Ini soal Lira."

"Kenapa dengan anak gadis kita? Dia bikin masalah lagi disekolah? Kamu dipanggil gurunya lagi?"

"Bukan, bukan itu."

"Lalu? Apa?"

"Besok malam senin ada keluarga yang mau melamarnya."

Re mengeryitkan keningnya. "Melamar Lira?"

"Iya." Fhika ngangguk.

"Lira kan masih sekolah. Kenapa mau melamar Lira?"

"Dia ke gep." Ucap Fhika lirih.

"Hah?"

Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.

"Zeng, kok bisa sih, yang kita alami dulu ke ulang ke anak kita."

Hufft ... Fhika menghembuskan nafas panjang. "Aku juga nggak tau, kenapa anak gadisku bisa membawa sifat Papanya. Sungguh menyebalkan."

"Lho, kenapa jadi nyalahin aku sih."

"Aku nggak nyalahin kamu. Tapi sekarang gimana?"

"Calonnya Lira baik nggak?"

"Belum kenal keseluruhannya sih. Tapi kemarin dia kesini, aku suruh ikutan sarapan. Dia sopan, mudah akrap juga. Dan satu sekolah sama Lira."

"Anaknya siapa? Coba besok aku omongin dulu sama Papa."

"Pak Sigit Winagung. Dia seorang polisi, kurang tau sih pangkatnya apa. Tapi dilihat dari seragamnya, pangkatnya tinggi."

"Kok namanya kaya' nggak asing, ya."

"Kita kerumah papa sekarang aja, Re."

"Ya udah ayok. Kamu udah bisa nyetir kan?"

"Kita ajak Linxi aja."

Fhika beranjak menuju kamarnya Linxi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel