Bab 5 Kekecewaan seorang ibu
Di sisi lain Bu Lastri begitu kecewa dengan putrinya, Jihan justru lebih memilih Barata daripada dirinya.
"Kenapa kamu memilih Barata nak, kenapa kamu memilih pergi dari sini dan meninggalkan ibu sendirian. " gumam Bu Lastri dengan kekecewaan yang luar biasa.
Padahal ibu sudah senang jika kamu pulang dalam keadaan baik baik saja tapi kenapa kamu malah membawa kabar buruk. Kenapa kamu menikah dengan pria yang membuat Ibu kehilangan bapak.
Paruh baya itu menangis tergugu, dia begitu kecewa pada Jihan anaknya sendiri. Ismi dan Saras datang berkunjung, Ismi langsung memeluk ibu Lastri dan memberi dukungan padanya.
"Sepertinya Jihan memang tidak menyayangi ibu lagi, nyatanya dia memilih pergi daripada tinggal. " cetus Saras dengan tenang. Bu Lastri terus menangis dalam dek apa Ismi, entah apa yang di rencanakan kedua gadis itu.
Bu Lastri mulai ke makan omongan dari Ismi dan Saras, menganggap Jihan hanya pembawa sial dalam hidupnya. Ismi tersenyum licik,sepertinya rencananya dalam membuat hidup Jihan hancur akan berjalan lancar nantinya.
Ehem
"Saras, Ismi pergi dari sini. Sepertinya kalian sangat suka menyebar gosip dan fitnah ya. " ujar Bu Dijah dengan tegas.
"Bukankah tempo hari kalian yang mengusir Jihan dari sini, sekarang kalian mau menghasut Bu Lastri agar membenci putrinya sendiri begitu. Apa pikiran kalian sudah tak waras hingga berlaku keji seperti ini. " sentak Bi Dijah pada kedua keponakan nya itu.
Saras dan Ismi saling melirik satu sama lain, kedua itu tampak ketakutan. Bu Dijah juga memberikan ultimatum untuk keduanya lalu mengusirnya dari rumah Bu Lastri. Sepeninggal kedua keponakannya, Bu Dijah mengusap punggung bergetar Bu Lastri.
"Jihan membuatku kecewa Buk. " ungkap Bu Lastri yang langsung menjelaskan permasalahannya dengan Jihan. Bu Dijah mengelus dadanya, dia tak menyangka Bu Lastri akan bersikap keterlaluan pada Jihan.
"Kepergian suami kamu sudah takdirnya Lastri, kenapa kamu menyalahkan orang. Apa kamu merasa orang yang paling suci hingga menyalahkan orang lain? "
"Kamu juga tak pantas berlaku kasar pada Jihan, waktu putrimu kemarin di usir apa kamu berbuat sesuatu. Bukankah Jihan yang melindungi kamu tapi sekarang kamu justru berlaku kasar padanya. " bentak Bu Dijah emosi.
"Aku harap kamu tak menyesal nantinya. " ketus Bu Dijah.
Bu Lastri mengatupkan bibirnya rapat, ucapan Bu Dijah begitu menusuknya sangat dalam. Bu Dijah sendiri memberikan sedikit nasehat pada Bu Lastri setelah itu pamit pulang. Dia perlu memberikan pelajaran untuk Ismi dan juga Saras agar menghargai orang lain.
Tiba di rumah
Plak
Plak
Bu Dijah menampar kedua keponakannya, Ismi dan Saras. Wanita paruh baya itu marah besar pada gadis gadis di depannya saat ini. Dia memberikan nasehat pada orang tua Ismi dan Saras agar mendidik putrinya lebih keras.
"Inikah didikanmu Sari, kedua anakmu sudah berani menghasut bu Lastri agar membenci Jihan apa kau tak malu jika hal ini di beber 'kan warga lain? " sentak Bu Dijah.
Sari tertegun, dia menoleh kearah kedua putrinya dengan tatapan kecewanya. Bu Dijah memberi ketegasan agar Sari memberi pelajaran untuk Ismi dan juga Saras. Setelah selesai bicara Bu Dijah langsung duduk di kursinya, Bu Sari menangis dan memeluk sang kakak sambil meminta maaf.
"Maafin aku mbak, aku gagal menjadi seorang ibu yang mendidik kedua putriku sendiri. Kang Gadrun terlalu memanjakan mereka hingga keduanya bersikap semena mena seperti ini. " gumam Bu Sari menyesali semuanya.
Bu Dijah membalas pelukan adiknya itu, sementara Ismi dan Saras langsung pergi ke kamar nya. Setelah tenang, Bu Dijah meninta maaf atas tamparan yang dia layangkan ke pipi Ismi dan Saras namun Bu Sari tak masalah.
Keduanya bangkit, bergegas menemui akang Gadrun dan membicarakan perihal Ismi dan juga Saras. Di ruang tamu terjadi perdebatan antara Bu Sari dan suaminya, Kang Gadrun justru membela kedua putrinya yang di tentang oleh Bu Sari.
Di rumah Bu Lastri
Wanita itu kini masih terisak sendirian di sana, ucapan Bu Dijah terus terngiang di dalam kepalanya. Sikapnya yang keras terus menyangkalnya, dia tetap menyalahkan dan Barata serta kecewa pada Jihan.
Diapun merasa sang anak tidak menyayanginya hingga membiarkan dirinya sendirian sekarang. Bu Lastri justru merasa ucapan Ismi dan Saras benar adanya.
"Ibu kecewa sama kamu, suatu saat kalau kamu ada masalah ibu tak akan menerima kamu Jihan. " batin Bu Lastri yang mulai gelap mata.
Dia merasa dirinya yang paling benar, terua menyalahkan orang lain tanpa tahu kebenarannya. Bu Lastri mengusap wajahnya kasar, bangkit dan beranjak menuju ke kamar.
Wanita itu mengusap bingkai foto dirinya bersama mendiang suaminya dan Jihan waktu bayi. "Maafin Ibu pak, Ibu gagal mendidik Jihan hingga gadis itu menjadi pembangkang seperti sekarang!
Bu Lastri POV
Kenapa Bapak ninggalin Ibu, harusnya Bapak mengajak Ibu sekalian. Lihatlah Pak, Jihan sikapnya berubah dan kamu pasti di atas sana juga kecewa sama seperti aku. Sampai kapan pun aku tak akan memberikan restuku untuk mereka pak, aku sangat kecewa dengan Jihan dan begitu membenci Barata, putra dari Wisnu. Sekarang Ibu sendirian pak,Jihan putri kita justru memilih suaminya dari pada aku.
Bu Lastri menaruh figura photo itu di atas meja,dia memijit kepalanya yang terasa pusing dan memilih berbaring di atas ranjangnya. Dia ingin beristirahat sejenak mengingat hari sudah sore, Bu Lastri ingin menenangkan dirinya yang pusing menghadapi masalah yang dia hadapi.
"Kenapa harus Barata yang menolong Jihan, kenapa. " gumam Bu Lastri kesal. Dia seakan tidak menerima dengan takdir Tuhan saat ini. Entah apa yang di inginkan Bu Lastri yang masih kekeh dengan keegoisannya itu.
Sementara Jihan berbaur dengan para wanita yang tengah menyiapkan pesta untuknya dan Barata. Jihan begitu senang , ternyata masih ada banyak yang baik dan tulus padanya selain mbak Irma. Jihan tentu saja bersyukur dengan jalan takdir hidupnya saat ini namun di sisi lain dia menyembunyikan kesakitan dalam hatinya. Ibu kandungnya justru berkata kasar dan membencinya sedemikian rupa.
"Ya Tuhan tolong aku, aku mohon luluhkan hati ibuku secepatnya. " batin jihan penuh harap.
"Ji ada apa kenapa hanya diam? " tanya Irma padanya.
Jihan sedikit bercerita pada teman teman barunya, mbak Rita mengusap punggung Jihan dan memberinya dukungan agar bersabar. Irma sendiri ikut sesak mendengar masalah yang di hadapi Jihan, dia langsung memeluknya.
Salah satu dari mereka ada yang kenangis, terus memberikan dukungan pada Jihan agar tetap bersabar menghadapi ujian ini. Jihan tentu saja setuju dan menerima semua nasehat dari teman temannya.
