Bab 2 Kerudung dan Jilbab
Kakak beradik ini tiba di ruang kelas bertuliskan XI IPA 1, mereka di temani wali kelas. Alyssa mengamati ruang kelas barunya, tak ada yang menarik. Lebih-lebih dia khawatir dengan keadaan yang campur baur antara siswa laki-laki dengan perempuan. Alyssa duduk di barisan paling pinggir lurus dengan meja guru.
Wali kelas dan Mas Bisma meninggalkan Alyssa di kelas dan berbincang di luar kelas. Dia kembali teringat suasana kelas di Pesantren tak seperti ini. Semua santri perempuan, guru masuk mengenakan jilbab dan kerudung. Tidak seperti di sini, guru masuk menggunakan konde kecil di kepalanya. Hanya segelintir saja yang memakai kerudung.
Suara dari samping telinga membuyarkan lamunan Alyssa, memaksanya sadar bahwa di sinilah tempat menuntut ilmu, di SMA Safir.
"Hai! Kamu anak baru, ya? Kenalin deh, namaku Via Sabella, Panggil Via aja," ucap seorang gadis manis yang kini duduk di sebelah bangku Alyssa.
Gadis ini terlihat chubby. Dengan pipi tebal, rambut di gerai, hanya saja bagian samping kanan dan kiri diikat kebelakang hingga tak ada rambut jatuh ke depan wajahnya.
Gadis itu menjulurkan tangannya. Alyssa menjabat tangan Via seraya berucap, "Aku Alyssa."
"Kamu nggak perlu malu-malu, kita kan udah jadi teman sebangku." Via berceloteh dengan riang.
Alyssa tak membalas ucapan Via, hanya membalas dengan senyum simpul. Dia berkesimpulan bahwa Via adalah gadis yang mudah bergaul pasti dia periang tak mudah bersedih, Alyssa cukup senang berkenalan dengan Via, setidaknya ada satu nama yang bisa dicari saat butuh pertolongan.
"Pindahan dari mana?" tanya Via lagi, dia begitu antusias atas kedatangan teman baru ini. apalagi setelah melihat penampilan spesial gadis yang duduk si sampingnya itu.
"Pesantren."
Via terpana. Baru kali ini dia bertemu dengan seseorang yang pernah nyantri. "WAW! Pantesan penampilanmu beda dari yang lain, kayak ada suasana-suana religius gitu. Kamu ada kenalan di sini?" Via heboh.
"Tidak."
Mendapat jawaban singkat begitu tak membuat Via jera bertanya. Dia semakin penasaran pada sosok Alyssa yang terlihat kalem. Via memandangi seragam Alyssa. lengan panjang, rok panjang dan agak lebar serta kerudung yang Alyssa gunakan, Via rasa terlalu berlebihan alias terlalu lebar. Beberapa siswa di sekolah ini ada juga yang menggunakan kerudung, hanya saja tidak selebar yang Alyssa kenakan.
"Maklum sih, kitakan baru kenal, tapi kamu nggak usah sungkan, aku mah woles anaknya!" kata Via bersahaja, dia seolah mengerti bahwa Alyssa masih canggung untuk berbicara lebih.
Datang lelaki berpostur tinggi, kulit kuning langsat, rambut klimis rapi, seragamnya pun rapi, garis bekas setrika masih terlihat. Lelaki ini mencerminkan image keren anak SMA. Dia berdiri tepat di depan meja Alyssa dan Via. Lurus dengan posisi duduk Alyssa.
"Hai! Aku Debo, ketua kelas di kelas ini," ucapnya sambil mengulurkan tangan kanan pada Alyssa sama seperti yang dilakukan Via tadi.
Alyssa memandangnya sekilas lalu kembali menunduk. Dia menyatukan kedua tangan di depan dada lalu berucap, "Alyssa." katanya.
Debo jadi gelagapan sendiri dan cukup bingung pada Alyssa. Sebelum berpikir panjang lebar dia amati tangan kanannya tak ada sesuatu yang mengotori. Dia cium tak ada bau apa-apa, dalam pikirannya kini mengapa Alyssa tidak mau bersalaman dengan dirinya?
"Heh! Dia ini pindahan dari Pesantren, jangan asal todong gitu." Via menepis tangan kanan Debo yang masih menggantung di depan Alyssa. Ucapan Via menjawab pertanyaan yang belum sempat Debo lontarkan pada Alyssa. Debo jadi teringat guru ngaji-nya dulu yang mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan dilarang bersentuhan jika bukan dengan muhrimnya.
"Oh, sorry, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Debo menarik tangan kanannya. Dia kembali ke bangkunya, walau masih banyak pertanyaan untuk Alyssa tapi, melihat respon yang acuh tak acuh Debo jadi enggan bertanya lebih.
"Sstt, dia siapa?" desis Bagas teman sebangku Debo. Bagas merangkul pundak Debo, mereka bersahabat sejak MOS berlangsung.
Singkat cerita, Bagas dan Debo berada di kelompok yang sama, dan kebetulan mereka sama-sama tidak membawa perlengkapan MOS jadilah mereka dihukum bersama membersihkan kamar mandi laki-laki yang baunya nauzubillah tidak akan ada yang betah berlama-lama. Diperintahkan bahwa kamar mandi itu harus kinclong tidak boleh ada kotoran sedikit pun. Jadilah Bagas dan Debo yang masih polos bahu-membahu membersihkan toilet itu.
"Murid baru," jawab Debo singkat. Rupanya dia tak bersemangat menceritakan teman baru itu.
"Ya tau, Deb namanya gitu?"
"Alyssa."
"Yang jelas kek, Deb. Aku liat sekilas kayaknya cantik deh? Model cewek-cewek Pakistan gitu, ya nggak?"
cerocos Bagas setelah mengetahui wajah Alyssa sekilas, kecantikan yang dimiliki teman barunya itu membuat semangat menggali informasi dan ingin cepat-cepat kenalan.
"Dia Cuma bilang pindahan dari pesantren."
"Pesantren? Nggak nyambung kenapa pindah ke sekolah beginian?"
"Tanya sendiri tuh sama orangnya, ya kali dijawab."
"Emang nggak bakal dijawab?"
Debo mengendikkan bahu.
Seorang guru muda memasuki kelas seketika itu juga menghentikan segala jenis aktivitas siswa di kelas ini. kelas yang ramai seketika senyap, siswa yang berdiri, duduk di lantai, duduk di meja kini rapi duduk di tempatnya masing-masing. Bagas yang pensaran setengah mati menghentikan aksinya mencecar pertanyaan seputar Alyssa pada Debo.
Para siswa ini fokus pada guru berbalut kerudung coklat yang dimodel sedemikian rupa sehingga kerudung itu menempel apik di kepala sampai lehernya, seragam sekolah di jahit menjadi baju atas dan celana, guru ini terlihat modis, wajahnya teduh dengan polesan soft makeup. Betul, ia baru saja lulus kuliah dan langsung diangkat menjadi guru di sekolah ini karena ia merupakan mahasiswa rajin, berpengalaman luas, pandai berinteraksi dan tentu saja lulus dengan predikat cumlaud.
"Selamat pagi anak-anak," sapa guru ini.
"Pagi Bu," balas para siswa.
Alyssa ikut menjawab dengan suara lirih, bahkan Via di sampingnya tidak akan mendengar. Tidak ada assalamualaikum? Alyssa bertanya-tanya.
"Seperti yang kalian ketahui, kalian kedatangan murid baru, sudah kenalan belum?"
"Belum, Bu."
"Ok, sebelum Alyssa memperkenalkan diri, ibu perkenalkan diri ibu dulu pada Alyssa, Nama Ibu Fatin Rosmalina panggil saja Bu Fatin, guru matematika," ucap Guru yang bernama Bu Fatin itu ramah.
"Silahkan, Nak kamu perkenalkan diri kamu," titah Bu Fatin.
Alyssa segera berdiri, mulai melangkah ke depan kelas. Seluruh pasang mata di kelas itu menatap Alyssa, ada hal menarik yang membuat mereka melototi Alyssa, ada pula yang memandangnya remeh.
"Itu jilbab apa mukena?" sahut seorang siswi yang duduk bersanding dengan teman lelaki, mendengar itu sontak seisi kelas menertawakan penampilan Alyssa. Kerudung yang menjuntai sampai pinggang menjadi patokan penglihatan mereka.
"Mau sekolah apa mau pengajian tuh?" tambah anak lelaki yang duduk di sebelah gadis tadi.
"Hentikan Zahra, Aldi! Tunjukan kualitas kalian sebagai siswa unggul bukan siswa celometan," tegur Bu Fatin keduanya menunduk dalam.
"Nama saya Alyssa Nur Anisa bisa dipanggil Alyssa, saya pindahan dari Pesantren Raudatul Jannah," Alyssa mengangkat wajahnya sekilas lalu menunduk kembali. Menatap lantai berwarna putih itu.
"Kenapa pindah ke sekolah ini?" tanya Bagas. Akhirnya kesempatan untuk menuangkan rasa penasarannya tercapai.
"Saya hanya ikut perintah orangtua."
"Rumah kamu di mana?" siswa lain bertanya.
"Di Perum graha kencana indah no 246."
"Kok lo pakai jilbab panjang amat, kayak emak-emak mau pengajian dah." sahut Zahra memberanikan diri walau sudah ditegur tadi.
"Ini bukan jilbab, ini kerudung," jawab Alyssa sambil memegangi ujung kerudungnya bermaksud menunjukkan pada mereka.
"Sama aja, kan!"
"Tidak sama, jilbab adalah pakaian yang longgar yang menjulur dari bahu sampai kaki tanpa ada potongan sama sekali, jilbab sama dengan jubah, sedang kerudung adalah penutup kepala sampai dada, dan keduanya wajib digunakan oleh wanita baligh."
"Ngada-ngada nih, dari dulu jilbab mah kerudung! Kerudung ya Jilbab!" Zahra ngotot karena memang tidak pernah ia temukan perbedaan antara kerudung dan jilbab.
"Dijelaskan dalam surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-nur ayat 31."
"Waaa." Serempak para siswa terpana.
"Apa artinya?" kejar Zahra.
"Hai Nabi, katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin 'hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.' yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak di ganggu dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang. An-nuur 31, hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya."
Sekali lagi gema sorakan terpesona terdengar jelas seantero kelas.
"Dia nggak ngibulin kita, kan?"
"Keren! Dia hapal Al-Quran, ya?"
