Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bagian 8

DELAPAN

“Na, ternyata cowok lo punya cewek selain lo.” Ujaran Jeslyn yang setengah berbisik sedikit mencuri perhatian Hana yang sedang membaca ulang nama-nama siswa di kelasnya yang tidak mengumpulkan tugas.

Pandangan Hana bertemu langsung dengan dua insan di ujung lobi, berjalan bersisian. Sang cewek dengan tubuh nyaris sempurna menempel rapat dengan cowok di sebelahnya—yang semalam meminta hal aneh pada Hana—sedang bergelayut manja sambil memeluk lengan cowok tersebut.

“Cewek keduanya cantik parah gila, beda jauh sama lo yang rata!” Suara ember Rona berkumandang nyaring tak kenal tempat.

“Dia bukan cowok gue.” Hana menghela napas, menyingkirkan anak rambut yang menghalangi kening. Dengan tidak peduli Hana lanjut memeriksa nama yang kurang dia catat. Usai memastikan semua lengkap, dia mengajak kedua temannya itu menemaninya ke ruang guru untuk menyerahkan catatan itu.

Selama di perjalanan, Hana teringat lagi kejadian semalam. Setelah cowok menyeramkan itu melempar botol padanya, bertepatan Hajoon—supirnya—datang menjemputnya. Semalaman Hana mengucapkan terima kasih kepada Pak Hajoon karena menolongnya dari malaikat maut. Bila Pak Hajoon tidak datang tepat waktu, mungkin dirinya hanya tinggal nama sekarang, Mamanya akan menangis di pojok dapur karena rumah mereka menjadi rumah pemakaman.

Tapi yang menjadi pertanyaan, apakah benar cowok itu meminta ‘itu’ padanya? Tidak pernah sedetik pun Hana abaikan untuk tidak memikirkannya. Menjadi tanda tanya besar dalam benaknya yang selalu berputar-putar layaknya gasing kesukaan Riki.

Tapi—masa iya?! Lagi pula tahu dari mana dia kalau Hana memberikan sesuatu kepada Aera? Yang bersarang dalam otak Hana adalah cowok itu stalker handal yang selalu menguntitnya kemana saja, bisa jadi dia seorang psycho yang sedang mencari target bunuhan. Itu sebabnya dia mengetahui semua tentang Hana.

Hana begitu takut jika cowok itu terus mengganggunya sampai tidak mau terlepas darinya. Dari buku-buku yang dia baca, psikopat begitu ambis kepada targetnya.

“Woi! Mulai congek, ya? Ini, nih, kebanyakan makan sosis pake mayonaise.” Pekikan Rona mengganggu konsentrasi Hana melamun. Hana menoleh sambil menyipitkan mata. Rona melanjutkan. “Lo tuh, keseringan ngelamun tau, nggak? Gue nanya, gimana sih Kak Jay bisa suka sama lo? Terus gimana caranya kalian pacaran? Apa jangan-jangan lo duluan yang godain?”

“Aduh, Ron. Ngomong yang bener dikit.” Hana capek menghadapi teman satunya itu. Yang sanggup dia hadapi hanya Jeslyn, tapi kini Jeslyn ikut-ikutan mendesaknya menggunakan pertanyaan yang sama.

“Bener juga, Na. Lo kan anti banget tuh sama cowok. Ngeliat kalian deket aja gue nggak pernah, kok mendadak pacaran?”

Harus berapa kali Hana bilang?

“Dia bukan pacar gue! Gue nggak kenal sama dia! Dia sendiri yang tiba-tiba gangguin gue!”

“Ah, lo boong. Apa-apa disembunyiin. Sampe kata sandi ponsel aja lo sembunyiin. Lagian kalau soal Kak Jay, lo nggak bisa ngelak lagi, sejak kejadian di parkiran, muka lo viral di mading. Ada rumor sih, kalian dijodohin.”

Hana sudah tidak tahan merespons perbincangan tak berguna itu lagi, daripada mengurusinya Hana masuk ke ruang guru, menyerahkan catatan nama di genggamannya kepada seorang guru. Hanya butuh waktu lima menit karena berbincang lagi, Hana keluar dari ruang guru. Dari situ dia tahu kedua temannya tidak setia, mereka raib entah kemana, meninggalkan Hana yang berdesis sebal.

“Coba aja kalau butuh jawaban, datengnya ke gue, huh!” Dia meneruskan langkah, tak sengaja mendapati sesuatu terletak di atas pembatas tembok lantai dua. Hana menghampiri dan mengambilnya.

I-ini....

Bibir Hana terbuka setengah, dia kenal benda itu. Karena dia sendiri yang memberikannya kepada Tante Aera. Bahkan di dalamnya masih terdapat sisa asi yang hanya setengah.

“Kok bisa?” Hana celingukan kesana-kemari. Sepi. Tentu saja. Jam mata pelajaran sedang berlangsung. Tapi bagaimana mungkin botol itu ada di situ?

Saat seorang guru baru keluar dari kelas, sontak Hana mengantongi botol itu ke saku roknya, melanjutkan langkah berpura-pura tidak ada yang terjadi. Dalam hati dia berteriak. Kok bisaaaa?

°°°

Jay kembali usai memberi pelajaran kepada Gaeun yang telah mencuri baju basketnya dari dalam loker. Dahinya berlipat tidak menemukan benda yang dia tinggali beberapa menit lalu. Dia berdesis kesal tidak menemukan apa yang dicari.

“Eh, ngapain masih di situ sih, bos? Buruan!” panggil seorang cowok berponi dari ujung koridor, ber-hoodie navy dan memakai kalung. Yang membuatnya tampak imut adalah kuncir mungil di sebelah sisi rambutnya.

“Bentar, gue nyari sesuatu.”

“Udah telat, nih, tinggalin aja kali. Nggak penting, kan?”

“Penting, sialan.”

Tanpa beban cowok imut itu tertawa. “Hayo, pentingan mana sama Jinara?”

Karena pernyataannya itu Jay menoleh sambil memicing. Kemudian dia beranjak melupakan pencariannya, melintas mendahului cowok tadi. Mereka berdua menyelinap ke taman tidak terpakai di belakang sekolah, berniat memanjat tembok tinggi di sana tapi terurung, satpam sekolah ternyata begitu cerdas menabur serpihan kaca ke setiap atap tembok sehingga orang-orang nakal seperti mereka kesulitan membolos.

“Lewat mana jadinya, bos? Aduh.” Cowok imut bernama Sunoo itu menggarut poninya yang tak gatal.

Jay ikut memasang wajah kesal. Dia tidak bisa mengambil resiko memanjat tembok jika tidak ingin lengannya terluka. Beberapa detik berpikir, dia menemukan satu solusi.

“Ikut gue.”

Mereka kembali berjalan memasuki koridor sekolah, melangkah cepat sebelum terlambat. Tujuan mereka adalah Natural Science A 11. Selain tembok belakang, di sebelah kelas tersebut terdapat lubang besar yang dibentuk kelinci peliharaan mereka, anak-anak nakal biasanya melewati kedua jalur itu untuk membolos.

Sesampai di sana, sangat beruntung guru tidak ada, terburu-buru mereka membuka lubang itu.

“Eh, siapa?!” Tiba-tiba pekikan seorang gadis yang tidak lain adalah Hana terdengar. Dia sedang berada di sisi lubang lainnya, sedang memberi makan kumpulan kelinci peliharaan kelasnya. Hari ini memang jadwalnya mengurus kelinci-kelinci tersebut. Yang mengusiknya adalah suara grasak-grusuk dari lubang ujung.

“Tuh cewek lagi, bos.”

Suara barusan membuat Hana tercekat. Dia memang tahu cowok nakal sering lewat dari lubang itu untuk membolos, tapi dia sudah memberi perintah pada teman sekelasnya agar tidak membiarkan siapa pun masuk selagi dia yang bertugas.

Baru ingin menghubungi salah satu temannya, Hana melotot mendapatkan Jay muncul pertama kali dari lubang itu. Sontak Hana berlari menjauh sebelum dicengkeram seperti hari-hari lalu. Terlambat, baru berlari tiga langkah, lengannya dicengkeram lagi kemudian ditarik paksa menuju sebuah gerbang yang menembus langsung ke luar sekolah.

Hana semakin melotot. “G-gue mau dibawa kemana?!”

Jay tidak membiarkan cengkeramannya melonggar. Dia menatap Hana tajam khas tatapannya. “Lo udah gue lepasin tiga kali. Sekarang gue nggak akan biarin lo kabur.”

Hana kalang kabut, takut setengah mati. Ingin memberontak, dia tidak berani. Yang bisa dia lakukan hanya lah membayangkan kemana dia akan dibawa pergi dan bagaimana nasibnya nanti.

°°°

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel