Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.5. Apa Kamu Masih Perawan?

"Lia ... apa aku boleh ... ehm ... boleh melihat tubuhmu?" tanya Danny ragu-ragu sambil duduk bersebelahan di tepi ranjang.

Camelia memalingkan wajah ke samping sambil terkikik geli. Dia menduga suaminya itu masih perjaka, usianya saja belum genap kepala dua. Dia pun balik bertanya, "Memang Mas Danny mau lihat yang sebelah mana? Aku segede ini 'kan kelihatan jelas lho!"

Pemuda itu menggaruk-garuk kepala, salah tingkah melirik-lirik bagian yang bulat menyembul dari tepi kerah gaun katun anggun milik Camelia. " Kalau yang di sebelah dalam apa boleh?" tanya Danny lagi.

"Mas, kita belum terlalu mengenal satu sama lain. Apa kamu yakin kalau aku akan jadi istri yang baik buatmu?" jawab Camelia mengalihkan pembicaraan. Namun, badannya masih terasa panas dari dalam. Bahkan, bagian intimnya berkedut-kedut tak biasa.

Danny meraih wajah Camelia ke telapak tangan lebarnya lalu mengecup dalam-dalam bibir wanita yang telah menjadi pujaan hatinya selama tiga tahun belakangan. Dulu sewaktu Camelia pindah ke rumah kontrakan sebelah, dia masih kelas sebelas atau II SMA.

"Kalau begitu ... kamu cerita dong, Lia." Ibu jari tangan Danny mengusap bibir bawah istrinya yang ranum merah muda, "aku akan dengarkan semua yang perlu kuketahui tentang seorang Camelia Wulandari!" lanjutnya lalu membaringkan wanita itu terlentang di atas tempat tidur.

"Ahh ... Mas, gimana mau cerita kalau kamu bikin aku nggak konsen!" protes Camelia sesaat tangan Danny mulai membelai-belai gunung kembarnya dari balik pakaian.

Danny pun terkekeh. Baginya siapa Camelia, setan belang atau peri pun dia tak peduli. Itu wanita pilihannya sebagai istri. Titik tanpa koma. "Ngomong aja, kamu berasal dari mana? Hobi kamu apa? Keluarga kamu bagaimana? Aku siap dengerin, Sayangku!" bujuknya lembut disertai kecupan-kecupan yang membuat wajah Camelia semakin merah seperti kepiting rebus.

Camelia tak sanggup menahan buaian yang menghanyutkan dari suaminya. "Ohh ... aku dari Surabaya, dari dulu memang pengin banget tinggal di Yogya karena kotanya lebih tenang dan penduduknya ramah. Kalau hobiku memang bikin kue dan mendesain baju wanita—"

"Wah, cucok dong sama mama kolab. Mamaku 'kan penjahit!" tukas Danny yang terkesan dengan hobi istrinya. Nampaknya wanita pilihannya sangat feminin.

Kancing berderet di sisi depan gaun yang dikenakan Camelia terlucuti semuanya hingga tersingkap di hadapan Danny. Akan tetapi, sensasi panas yang sedari tadi dirasakannya tak kunjung hilang. Sentuhan amatir suami berondongnya justru membuat Camelia makin nyaman saja.

"Lia, kalau malam ini kita mesra berdua seperti suami istri, apa boleh?" Danny tak ingin wanita pemalu itu merasa ternodai apalagi sampai berpikir bahwa diruda paksa olehnya.

"Tapi, kita 'kan mau cerai!" tukas Camelia menolak ajakan Danny. Mulutnya tak mau, sayangnya tubuhnya merespon positif.

"Kamu sudah basah—kenapa menolak, Lia? Kumohon ... kita coba saja ya? Apa kamu masih perawan?" Danny penasaran dengan sosok istrinya yang serba misterius identitas sedari awal menjadi tetangganya.

Camelia tertawa pelan. "Untungnya—iya, aku masih perawan, Mas. Kalau kamu, apa masih perjaka juga?" balas Camelia bersitatap dengan Danny yang mulai memburu napasnya.

"Mau lihat senapan laras panjang punyaku, Lia?" tawar Danny sembari terkekeh. Dia tidak malu karena itu milik istri sahnya.

Ketika Danny memelorotkan celana pendek, wanita itu memekik terkejut lalu menutupi wajahnya dengan telapak tangan, "Aaw ... punya Mas Danny gede banget!"

"Tapi, kamu suka 'kan?" balas Danny sambil membelai-belai 'burung' kesayangannya itu.

Camelia mengintip sedikit dari sela-sela jemari tangannya karena penasaran. Ini kali pertama dia melihat langsung tanpa sensor, milik seorang laki-laki dewasa. "Punya Mas pink agak merah!" jawabnya malu-malu.

"Jawab dulu suka nggak, Lia? Apa kamu lebih demen yang hitam?" goda Danny seraya terkekeh.

"Iihh ... kamu ini, Mas!" Camelia memunggungi suaminya yang masih saja memamerkan perangkat keras itu.

Namun, Danny tak ingin menyerah. Dia bersikeras harus malam ini mereka melangkah ke tahapan yang lebih serius. Maka dia melepas celana boxernya lalu menghampiri Camelia di tepi tempat tidur.

"Aku lepasin gaun kamu ya, Sayang? Malam ini panas deh, kita tidur tanpa baju saja!" rayu Danny lagi seraya memelorotkan gaun katun yang menggantung di bahu istrinya.

Jantung Camelia berdesir-desir merasakan tiupan udara dari napas suaminya yang memburu di balik tengkuk. Sepasang telapak tangan lebar milik Danny mulai menangkup sepasang melon kembarnya dari belakang.

"Ahh ... jangan, Mas!"

"Kan mama tadi sudah bilang minta cucu, Sayang. Yuk kita ngadon, Lia. Mas siap lahir batin ini!" bujuk Danny pantang menyerah. Bibirnya menyusuri leher jenjang seputih porselen yang beraroma bunga lembut itu.

Telapak tangan Danny membelai rusuk hingga perut dan menghilang di balik kain segitiga tipis yang menjadi satu-satunya penutup tubuh Camelia saat ini.

Kepala Camelia menggeleng ke kanan dan ke kiri, gelisah merasakan setiap sentuhan suaminya yang semakin berani. Napas wanita itu pendek-pendek diselingi desahan, "Mass ... sudah ... aahh!"

"Maksud kamu mau mulai sekarang aja 'kan? Pemanasannya sudah cukup?" balas Danny dengan semangat berapi-api.

Camelia gemas sekali dengan suami berondongnya, bukan itu maksudnya tadi. "Aku mau pulang ke rumah kontrakan aja. Mas Dhani mesum!" rajuknya sembari mencoba melepaskan diri dari lengan kokoh Danny.

Namun, Danny tak sanggup menahan hasratnya lagi. Dia membanting tubuh ramping Camelia ke bawah badan kekar berototnya. Kedua pergelangan tangan Camelia ditahan di atas kepala. Mata wanita itu melebar terkejut karena tindakan agresif Danny.

Akankah malam pertama Danny dan Camelia terjadi?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel