Bab 6 Sebuah Pesta
Satu minggu kemudian
Hari ini hari yang spesial bagi Jihan dan Barata, mereka bagai ratu sehari di pesta pernikahan sederhana yang sengaja Barata adakan sebagai bentuk peresmian. Banyak para warga yang datang memberikan selamat untuk pasangan suami istri tersebut. Dan banyak pula yang memberikan doa untuk keduanya agar langgeng sampai kakek dan nenek.
Jihan begitu bahagia seakan memiliki keluarga baru di kampung suaminya. Wanita itu tampak cantik dengan mengunakan kebaya berwarna merah. Di sana banyak hiburan yang membuat suasana kian meriah.
Tanpa dia sadari, Bu Lastri di antar ojek di sana. Wanita paruh baya itu bertanya pada salah satu warga dan bergegas menuju ke rumah Barata dan Jihan. Melihat kehadiran ibunya, membuat mata Jihan tampak berkaca kaca. Ingin sekali dia memeluk snah ibu namun mengingat kejadian seminggu lalu membuatnya sungkan.
"Ternyata pesta kamu enggak mewah ya, jika kamu menerima pinangan juragan Aryo pasti pestanya lebih megah dari ini. " ujar Bu Lastri.
"Ya ampun Bu, julid amat tuh mulut. Kalau enggak niat datang harusnya Ibu enggak perlu datang ke mari, kasihan neng Jihan nya punya Ibu julid seperti ibu. " ujar salah satu ibu ibu di sana.
Bu Lastri merasa tersinggung dengan ucapan ibu yang menegurnya. Wanita paruh baya itu menatap tajam kearah sang anak. Jihan enggan berbicara dengan ibunya itu, apa belum puas ibunya itu menyakitinya kemarin.
"Huh untungnya Bu Lastri bukan ibu saya, kalau iya mungkin saya sudah jadi gila kali punya ibu seperti ibu Lastri. " ceplos Irma sebal dengan paruh baya di depannya ini. Ucapan Irma di setujui oleh ibu ibu yang lainnya. Merasa malu Bu Lastri langsung pergi begitu saja, Jihan mengusap air matanya menatap nanar kepergian ibunya itu.
Barata segera memeluk istrinya, perasaan Jihan begitu hancur akan sikap sang ibu barusan. Dia menyuruh melanjutkan acaranya, di usapnya punggung sang istri dengan lembut.
"Neng jadi jelek kalau nangis kayak gini, lupain ucapan Ibu ya tapi jangan sampai membencinya. " tegur Baraya dengan lembut menasehati istrinya. Jihan mengangguk, dia segera menghapus air matanya dan kembali memperhatikan mbak Irma yang asyik berjoget.
Kang Hardi sendiri menegur para laki laki yang memperhatikan istrinya, aksinya itu membuat Jihan dan lainnya tertawa.
Acara itu terus berlangsung hingga sore pukul tiga baru selesai. Barata mengajak istrinya ke kamar mereka, dia menyuruh mbak Irma untuk mengurus semuanya. Irma sendiri paham akan perasaan Jihan saat ini,dia di bantu suaminya dan warga lain membereskan sisa sisa pesta.
Saat ini Jihan mengenakan kemben berwarna putihnya, dia sibuk membuka kado dari mbak Irma lebih dulu.
"Ini pakaian apa kok kayak jaring jaring. " gumam Jihan sambil merentangkan lingerie pemberian Mbak Irma.
"Neng nanti malam pakai itu ya. " cetus Kang Barata yang baru saja dari kamar mandi. Saat ini pria tampan itu hanya mengenakan celana pendek. Jihan segera menaruh ke dalam kardus nya lagi, dia merasa malu memakai kain jaring ini. Namun Barata terus merayunya hingga Jihan setuju dengan permintaannya.
Gadis itu tak menyangka mbak Irma memberikannya tiga buah lingerie berwarna tiga macam itu.
Barata ikut membuka kadonya bersama sama sang istri, ternyata kado dari mbak Rita isinya keperluan wanita dan juga kemben dengan warna bagus, jumlahnya ada lima pasang.
Satu jam berlalu selesai membuka kado, Jihan segera menaruh pakaiannya ke dalam lemari.
Pria tampan itu membawa Jihan ke pangkuannya, Jihan membiarkan suaminya menciumi leher dan turun ke bongkahan bulatnya setelah melepaskan kembennya
"Akh akang!
Dan mereka melakukan hubungan suami istri di atas ranjang, Barata merasa tak pernah bosan untuk menyentuh istri tercintanya. Jihan sendiri hampir kewalahan menghadapi gairah suaminya yang begitu kuat dan gagah.
Huh
Barata menggulingkan diri ke samping, Jihan mengatur nafasnya yang tersengal. Dia begitu puas akan hujaman sang suami yang begitu memabukkan. Keduanya kini mengobrol hal hal yang menyenangkan.
"Di sini memang sering hujan kang? " tanya Jihan pada suaminya.
"Iya neng, gerimis kayak gini enaknya ya ninu ninu eneng. " bisik Barata di telinga istrinya. Jihan menabok lengan sang suami, Jihan tak habis pikir dengan pikiran Barata yang selalu mengarah ke situ.
Wanita itu bangun, menyibak selimutnya lalu bangkit dan pergi ke dapur. Tak lama dia kembali membawa dua cangkir teh, di taruhnya di atas meja. Barata justru memperhatikan tubuh seksi sang istri, pria itu segera menarik Jihan ke ranjang.
Kini Jihan duduk membelakanginya, Barata mendekapnya dari belakang dengan di tutupi selimut. Pria itu nenghujamnya dari belakang, Jihan melenguh panjang sambil meremas lengan kekar sang suami. Barata mengambil secangkir teh, memberikannya pada sang istri. Keduanya sama sama minum, Barata menaruh cangkirnya di atas meja.
Dan malam itu menjadi malam yang syahdu untuk pasangan suami istri, di dukung suasana yang membuat pasangan ingin berbagi kehangatan.
Hal yang sama juga di lakukan pasangan Irma dan Kang Hardi, pria yang jarang berbicara itu begitu mahir dalam memuaskan istrinya di atas ranjang. Entah berapa lama mereka melakukannya namun tak membuat keduanya untuk mengakhiri segera.
Irma mengusap peluh di dahi sang suami, Kang Hardi menggenggam erat tangan sang istri dan semakin menghujamnya. Hingga pada puncaknya, mereka akhirnya segera mengakhirinya.
"Kang aku tuh kasihan sama Jihan,dia punya ibu kok ya julid gitu kasihan Jihannya kalau gitu. " gerutu Irma yang tak suka akan sikap Bu Lastri tadi sore.
"Sepertinya Bu Lastri sikapnya keras dan juga egois neng, Jihannya juga perlu bersabar menghadapinya. " gumam Kang Hardi menanggapinya.
"Besok kita jemput Langit ya Kang, aku ingin mengenalkan putra kita pada Jihan. " ucap Irma yang di angguki suaminya. Kang Hardi mencium pucuk kepalanya, mengeratkan pelukannya agar sang istri tak kedinginan. Irma sedikit beruntung memiliki orang tua yang bijak dan mertua ya sayang padanya.
Dia begitu sayang dengan Jihan, sudah menganggapnya sebagai saudari sendiri. Irma berharap Jihan selalu kuat dan tegar menghadapi masalah yang menghadangnya. Dia tak bisa membayangkan jika dirinya di posisi Jihan, pastinya dia akan marah marah dan menyudutkan sang ibu.
Huft
Irma kembali menatap sang suami, mencium rahang kokoh kang Hardi lalu mengeratkan pelukannya. Kang Hardi sendiri tersenyum tipis melihat tingkah nakal istrinya. Keduanya langsung memejamkan kedua matanya,tak lama terlelap ke alam mimpi.
Sementara Jihan sendiri justru masih termenung, ucapan ibunya begitu menusuk nya. Wanita itu menoleh dan mendapati suaminya telah terlelap. Dia belai pipi suaminya dengan lembut, Jihan tersenyum tipis.
"Setidaknya aku tak sendirian, aku beruntung bisa menikah dengan kamu Kang Barata. " gumam Jihan lirih.
