Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.6. Kehebohan Di Pagi Hari

"Mas mau apa?" tanya Camelia yang terbaring tak berdaya di bawah tindihan badan kekar Danny.

Pemuda itu menyeringai bandel sembari menjawab, "Mau kamu seutuhnya, Lia!"

Ada sebersit keraguan dalam hati Camelia karena teringat sesosok pria yang pernah memiliki tempat spesial di hatinya. Kisah cinta mereka terjeda bagaikan simfoni yang tak sempurna dulu. Ternyata waktu tiga tahun tidak cukup untuk menepis perasaan cinta lamanya.

Ketika kepala Danny merunduk ingin mengecup bibir Camelia, wanita itu memalingkan muka sehingga ciumannya mendarat di pipi. "T—tapi, aku masih belum siap. Apa boleh aku minta waktu lebih, untuk mengenal pribadinya Mas Danny?" Camelia menatap lagi ke dalam sepasang mata bermanik cokelat keemasan yang semakin indah bila dipandangi berlama-lama.

Hasrat dalam diri Danny pun perlahan surut, tak lagi bergelora seperti awalnya tadi. Dia pun mengangguk terpaksa lalu turun dari ranjang untuk memunguti pakaian yang berceceran di lantai. "Aku mau ke luar kamar sebentar ya, Lia. Kamu tidur saja duluan!" pamit Danny sembari mengenakan lagi kaos dan celana pendeknya.

Camelia merasa tak enak hati karena telah menolak keinginan suaminya. Namun, dia masih belum yakin mengenai pernikahan dadakan yang dijalaninya bersama Danny. Dia tidak punya ketertarikan pada pemuda belia itu, apalagi rasa cinta.

Pintu kamar tertutup rapat disertai suara agak kencang menyisakan keheningan malam yang menyelimuti seisi kamar tidur Danny. Kini hanya ada Camelia yang terduduk diam memeluk kakinya di atas ranjang. Dia memandangi foto suaminya yang tergantung tepat di seberangnya.

Waktu seperti bergulir begitu lambat, Camelia merasa hilang arah menapaki masa depannya. Kedatangannya ke Yogyakarta bukan sebuah kebetulan, dia lari dari sang tunangan karena melihat pria itu berselingkuh dengan sahabatnya. Padahal dua bulan lagi mereka akan melangsungkan pernikahan. Siapa sangka hanya karena sebuah phobia kecoak yang dimilikinya, kini dia malahan berstatus istri pemuda berondong sebelah rumahnya?

Camelia menggetok kepalanya sendiri dan mengomel, "Kamu sih Lia! Masa gara-gara kecoak aja pingsan, ruwet urusannya sekarang 'kan!" Dia menguap lebar karena kantuk lalu mengenakan kembali gaun katun serta bra yang tadi dilucuti oleh Danny.

Lama sekali dia membaringkan badan dalam posisi terlentang memandangi langit-langit kamar. Namun, Danny tak kunjung kembali. "Hoamph, kayaknya dia ngambek karena penolakanku tadi deh. Hmm ... mau gimana lagi? Lebih baik besok aku cari pengacara kasus perceraian saja deh biar kesalah pahaman ini bisa segera selesai!" ujar Camelia lalu memejamkan mata. Dia terlelap tak lama sesudahnya.

Menjelang tengah malam Danny kembali ke kamar tidur usai menjernihkan pikiran di teras samping rumah yang memiliki sepetak kolam ikan koi. Penolakan-penolakan Camelia membuatnya merasa kecewa. Tetapi, dia bertekad untuk memperjuangkan cintanya yang masih bertepuk sebelah tangan.

Ketika memasuki kamarnya, Danny langsung menujukkan pandangannya ke arah tempat tidur. Si cantik sedang berbaring miring ke sisi kiri. Dia pun menutup serta mengunci pintu lalu membuka kaos yang dikenakannya sebelum naik ke ranjang. Danny menyelimuti tubuh istrinya lalu dia ikut menyelinap di samping Camelia.

Lengan pemuda itu memeluk tubuh ramping Camelia dengan protektif. Danny memandangi wajah damai yang cantik itu dalam diam. Keinginannya memiliki wanita tersebut begitu kuat. Dia berharap Camelia akan berubah pemikiran tentang pernikahan mereka.

Perlahan kelopak mata Danny menutup dan dia mulai terlelap ke alam mimpi. Malam yang tenang seolah-olah menina bobokan dirinya.

Ketika hari berganti dan langit mulai cerah, suara kicauan burung liar membangunkan Camelia terlebih dahulu. Lengan Danny masih melingkari pinggang wanita itu.

'Astaga, sejak kapan dia tidur di sampingku?!' seru Camelia dalam hati terkejut seraya memandangi wajah Danny. Namun, tak ada getaran sama sekali di hatinya.

"Mas ... Mas Danny, bangun! Apa nggak kuliah pagi ini?" Camelia menepuk-nepuk lengan pemuda itu.

"Ohh ... pagi, Lia Sayang. Aku ada kuliah jam sembilan. Apa kamu mau mandi bareng aku?" balas Danny seraya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 07.35.

Wajah Camelia merona, dia masih teringat kejadian tadi malam. Kejantanan suaminya yang dipamerkan itu sangat besar. Dia pun menolak mandi bersama Danny. "Aku nanti saja, Mas duluan deh yang harus berangkat kuliah pagi, nanti telat!" balasnya.

Danny mengangguk setuju lalu mengecup kening Camelia. "Coba periksa di dapur apa mama sudah masak sarapan, Lia. Aku lapar nih!" pintanya sembari menyambar handuk di jemuran besi.

"Oke, Mas. Gih sana mandi biar nggak telat ke kampus!" sahut Camelia lalu menyisir rambut sejenak sebelum ke luar dari kamar.

Suara beberapa wanita terdengar riuh dari arah meja makan dekat dapur. Camelia pun berjalan mendekat, tak sengaja dia mencuri dengar percakapan mereka.

"Mbak Rina, kenapa Danny dibiarin nikah sama wanita nggak jelas asal usulnya itu sih? Mendingan sama yang berasal dari keluarga terpandang!"

"Huss, Nita ... jangan ngomong begitu. Jodoh 'kan di tangan Tuhan. Masa kita yang maksa Danny harus nikah dengan si A atau si B!" Suara mamanya Danny terdengar menyanggah pendapat wanita tadi.

"Tapi, Camelia ini sudah tua 'kan. Mana pantas sama Danny yang baru masuk bangku kuliah!" Suara wanita yang berbeda dari sebelumnya terdengar lagi dan menghentikan langkah kaki Camelia.

"Kalian jangan bicara apa pun di depan mereka nanti ya. Kasihan istrinya Danny kalau baru mau masuk ke keluarga Sasmita sudah mendapat penghakiman dan penolakan seperti ini!" sergah Nyonya Rina tegas kepada kedua adiknya; Nita dan Lusy.

Akhirnya, Camelia melanjutkan langkahnya yang tadi terhenti. Kehadirannya pun segera disambut hangat oleh mama mertuanya. "Ehh ... Lia, ayo duduk di sini! Kebetulan ini tante-tantenya Danny main ke rumah, ada Tante Nita dan yang rambut panjang ini Tante Lusy. Kenalan dulu ya!" ujar Nyonya Rina ramah.

Ketiga wanita itu saling bertukar salam dan memperkenalkan diri singkat lalu Camelia duduk di sebelah kursi makan Nyonya Rina. Dia sedikit antipati kepada dua tantenya Danny yang tadi bicara tak baik mengenai dirinya.

"Wah, nggak nyangka ya si Danny bakal dapat istri yang usianya sudah matang begini. Janda apa perawan kasep nih?" sindir Nita tanpa basa-basi seraya melirik ke wajah Camelia.

"Hey, Nit ... jangan ngomong kayak gitu ke Lia. Tolong pagi-pagi jangan bikin ribut karena omongan tak enak!" hardik mama mertua Camelia, membelanya.

"Iyalah, Mbak Rina. Jangan-jangan kemarin Danny dijebak biar menikahi perempuan nggak jelas asal usulnya ini. Kami tantenya Danny tuh kasihan sama bocah itu, baru masuk kuliah kok sudah harus jadi kepala rumah tangga akibat nikah paksa oleh warga!" dukung Lusy dengan tatapan sengit ke arah Camelia.

Wanita itu segera bangkit berdiri dari kursinya lalu berkata 'permisi' kepada tiga wanita lain di meja makan sebelum melenggang kembali ke rumah kontrakannya sendiri.

"Lia ... Lia! Jangan pergi!" panggil mamanya Danny berusaha mengejar menantunya yang marah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel