Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 [X]

“Heh, bukan tipikal seorang Affad Azhar untuk telat meeting. Ini pertama kalinya,” komentar Fath saat Azhar memasuki ruang rapat. Ada beberapa orang lain yang juga hadir bersama Fath, yang merupakan anak buah laki-laki itu.

“Maaf, ada urusan lain sehingga saya telat, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya,” ucap Azhar. Beberapa anak buah Fath tampak heran, namun mencoba memaklumi. Lagipula, di depan mereka adalah seorang CEO yang baru saja kehilangan istrinya. Terlihat tegar saja seperti sekarang tentu adalah beban berat bagi seorang Azhar. Di samping Azhar ada seorang wanita yang merupakan asistennya. Dia menyerahkan sekumpulan berkas kepada Azhar sebelum Azhar memerintahkannya keluar.

Azhar mulai menjelaskan situasi proyek yang mereka pinta. Dia menjelaskan apa saja kendala yang sedang terjadi, dan juga sudah sejauh mana perkembangannya. Setiap dari anak buah Fath mewakili satu proyek antara Azhar dan Fath, dan Fath mempersilahkan mereka apakah laporan progress Azhar dapat diterima oleh mereka.

Sejauh pertemuan itu berjalan, Azhar berhasil meyakinkan semua anak buah Fath. Laki-laki yang menjadi kepala kliennya itu sendiri terlihat biasa saja selama pertemuan. Fath sendiri berpikir dia perlu memberikan lebih banyak kredit dengan kemampuan perusahaan Azhar.

“Bisa aku lihat bahwasanya kamu sangat mampu, Azhar,” komentar Fath santai. Dia lalu melihat ke arah anak buahnya, “sepertinya kita semua sepakat semua sesuai ekspektasi?”

Semua anak buah Fath menganggukkan kepala. Azhar bernafas lega mendengarnya. Jujur saja, kehilangan Fath sebagai klien bukanlah hal bagus, mengingat dia punya banyak proyek besar pula. Namun, Fath sendiri adalah ancaman bagi Azhar. Bisnis memang dilematis.

“Terima kasih, Tuan-Tuan, Nyonya-Nyonya,” syukur Azhar. Anak buah Fath semua memberikan apresiasi mereka. Lalu, Fath pun mengatakan bahwasanya mereka sudah cukup lama berbincang, dan waktu Zuhur nyaris habis. Dia pun mengatakan bahwasanya sudah cukup dari mereka dan berpamitan. Setelah itu, dia pun melihat ke arah asistennya.

“Saya minta seluruh berkas untuk segera diurus. Apakah ada pesan dari Arrow saat pertemuan?”

Asisten itu menganggukkan kepalanya. Dia lalu mengeluarkan sebuah lembaran kertas. Azhar membaca isi kertas itu.

‘Setelah Ashar.’

Azhar menggelengkan kepalanya kesal. Ashar hanyalah lima belas menit dari sekarang. Laki-laki itu mengeluh kesal. Dia mengambil remote kecil lalu menekan satu tombol, lalu dia meletakkan remote itu.

“Dasar brengsek itu,” gumam Azhar. Sepertinya dia tidak bisa menikmati Citra sekarang. Dia pun memutuskan untuk melakukan sedikit solusi alternatif: asisten kantornya. Ya. Citra bukanlah satu-satunya perempuan yang Azhar nikmati. Namun, bagi Azhar, Citra adalah favoritnya. Dia tidak ingin Citra jatuh pada tangan lainnya. Sementara asisten yang baginya tidak penting ini? Dia hanyalah asisten yang terpaksa patuh karena pekerjaan sebagai taruhan.

Karena waktunya terbatas, Azhar ingin menikmati ini dengan cepat. Dia mengunci ruang rapat itu. Asisten itu terlihat pasrah, karena dia tahu dia akan menjadi pelampiasan laki-laki bejat yang menjabat sebagai CEO itu.

“Buka pakaianmu!” perintah Azhar. Wanita itu dengan pasrah melepaskan pakaian kantornya. Dia tahu, dia akan berakhir mendesah berulang kali seperti dulu-dulu. Azhar tampak menginspeksi tubuh asistennya itu, yang sudah tidak mengenakan apapun. Pakaian di lantai dengan jarak dari mereka.

“Masih bagus,” komentarnya. Dia pun langsung memainkan dua puting susu asistennya. Bersamaan dengan itu, dia juga mencium bibir ranum asistennya. Ciuman itu tidak tulus, tapi lebih kepada pelampiasan nafsunya. Jika Azhar tidak bisa mendapatkan Citra sekarang, setidaknya dia mendapatkan asistennya yang lumayan cantik ini. Azhar pun melepaskan ciumannya.

“Pak! Ah! Ah! Pak Azhar!” desah sang asisten. Azhar lalu mengisap salah satu puting itu dengan mulutnya, sementara puting lainnya dia mainkan dengan tangannya. Satu tangannya yang lain langsung bergerilya di klitoris wanita itu.

“Ah! Ah! Ah!” desahan itu semakin keras. Azhar menyadari wanita itu semakin basah, dan sebentar lagi akan mencapai pelepasannya. Dia melepaskan tangannya dari klitoris wanita itu, dan menghentikan sentuhannya. Asistennya itu bergetar.

“Ada apa?” tanya Azhar sinis. Asistennya itu terlalu terkabutkan oleh nafsu untuk bisa membentuk kata yang jelas.

“Apa? Saya tidak dengar,” tanya Azhar lagi.

“Kon... tol... Pak...,” jawabnya terbata. Azhar tersenyum sinis. Dia melepaskan pakaiannya. Kontol kebanggaan laki-laki itu terlihat menjulang dengan bebas. Mata perempuan itu berkabut, sudah ingin mendapatkan pelepasan.

“Telan kontol saya!” perintah Azhar. Perempuan itu membungkukkan badannya dan mulai mengisap perlahan kontol sang CEO. Azhar pun duduk di atas meja meeting, memberikan kemudahan bagi asistennya itu. Isapan mulut asistennya itu membuat Azhar terenguh.

“Ah! Ah! Mantap Cit!” ucap Azhar. Ya, dia membayangkan Citra, bukan asistennya, yang sedang mengisap kontol kebanggaannya itu. Sang asisten terus mengisap dengan lembut, hingga Azhar nyaris mengeluarkan isinya. Azhar memerintahkan perempuan itu untuk berhenti.

Azhar meletakkan bagian atas tubuh perempuan itu diatas meja meeting. Bagi Azhar, seluruh gedung perusahaannya adalah kebebasannya. Persetan jika kepergok, anak buahnya tidak ada yang berani melawannya. Vagina perempuan itu Azhar sejajarkan dengan kontolnya.

“Ah!” desah asistennya itu kala Azhar memasukkan kontolnya ke dalam tubuh perempuan itu. Azhar terus menusukkan kontolnya berulang kali ke tubuh asistennya. Sang asisten terus mendesah.

“Ah! Pak! Ah! Terus! Ah! Ah! Ah!”

Azhar berhenti kala dia ingin mencapai pelepasannya. Dia lalu mengobok-obok vagina asistennya dengan tangannya.

“Pak! Masukkan Pak! Ah! Ah! Saya! Sudah! Ah! Ikuti! Ah! Ah! Aturannya! Ah!” desah perempuan itu. Dia sudah ingin keluar, tapi dia ingin sekali mendapatkan kontol laki-laki yang sudah memperkosanya berulang kali itu. Selama ini, dia tidak mendapatkan pelepasan besar itu.

“Kamu belum cukup mengabdi,” komentar Azhar yang terus mengobok vagina perempuan itu. Azhar meletakkan mulutnya di vagina asistennya.

“Aaaaah! Saya keluar Pak!” desah wanita itu keras. Azhar mengisap semua cairan asistennya itu.

“Lumayan,” komentar Azhar. Dia lalu mendirikan wanita itu dari meja.

“Sekarang, ini hadiahmu,” ucap Azhar seraya memasukkan kontolnya ke mulut asistennya itu. Asistennya mengemut kontol Azhar dengan lembut. Dia menjlatinya selayaknya memakan permen.

“Ah! Mantap! Terus! Ah! Ah! Aaaaahhhh!”

Azhar melepaskan seluruh isi kontolnya di mulut wanita itu. Wanita itu terkejut, dan mencoba menelan semuanya. Azhar tersenyum puas.

“Lumayan,” komentar Azhar sementara asistennya itu masih membersihkan kontolnya. Azhar melihat ke arah jam. ‘Sepertinya bisa untuk satu ronde lagi,’ pikir laki-laki itu. Azhar lalu memerintahkan asistennya itu merebahkan badannya di lantai.

“Pak, sebentar-” kalimat itu dipotong Azhar dengan segera menindih tubuh asistennya itu dan menciumnya dengan hebat. Lenguhan tertahan keluar dari mulut wanita itu. Bagi Azhar, memainkan wanita semudah membuat mereka takluk pada cumbuannya. Dia lalu menggerayangi dua payudara besar wanita itu dengan tangannya.

Setelah sebelumnya lelah setelah pelepasan, sentuhan Azhar membuat nafsu wanita itu bangkit kembali. Wanita itu lalu menyentuh kontol Azhar pula.

“Kamu menikmatinya ya,” komentar Azhar. Wanita itu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Sudah jatuh dalam, jadi bagi wanita itu tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Azhar menyentuh bagian sensitif wanita itu, yang membuat libidonya cepat naik.

“Ah! Pak!” desah wanita itu. Azhar tersenyum. Azhar terus merangsang wanita itu, hingga akhirnya dia mendesah berulang kali.

“Ah! Ah! Ah! Ah! Pak Azhar! Mantap Pak! Ah!”

Azhar pun turun ke vagina wanita itu dan menjilatinya, hingga wanita itu akhirnya mengalami pelepasan lagi. Tidak satupun cairan Azhar biarkan begitu saja.

“Sekarang, kontol saya,” komentar Azhar memberi perintah. Wanita itu, meski lemas, menganggukkan kepalanya. Dia menelan kembali kontol besar itu dan memberikan sepongan terbaiknya. Namun, itu tidak cukup untuk memacu libido Azhar.

“Kurang memuaskan,” komentar Azhar. Dia memerintahkan wanita itu untuk berhenti dan dia mengeluarkan kontolnya. Azhar memerintahkan wanita itu untuk merebahkan diri di lantai. Azhar lalu meletakkan kontolnya di antara dua bukit wanita itu, dan menggesekkannya.

“Enak! Aku suka,” komentar Azhar. Dia pun memainkan dua bukit besar itu. Wanitu itu juga melenguh.

“Enak Pak! Ah!”

Azhar yang sudah merasa akan melepaskan lagi, mengatur posisinya dan sekarnag jadilah mereka berpose 69. Azhar mengoral vagina wanita itu sementara wanita itu mengoral penis Azhar. Keduanya pun melepaskan isi mereka bersama-sama.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel