Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Primadona Desa

“Eh, ada tamu rupanya?” sapa Doddy yang hentikan langkahnya saat melintasi ruang tamu itu, Fauzana dan Anisa nampak terkejut karena memang mereka tidak menyadari kalau Doddy melintas di ruangan itu.

“Kak Doddy..?! Bikin kaget aja! Oh ya Kak, nih kenalin teman ku!” tutur Anisa, Doddy ulurkan tangan, Fauzana kemudian berdiri lalu menyambut uluran tangannya itu, setelah saling memperkenalkan nama, Fauzana kembali duduk di samping Anisa.

“Silahkan diterusin ngobrolnya! Aku mau ke depan nemuin Ibu.” ujar Doddy yang melangkah meninggalkan ruangan itu menuju ke teras rumah, sementara Fauzana dan Anisa setelah tersenyum, kembali lanjutkan percakapan mereka.

“Nyiram bunga kok udah siang begini sih, Bu?” lagi-lagi Doddy membuat kaget, kali ini Ibunya yang memang tak menyadari kalau putranya itu berdiri di belakangnya yang tengah asyik menyiram bunga.

“Astafirulloh Alazim! Bikin kaget Ibu aja! Tadi pagi bunga-bunga ini udah Ibu siram, tapi karena hari ini begitu panas jadi Ibu menyiraminya lagi. Ada apa Nak?” tanya bu Hasnah.

“Nggak ada apa-apa Bu, hanya menyapa aja.” Bu Hasnah geleng-geleng kepala, karena ia mengetahui persis tingkah putranya itu kadang bertingkah nggak jelas.

“Kirain ada apa. Oh ya, kamu sudah makan siang?” Doddy gelengkan kepala.

“Kenapa? Apa kamu nggak suka sama yang Ibu masak hari ini?” tanya Bu Hasnah kemudian duduk di sebelah putranya di deretan kursi yang ada di teras rumahnya itu.

“Bukan Bu, aku hanya belum lapar aja. Oh ya Bu, tumben tuh Anisa bawa temannya ke rumah? Biasanya hari minggu jarang dia di rumah, kalau nggak pergi jalan-jalan, ya main ke tempat temannya.” jawab Doddy sembari melirik ruang tamu yang letaknya di belakang teras rumah itu.

“Oh itu Fauzana, anaknya Bu Fitria. Dia sering kok bertamu ke sini, kamu aja yang nggak pernah lihat karena kamu sibuk keluyuran atau masih tidur di kamarmu.” tutur Bu Hasnah.

Doddy melirik kembali ke ruang tamu, di sana ia melihat Fauzana tengah asyik ngobrol dengan adiknya.

“Fauzana itu satu kantor dengan adikmu, dia juga seorang PNS malahan dia lebih dulu tiga tahun dari Anisa.” Sambung Bu Hasnah, Doddy hanya angguk-angguk kepala.

Karena keseringan Doddy melirik ke ruang tamu, membuat Bu Hasnah nampak kernyitkan keningnya, nggak biasanya Doddy bersikap seperti itu padahal selama ini banyak juga teman-teman cewek Anisa yang datang bertamu namun sikap putranya itu tidak pernah bersikap seperti sekarang ini.

“Kenapa kamu Doddy? Kok sejak tadi Ibu perhatikan, kamu selalu melirik ke ruang tamu?” Tanya Ibunya membuat Doddy tersentak kaget.

“Ah, nggak kok Bu. Aku hanya lagi melihat bayangan ku di kaca jendela ini, mata ku agak perih. Aku rasa ada pasir atau sesuatu yang masuk ke dalam mata ku ini.” jawab Doddy berbohong.

Tak berselang lama tampak Fauzana dan Anisa berdiri dari duduknya di ruang tamu itu, mereka melangkah ke luar menuju teras rumah.

“Bu, Anisa mohon ijin ya mau ke tempat Kak Fauzana. Ada yang mesti dibicarakan tentang hal yang berkaitan dengan kegiatan ramadan tahun ini sesama pegawai kantor, Karena ramadan tahun ini masih dalam suasana pademi. Kegiatan rutin yang biasa kami lakukan seperti buka bersama, mungkin ditiadakan dan kami akan mencari kegiatan lain sebagai penggantinya.” ujar Anisa saat ia dan Fauzana telah tiba di teras rumah berdiri di samping Doddy dan Ibunya.

“Ya Nak, silahkan.” ulas Bu Hasnah.

“Aku juga mohon pamit ya Bu, Kak Doddy.” Fauzana nampak rapatkan kedua telapak tangannya dengan posisi setengah merunduk, itulah adab kesopanan sikapnya yang selalu ia tunjukan di manapun dia berada. Bu Hasnah dan Doddy yang saat itu ikut berdiri anggukan kepala membalas salam hormat gadis cantik itu.

Dua sepeda motor matic bersiap meninggalkan halaman rumah yang cukup lebar itu.

“Hati-hati di jalan ya Nak!” seru Bu Hasnah, kedua gadis di atas motor matic itu anggukan kepala. Setelah lambaikan tangan mereka pun segera berlalu, Doddy yang masih berdiri menatap tertegun ke arah berlalunya dua gadis itu, hal itu tak terlepas dari pengamatan Ibunya yang sedari tadi merasa heran akan perubahan sikap putranya itu.

******

Fauzana sosok gadis yang sangat cantik berjilbab, dia putri bungsu dari tiga bersaudara, dua orang kakaknya telah berkeluarga dan tinggal bersama suami mereka di desa yang berbeda. Fauzana gadis yang selalu berpenampilan sederhana, bukan putri seorang Kiai bukan pula putri seorang ulama, namun prinsip hidupnya yang selalu berpegang teguh pada ajaran agama menjadikan dia sosok muslimah sejati.

Tak heran jika ia jadi primadona di desanya itu, karena selain cantik ia juga berbudi pekerti yang luhur. Banyak sudah pria-pria yang mendekati bahkan datang kepada kedua orang tuanya untuk melamar, namun sampai saat ini belum ada yang mampu mendapatkan hatinya. Kedua orang tuannya pun tak pernah ingin mencampuri urusan pribadi putrinya itu, mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Fauzana untuk menentukan pilihan hatinya.

Meskipun tak jarang kedua orang tuanya itu menanyakan perihal dengan siapa dan kapan ia akan menikah, Fauzana selalu menjawab belum menemukan sosok yang ia ingini untuk menjadi pendamping hidup. Di kantornya pun tak sedikit pula pria-pria lajang yang berusaha mendekati untuk merebut hatinya, namun sampai saat ini semua pria yang dekat itu hanya dianggap sebagai sahabat atau pun rekan sesama pegawai instansi pemerintah daerah.

******

Sore itu hujan turun dengan lebatnya, Anisa belum kembali ke rumah karena mungkin ia tengah menunggu hujannya reda sebab ia ke rumah Fauzana dengan mengendarai sepeda motor matic.

Bu Hasnah tampak cemas kalau nanti putrinya itu nekad pulang hujan-hujanan, Anisa bisa jatuh sakit. Karena Bu Hasnah tampak uring-uringan di teras rumah, Pak Abraham yang berada di ruangan tamu tengah bercakap-cakap dengan Doddy putranya bangkit dari duduk dan menuju ke teras rumah itu.

“Ada apa Bu? Kok sepertinya Ibu resah begitu?” tanya Pak Abraham saat tiba di teras rumah.

“Gimana nggak resah Pak, udah sore begini Anisa belum juga pulang. Ibu kuatir dia nekad pulang menempuh hujan lebat ini, bisa-bisa dia sakit nanti.” jawab Bu Hasnah yang masih terlihat uring-uringan, Doddy yang mendengar percakapan kedua orang tuanya itu ikut bangkit dari duduknya dan menuju ke teras rumah.

“Biar aku yang jemput Anisa Bu!” seru Doddy saat ia telah berdiri di sebelah kedua orang tuanya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel