Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 2

Didalam mobil, kami saling diam. bahkan tak ada yang memulai pembicaraan. Entahlah. Rasanya sangat kecewa sekali. Padahal sudah lama aku tau bahwa Mbak Citra memang sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak.

"Ran, kamu kenapa hanya diam? Kamu marah?" Tanyanya.

Aku tak menjawab, hanya membuang nafas kesalku saja. Seharusnya tak perlu bertanya dia sudah tau itu.

"Maafkan aku Ran. Aku sudah jujur padamu dari awal. Dari awal kita bertemu, aku sudah mengatakan semuanya."

Penuturan yang membuatku ingin berteriak. Mengingatkanku pada pertemuan kita kala itu. Hingga sesuatu telah terjadi padanya. Dan hampir membuatku gila.

"Sudahlah mbak. Tak perlu bahas itu. Aku hanya ingin berada disampingmu selalu. Aku tidak akan menyesal."

"Maafkan aku Ran." Dia menunduk. Akupun tak tau sedang apa dia.

Cciitt!

Aku menghentikan mobil tepat didepan pagar rumahnya. Mbak Citra menatapku sebelum dia turun.

"Ran, mau mampir?" Tawarnya. Dan ini pertama kalinya dia menawariku untuk mampir.

"Boleh?" Aku meyakinkannya.

"Boleh."

Aku tak tau apa yang ada dipikirannya. Padahal didalam rumah sederhana itu ada suami dan anaknya. Apa dia tak takut jika ketahuan membawaku pulang?

"Ok." Aku melepaskan seatbelt dan membuka pintu mobil.

"Bunda!" Teriak anak kecil berambut ikal. Anak yang begitu menyayangi bundanya. Dia berlari dan berakhir dipelukan Mbak Citra.

"Bella mau makan apa?" Mbak Citra melepaskan pelukannya.

"Mau nasi goreng udang, Bund," pintqnya dengan manja.

Lalu anak kecil itu menatapku yang masih berdiri di samping pagar.

"Bunda, dia siapa?" telunjuknya diarahkan padaku.

"Dia kak Ran, temannya Bunda."

Pengakuan yang membuat nyeri didalam dada. Rasanya seperti terpukul besi tepat mengenai dadaku.

"Ran, kenapa berdiri disitu?" Mbak Citra melambaikan tangannya menyuruhku mendekat. Bahkan dia masih bisa tersenyum setelah mengakui aku adalah temannya.

Dengan kaki yang terasa berat, aku mendekati mereka. Aku berusaha tetap tersenyum pada gadis kecil ini.

"Hey Bella," Sapaku sambil mencubit pipinya sekilas.

"Kak Ran ganteng ya, Bund." Pujinya sambil menatapku.

Mbak Citra hanya tersenyum. "Ayok kita masuk. Kasian kak Ran kalau dibiarkan berdiri diluar."

Kami pun masuk kedalam rumah sederhana ini. Mataku menyapu keseluruh ruangan. Sungguh rumah yang sangat sederhana.

"Duduk dulu Ran, aku ambilin minum ya. Bella, temani kak Ran dulu ya. Bunda mau ambilin minum."

"Iya Bund." jawab si gadis kecil itu dengan patuhnya. Mbak Citra pun berlalu pergi.

"Bella, Ayah Bella dimana?" Aku mulai mengorek beberapa informasi tentang lelaki yang sudah menikahi mbak Citra.

"Ayah dikamar kak. Baru aja habis mandi tadi."

"Oohh, kakak kira tidur. Kok nggak keluar sih?" Sengaja aku ingin membuatnya mungkin terkejut saat melihatku atau langsung jantungan dan sekarat, ahh atau mungkin langsung mati.

"Mungkin sebentar lagi keluar kak. Biasanya kalau disuruh makan sama Bunda baru keluar."

"Kakak mau ketemu Ayah? Bella panggilin ya."

"Nggak usah Bel, lain kali aja. Kalau kakak mampir lagi aja."

"Ngobrolin apa sih, kok keliatannya asik banget." Mbak Citra meletakkan dua gelas minuman untuk aku dan Bella. Dia pun ikut gabung, duduk di samping Bella.

"Rahasia dong." Aku mengambil segelas teh di hadapanku. Anget, nggak panas. Menandakan jika tamunya nggak bileh lama-lama.

Aku meminumnya hingga setengah gelas. "Aku pamit pulang ya, sudah malam. Nggak baik jika ada warga yang melihatnya."

"Iya, Ran. Makasih ya."

Aku beranjak, menjabat tangan pada Bella dan berjalan keluar rumah itu.

"Siapa yang bertamu Sayang?" suara seorang lelaki terdengar samar dari luar rumah.

Sejenak aku menghentikan langkahku untuk mendengarkan percakapan mereka.

"Ran." Jawaban dari mbak Citra.

"Kamu masih berhubungan dengannya?"

Lama hanya diam aku tak mendengarkan jawaban apapun dari mbak Citra. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel