Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Bertemu

Shenna sedang menyibukkan matanya dengan melihat-lihat ruangan besar bernuansa putih dan abu-abu yang akan menjadi tempat tinggal sementara nya. Ruangan itu tampak begitu nyaman dan tenang. Banyak bunga-bunga hidup yang begitu indah menghiasi meja khusus yang disediakan pemilik rumah, seperti bunga-bunga yang ada di luar gedung besar namun tetap terlihat sederhana itu.

"Duduk."

Shenna terperanjat, terkejut akan suara Niken yang tiba-tiba. Ia mengelus dada, menenangkan jantung yang berdegup kencang karena keterkejutannya. Sambil mendudukkan diri di sofa, dia bertanya, "Di mana cucu Ibu?"

"Masih di sekolah."

"Oh? Dia sudah sekolah?"

Niken mengangguk pelan. Shenna lalu bertanya lagi, kelas berapakah cucu dari wanita yang memberi nya pekerjaan itu.

"TK 2," jawab Niken. "Namanya Adam. Semoga dia bisa langsung suka sama kamu."

Shenna mengucapkan 'aamiin', ikut mendoakan agar anak yang akan dia asuh dapat langsung menyukai dirinya, sehingga dia tidak akan kesulitan saat menjaga anak yang bernama Adam tersebut. "Tapi Bu, suami dan anak Ibu, apa bener nggak apa saya kerja di sini?"

Niken tersenyum tipis dan tenang, membuat aura keibuannya muncul, lantas menjawab, "Kamu percaya aja, mereka pasti nggak masalah, kok." Niken melihat jam di dinding dan ternyata waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat empat puluh lima menit. "Em, ayo, kita jemput Adam."

***

Tiba di sekolah tempat Adam bersekolah, ternyata Adam dan anak-anak lainnya masih belum pulang. Sehingga Niken mengajak Shenna duduk di kursi panjang di bawah pohon besar dengan daun rimbun di dekat parkiran, menunggu Adam pulang.

"Shen, umur kamu berapa?"

Shenna beralih menatap Niken dan menjawab bahwa usianya kini dua puluh dua tahun. Yang lebih tua sedikit terkejut mendengar usianya yang masih muda tetapi sudah repot-repot berkeliling mencari pekerjaan.

"Muda sekali?" komentar Niken kemudian.

Shenna tersenyum lebar nan malu-malu. Gadis bernama lengkap Shenna Ajani Ajwad itu memang mudah merasa malu, terutama saat dipuji.

"Kalau begitu, kamu beda tiga tahun dari anak saya."

Shenna menatap penuh rasa penasaran pada Niken, dan kemudian ia bertanya, "Umur anak Ibu, berapa?"

"25 tahun."

Shenna mengeluarkan suara 'Oo' lalu menanyakan usia anak Niken yang menikah. Niken menjawab usia anak pertamanya adalah dua puluh delapan tahun dan tinggal di rumah mertuanya, dan masih di kawasan Jakarta.

Shenna manggut-manggut, mengerti dan bertanya lagi, "Anak Ibu cowok-cewek, kah?"

"Yang kakak cewek."

"Oo," tanggap nya. "Kalau Shenna, kakaknya cowok. Udah nikah dan seumuran sama anak Ibu yang pertama."

"Oya?"

Shenna mengangguk. "Tapi kakak tinggal di rumah istrinya. Padahal Shenna tuh, kangen banget sama dia." Ia tersenyum bangga dan penuh rindu saat menceritakan kakaknya.

"Kalau kangen, temuin, dong. Kan, dia cuma di tempat istrinya." saran Niken.

"Shenna mau, tapi kakak juga jarang di rumah. Lebih sering di tempat kerja."

"Ka...."

"NENEK!" Sebuah suara menghentikan Niken yang kembali hendak berucap. Sontak perhatiannya ia alihkan pada Sang cucu yang berlari menghampiri nya. Ia berdiri lalu berlutut menyambut Adam. Keduanya pun saling berpelukan.

Shenna tersenyum iri sekaligus senang melihat pemandangan di depannya. Shenna ikut berjongkok di sebelah Niken dan menatap Adam dengan tersenyum manis, menyapa. Adam ikut memandang ke arahnya tanpa ekspresi. Niken ikut melihat ke arah Shenna lalu kembali ke arah Adam.

"Adam sayang, ini Tante Shenna. Dia yang akan menemani Adam kalau ayah, nenek dan nakek nggak ada." jelas Niken namun mata cucunya itu masih saja menatap gadis di sebelahnya, membuat gadis itu tersenyum kaku karena merasa tidak nyaman.

"Ayo, kita pulang." ajak Niken. Niken menggendong Adam menuju mobil diikuti Shenna di belakang, dengan Adam yang masih terus memerhatikan Shenna. Adam duduk di kursi depan di sebelah kursi kemudi dan Shenna duduk di belakang.

Sepanjang jalan, Adam masih betah memfokuskan matanya pada sosok Shenna. Tidak hanya Shenna yang merasa tidak nyaman namun Niken pun merasa aneh akan sikap cucunya itu. Tidak biasanya Adam seperti itu.

Apa Adam tidak menyukai Shenna?, pikir Niken saat itu.

***

Niken menyuruh Shenna membantu Adam mengganti pakaian di kamar Adam dan ayahnya yang berada di lantai dua, sementara dirinya memasak untuk makan siang. Di kamar, Adam masih betah membuat gadis berambut panjang itu bergerak dalam kekakuan karena terus ditatap.

"Adam, pakaian yang kotor harus dimasukkan ke dalam keranjang pakaian kotor, ya?"

Adam mengangguk patuh.

"Kalau besok masih dipakai, digantung, jangan ditumpuk."

Adam mengangguk lagi.

"Pintar. Sekarang, waktunya makan siang," ujar Shenna. "Dan sebelum makan, harus mencuci tangan lebih dulu."

Adam mengangguk.

"Bagus. Ayo." Shenna memegangi tangan kanan Adam saat menuruni anak tangga. Tiba di bawah, ia langsung menyiapkan makan siang Adam yang sudah dimasak oleh Niken.

"Kamu tolong jagain Adam, ya? Saya mau istirahat dulu." pinta Niken lalu berlenggak menuju kamarnya yang berhadapan dengan dapur, setelah mendapat respon dari Shenna.

Shenna kembali beralih pada Adam namun didapatinya anak kecil yang kini berusia enam tahun itu belum menyentuh makanannya. Ia lantas bertanya, "Adam mau disuapin?"

Adam mengangguk.

"Baik, tapi lain kali Adam harus belajar makan sendiri, ya? Adam kan, sudah besar jadi harus belajar mandiri."

"Mandiri, apa?" Adam akhirnya bersuara.

Shenna tersenyum sebelum menjawab, "Mandiri itu artinya Adam harus melakukan apapun sendiri. Misal, makan sendiri, mandi sendiri, berpakaian sendiri, merapikan pakaian sendiri, saat mau makan ambil sendiri, dan lainnya."

"Masak sendiri juga?"

"Ha ha. Kalau itu nggak Sayang, kecuali Adam sudah lebih besar dan sudah bisa masak. Kalau Adam masih sebesar sekarang, biar orang tua yang masak."

Si kecil dengan penasaran bertanya, "Kenapa?"

"Karena kompor dan pisau itu berbahaya."

Shenna tersenyum gemas melihat reaksi bingung Adam yang terlihat begitu menggemaskan. Ia jadi teringat pada keponakan. Tingkahnya tidak jauh dari Adam.

"Nanti Adam akan mengerti. Sekarang Adam makan, kalau telat makan, nanti perutnya sakit."

Adam mengangguk lalu menjemput sendok dan mulai menyuapkan makanan ke dalam mulut. Sembari menyuapkan makanan dan mengunyah makanannya, anak laki-laki yang bernama lengkap Adam Adyasa Nugraha itu beberapa kali melirik Shenna. Dan Shenna tersenyum membalas Adam yang terus memerhatikan nya.

Hingga beberapa menit, Adam akhirnya menghabiskan makan siangnya. Shenna menyuruh Adam menunggu nya di ruang tamu, sementara ia mencuci piring bekas Adam makan tadi. Setelah selesai, ia menghampiri Adam. Dia kemudian bertanya, apakah si kecil mendapat tugas sekolah apa tidak, dan Adam menjawab dengan menggeleng.

"Ingat ya, kalau ada PR, baiknya langsung dikerjakan biar Adam bisa cepat tidurnya. Adam bisa sempat main juga."

"Iya." jawab Adam sembari mengangguk.

"Pintar." ujarnya sembari mengusap lembut kepala Adam, membuat Adam yang sedari tadi menatapnya itu pun tersenyum lebar. Senyuman manis yang membuat Shenna jatuh cinta padanya. Sangat manis dan menggemaskan.

***

"Bunda?" panggil Adam sembari tersenyum. "Bunda."

Adam terus mengulangi kata 'bunda', seakan menunjukkan jika ia tengah merindukan Sang bunda. Senyumnya terlihat begitu mekar dan cerah. Senyuman manis khas anak-anak saat mereka merasa sangat bahagia.

"Bunda... Bunda... Bunda... Bunda."

Shenna yang tadi tertidur kini terbangun mendengar suara Adam. Secepatnya ia menyadarkan diri dari rasa kantuk yang masih menyelimuti. "Adam? Adam kenapa? Maaf ya, Tante ketiduran."

Adam tidak menjawab, ia hanya tersenyum. Shenna melihat ke arah jam dinding, lalu kembali pada Adam; dan mengajak nya mandi. Namun Adam memutuskan untuk mandi sendiri, sehingga Shenna hanya menyiapkan pakaiannya. Sementara menunggu Adam mandi di kamar mandi di kamarnya, Shenna merapikan mainan Adam.

"Bunda, selesai."

Shenna berbalik, tangannya melambai; memanggil Adam untuk mendekat. Adam berlari kecil ke arahnya dan langsung mendudukkan diri di pangkuan Shenna. Tentu gadis yang mempunyai bentuk wajah bulat itu terkejut akan kejadian barusan, tetapi kemudian dia tersenyum.

"Wah, Adam lagi manja, ya?" Shenna menyapukan bedak bayi pada tubuh Adam, lalu menyapukan minyak kayu putih. Setelahnya, ia memakaikan pakaian. "Aw!, cakepnya." Ia memekik gemas, sembari mencubit pelan pipi gempil Adam. Dan Adam malah semakin menunjukkan wajah yang menggemaskan, membuat Shenna kembali memekik gemas bukan main. Bahkan beberapa kali ia menciumi wajah Adam.

"Kamu kok, gemesin sih, Sayang?!" ujarnya. Kedua tangannya naik menyentuh lembut pipi Adam.

"Main?" ajak Adam.

"Main lagi?"

"Ayunan."

"Di mana?"

"Belakang rumah."

Shenna langsung menyetujui saat Adam mengajak nya untuk bermain ayunan di belakang rumah. Tangan kecil Adam menarik Shenna, menuntun nya menuju ayunan yang menggantung di pohon mangga di belakang rumah. Shenna membantu memegangi ayunan saat Adam menaiki ayunan lalu dirinya ikut naik. Ia duduk di sisi kanan Adam.

Adam mendongak memandangi gadis yang kini melihat-lihat sekitaran taman. Cukup banyak bunga yang menghiasi taman yang tidak luas tidak juga sempit itu. Dua pohon mangga berdiri kokoh di sebelah ayunan menjadi pelindung mereka saat panas. Seperti sore ini.

"Bunda?"

Shenna memberikan respons 'huh' seraya melihat sekitar, lalu bertanya, "Adam panggil bunda?"

Adam mengangguk.

"Di mana bunda Adam? Tante nggak liat?"

Adam langsung menunjuk ke arahnya dengan tersenyum lebar. Sedangkan Shenna melotot, terkejut dengan jawaban Adam tersebut dan segera memberitahukan Adam jika ia harus memanggil nya dengan sebutan 'tante', bukan 'bunda'. Namun Adam bersikeras untuk memanggilnya bunda, membuatnya membuang napas kasar. Shenna memejamkan mata sesaat lalu kembali melihat ke arah Adam dengan tegas.

"Adam... Adam harus panggil Tante dengan sebutan 'tante', bukan Bunda. Tante bukan bundanya Adam."

"Bunda!" paksa Adam.

"Tante."

"Bunda!"

"Tante."

"Bundaaa." Adam berakhir dengan berujar lirih. Ia mencebikkan bibir mungilnya dan matanya mulai berkaca-kaca. Karena itu pula Shenna harus kembali menghela napas dengan berat, lalu memeluk Adam. Mengusap punggung Adam untuk menenangkan.

"Maaf, Sayang." Shenna berpikir keras, bagaimana caranya ia meyakinkan Adam. Ia takut keluarga Adam akan tersinggung, karena Adam memanggil nya 'bunda'.

***

"Assalamu'alaikum...."

"Wa'alaikumsalam...."

"Ayaaah!"

Suara Adam menggema di ruang tamu, menyambut sang ayah yang baru saja pulang bekerja. Adam memeluk ayahnya yang kini berlutut untuk menyamakan tinggi dengan Sang anak. Adam memberikan senyuman lebar, yang membuat Sang ayah merasa gemas untuk kesekian kalinya melihat tingkah nya. Melihat wajah dan senyuman bahagia putranya, membuat lelahnya sirna begitu saja.

"Adam nggak nakal, kan?"

"Nggak, dong," jawabnya. "Ayah, ada bunda, loooooooo."

Ekspresi wajah Sang ayah, seketika berubah datar. Wajahnya sedikit memerah dengan rahang yang mengeras. Urat-urat di leher dan wajah muncul memberi warna di kulit putihnya.

"Di mana?" tanyanya dengan nada tegas.

"Itu." jawab Adam sembari menunjuk ke arah Shenna yang berdiri di belakang mereka dengan mata yang melotot.

Mendengar jawaban Adam, membuat nya kacau. Perasaan takut menghantui Shenna saat itu juga, yang datang seperti ingin menghukum nya. Ia langsung mempersiapkan diri jika kemungkinan ia akan diusir saat itu juga. Ditambah melihat tatapan tajam ayah dari Adam, membuat nya merinding dan semakin yakin akan diusir.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel