Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kabur

Alex menatap Kania dengan tatapan penuh harap, ia sungguh ingin memperjuangkan cintanya kepada kekasih yang sangat ia cintai dan sayangi dengan segenap hati dan jiwa itu.

"Tapi, tiga hari lagi aku akan menikah!” ucap Kania dengan nada suara terisak dan mengiba.

"Kita bisa pergi hari ini.”

Entah keberanian dari mana, Alex berusaha meyakinkan Kania, bahwa ia akan menjaga dan mencintai Kania dengan segenap hati dan perasaannya. Namun, bagaimana mungkin anak SMA seperti mereka akan menikah dan hidup bahagia, kehidupan sehari-hari mereka saja hanya mengandalkan orang tua atau kerja sambilan. Tapi, tidak ada cara lain untuk mempertahankan hubungan mereka selain kabur, pikiran singkat anak SMA yang belum memilah dan menimbang buruk baiknya.

"Baiklah tapi kita akan kemana? Apakah kita bisa hidup tanpa adanya harta benda?”

Kania berusaha menjelaskan kepada Alex kalau semua yang ia punya adalah milik orang tuanya, kalau seandainya ia kabur tentu saja dengan resiko kehilangan segalanya.

"Sayang, aku punya sedikit uang dan tabungan, kita bisa memulai hidup baru dan membuka usaha di perkampungan. Hidup sederhana dan bahagia.” Lagi dan lagi Alex berusaha meyakinkan Kania.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita pergi sekarang saja?”

Kania menarik tangan Alex untuk masuk ke dalam mobilnya. Ia tidak ingin berlama-lama dan ia juga tidak ingin kedua anak buah papanya menemukan mereka hingga rencana mereka gagal.

"Sayang, biar aku saja yang menyetir!” pinta Alex, namun tidak Kania hiraukan. Dalam otak Kania ia harus menyetir secepat yang ia bisa agar semua tidak terlambat.

"Sayang, biar aku saja!” ucap Kania dengan terus mempercepat laju mobilnya. Bahkan Kania terlihat seperti seorang pembalap padahal ia baru saja mendapatkan SIM.

"Sayang, awas!” teriak Alex ketakutan.

B R U K !

Mobil mereka terbalik, berputar beberapa kali putaran, torombang ambing hingga kacanya pecah menjadi pecahan-pecahan kecil.

Tubuh Kania dan Alex terhempas beberapa kali, hingga keduanya berteriak meminta tolong dengan suara mencekik. Ya, mereka berdua akhirnya tergeletak dengan keadaan tubuh tertungkup, seluruh tubuh penuh dengan luka dan gelumuran darah segar.

Kania dan Alex berusaha untuk menyelamatkan dirinya keluar dari mobil itu, namun tenaga mereka telah habis, mereka terlihat sangat lemah.

"Sa-yang, ka-mu tidak apa-apa?” ucap Alex lembut dan lemah sembari manatap Kania dengan tatapan sayu.

Wajah Kania berlumuran darah yang keluar dari keningnya.

"Aku tidak apa-apa, Sa-yang!” jawab Kania lemah namun masih berusaha untuk tersenyum tipis.

Kania terlihat berusaha menyembunyikan sakitnya dengan senyuman, ia tidak ingin Alex yang bergelumuran darah di kapalanya ikut merasakan khawatir melihat kondisinya sekarang.

“Sayang, bertahanlah!” ucap Alex lembut dengan senyuman yang memberikan kekuatan untuk Kania.

Dengan sisa-sisa tenaganya Kania berusaha mengangkat tangannya untuk menggenggam tangan Kania, dan Alex juga melakukan hal yang sama.

Pelan dan perlahan, jari jemari itu berjalan seperti semut. Meski seluruh tubuh terasa sakit, tidak menghalangi keduanya untuk saling menguatkan.

Kedua tangan insan itu berusaha saling menggenggam, namun sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, Alex tidak kuat lagi bertahan, matanya satu karena menahan sakit hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

“Sayang …, bangun!” teriak Kania histeris, ia terus meraung-raung dengan air mata yang terus membasahi pipinya yang dipenuhi dengan darah.

“Aku harus segera keluar dari sini!” ucap Kania dengan terus berusaha menyelamatkan dirinya.

Tubuh yang bergelumuran darah itu berusaha untuk mencari pintu mobil yang sudah bolong. Walaupun banyak pecahan kaca di sekitarnya, Kania tetap berusaha agar ia harus keluar dari dalam mobil untuk mencari bala bantuan.

Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, akhirnya Kania berhasil ke luar dari mobil itu.

Kania mencoba berdiri namun ia tidak kuat menopang tubuhnya hingga ia tersungkur lagi ke bumi. Namun Kania tidak menyerah, lagi dan lagi ia kembali bangkit demi kekasih yang ia sayangi.

“TOLONG …, TOLONG …!” teriak Kania dengan sisa-sisa energinya yang sudah mulai melemah.

Kania terus berjalan mencari bala bantuan, tapi ia merasa aneh dengan tempat yang saat ini didatanginya.

'Ini bukan Jakarta!' batin Kania.

Kania terus memperhatikan sekelilingnya, rumah-rumah yang ditemuinya adalah bangunan rumah adat dengan gonjong (atap runcing) yang menjulang ke langit seperti tanduk kerbau.

“Aku dimana?” ucap Kania heran sembari memperhatikan sekelilingnya.

Ia sungguh tidak pernah datang ke tempat ini sebelumnya, tempat asing yang terlihat asri dengan sawah dan ladang yang terhampar luas di sekitarnya. Pemandangan alam dan udara segar yang tidak akan pernah ditemui di kota besar seperti Jakarta.

"Siti!” panggil seseorang dengan penampilan yang menurut Kania unik. Beliau menggunakan penutup kepala yang aneh meurut Kania. Terlihat seperti dalam film-film lawas yang pernah dilihatnya.

"Siti, dari mana saja, Nak!” ucap wanita separuh baya itu kepada Kania.

Wanita itu mendekati Kania dengan senyum merekah indah di wajah beliau yang sudah keriput.

"Siti pulang dari sawah Bundo, mengantarkan nasi Abak (Ayah).”

Kania kaget, kenapa bisa ia mengucapkan kata-kata yang tidak pernah diungkapkannya sebelumnya dan bagaimana mungkin ia memanggil dirinya dengan nama Siti, nama yang menurutnya sangat kampungan.

'Apa-apaan ini? Siti? Siapakah Siti?' ucap Kania di dalam hati.

Ingin sekali Kania bertanya kepada wanita yang ada di depannya itu, namun ia merasa sangat aneh kepada dirinya sendiri, ia bahkan tidak bisa berbicara sesuai keinginannya.

"Siti, pulang kita lagi, Nak! Sebentar lagi zuhur!”

Wanita paruh baya itu menggandeng tangan Kania dengan hangat dan penuh kelembutan.

Kania merasakan kasih sayang dan cinta yang sangat tulus dari belaian tangan wanita separuh baya itu. Sungguh, rasanya seperti belaian tangan mamanya yang sudah tidak lagi berada di dunia ini.

Sejujurnya Kania merasa sangat senang, karena kerinduannya kepada orang yang sudah tidak bisa lagi ia temui sedikit terobati.

"Siti, lelah, Nak?” tanya wanita separuh baya itu.

Wanita separuh baya itu menatap Kania dengan perasaan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang.

"Siti sayang sekali sama Bundo,” ucap Kania sembari memeluk wanita separuh baya itu.

Entah apa yang terjadi kepada Kania, ia refleks mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dikatakannya, bahkan ia memeluk seseorang yang tidak ia kenal sebelumnya. Namun, ia merasakan kehangatan dari pelukan itu, rasa yang sama seperti saat ia memeluk mamanya, padahal wanita yang ia peluk penampilannya lebih kampungan dari pada asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya.

'Kania, apa yang kamu lakukan disini? Alex membutuhkanmu!' ucap Kania di dalam hati sebagai bentuk protes dirinya sendiri dengan keadaan yang terjadi diluar kendalinya.

Kania terhanyut dalam pelukan wanita paruh baya itu. Kehangatan dan kelembutan cinta itu membuat Kania melupakan Alex untuk sesaat.

'Lex, Alex!'

Kania panik, ia melepaskan pelukannya dari wanita paruh baya itu, ia mengingat kembali kejadian di mana ia kecelakaan dan saat ini kekasihnya tengah membutuhkan bantuannya.

"Siti, kenapa wajahnya terlihat khawatir seperti itu, Nak?" tanya bundo.

Kania mengacak-acak rambut dan kepalanya, kemudian memeriksa tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

A N E H !

Kania merasakan kejanggalan pada dirinya, ia tidak lagi melihat ada luka dan darah apapun di tubuhnya. Ia terlihat sangat sehat, seolah tidak terjadi kecelakaan apapun.

"Nak, apa yang dipikirkan?" Bundo menggandeng tangan Kania berjalan menyusuri setiap sawah dan ladang yang terlihat asri itu menuju rumah.

'Kemana lagi ini?' batin Kania.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel