Pustaka
Bahasa Indonesia

BUNDA

137.0K · Tamat
ITS_KIIIMIIIF
64
Bab
5.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Kisah Adam yang merindukan sosok seorang bunda.Shenna yang harus bekerja sebagai pengasuh anak dari seorang ayah bernama Wira yang menaruh curiga padanya, dan kembalinya wanita masa lalu si ayah yang membuat perjalanan Adam semakin lama untuk bisa memiliki seorang bunda.Bunda impian Adam.Bagaimana perjuangan Shenna, Adam dan Wira untuk kebahagiaan mereka?Seberat apakah, masalah yang dihadapi?

RomansaSweetAnak KecilKeluargaSalah PahamIstriMenyedihkanBaper

Bab1 Shenna Ajani Ajwad

Shenna dengan langkah gontai menyusuri trotoar yang menjurus ke arah warung makan dengan tangan yang menarik koper hitam ukuran sedang. Mata panda yang menghiasi area mata, melambangkan jika ia kurang tidur. Penampilannya pun sedikit berantakan.

Tiba di depan warung, dengan bimbang ia berdiri di dekat pohon yang berdiri kokoh di depan warung. Ia ingin beristirahat dan mengisi kekosongan perutnya namun isi dompetnya sudah menipis. Dirinya masih harus membayar kost an yang akan ia inapi jika sudah menemukan kost an dengan harga yang pas nanti. Namun sekali lagi perutnya sudah sangat perih sejak pagi tadi. Sejak kemarin ia mengurangi jatah dan porsi makannya untuk menghemat uang.

"Shh ...." ringisnya sembari memegangi perut dan nada yang lirih. "Tapi, uangnya sisa sedikit."

Kembali dia menghela napas lalu memaksakan diri untuk melangkah memasuki warung. Ia berdiri di depan meja kasir melihat deretan menu yang menggugah selera berikut dengan harganya. Melihat harga yang tertera, senyum seketika tercipta di wajah bulatnya.

"Mba, pesan chocco ori sama... Chicken wings 5 tapi nasinya dibungkus," ucapnya semangat sambil menahan malu. "Bisa kan, dibungkus?"

Penjaga kasir tersenyum melihat reaksi Shenna yang terlihat ragu dan malu-malu karena permintaannya untuk membungkus nasi, lalu mengangguk mengiyakan.

Shenna nyengir, menenangkan kegugupannya, lalu berkata, "Saya duduk di luar, ya."

Penjaga kasir itu mengangguk sembari mengucapkan kata 'Iya' lantas memberitahukan pegawai lain untuk menyiapkan pesanan Shenna. Sedangkan Shenna, dia segera berjalan keluar akibat malu yang dirasakan saat ini. Ia duduk di kursi dengan payung pantai warna-warni yang menjadi pelindung.

"Hah, susah banget mau dapat kerja," keluhnya. "Jangankan kerja, tempat tinggal aja susahnya minta ampun."

Tak lama, pelayan datang mengantarkan pesanannya, dan pamit setelahnya. Shenna langsung melahap makanan tak sabaran. Rasa lapar begitu menggerogoti perutnya hingga ke kepala. Namun rasa sakit di kepala lebih mendominasi, karena dia memiliki penyakit mah yang sudah cukup parah. Sehingga tidak boleh terlambat makan meski hanya sebentar.

Seorang wanita tiba-tiba duduk di kursi di depannya. Shenna menaikkan pandangan untuk melihat siapa gerangan yang duduk di kursi depannya. Wanita itu tersenyum membalas tatapannya dan Shenna membalas senyuman wanita itu dengan senyuman kaku.

"Nggak apa kan, saya duduk di sini?"

Sembari mengangguk, Shenna berkata, "Iya, nggak apa."

Shenna melanjutkan acara makannya dengan kepala yang terus menunduk. Rasa kaku menyelimuti nya. Entah mengapa ia merasa jika dirinya sedang diperhatikan oleh wanita di depannya namun dirinya tidak berani untuk melihat wanita itu untuk memastikan.

"Hati-hati makannya," kata si wanita yang lebih tua. "Nanti tersedak."

Shenna mengangguk merespons. "Kenapa aku takut?" batinnya.

Lalu ia memberanikan diri untuk melihat wanita yang masih betah duduk di depannya tanpa makanan ataupun minuman. Dan itu membuat Shenna yang paranoid itu semakin khawatir. Khawatir jikalau wanita itu mempunyai maksud terselubung terhadap nya.

"Ibu, nggak makan?"

Wanita itu kembali tersenyum dan menjawab, "Nggak. Kamu selesaikan aja dulu makanan kamu, baru kita bicara."

Mendengar pernyataan wanita itu membuat Shenna semakin merinding. Bagaimana bisa, orang asing mengajak nya bicara dan rela menunggu nya hingga selesai makan?

Apa yang ingin wanita itu bicarakan?

Apa wanita itu adalah penculik?

Tukang hipnotis?

Tukang tipu?

Tidak, Shenna tidak mempunyai uang banyak untuk memuaskan wanita itu. Untuk makannya saja itu masing kurang. Kira-kira seperti itulah pikiran Shenna begitu ia mendengar pernyataan wanita di depannya.

Tidak nyaman karena terus ditatap saat makan, Shenna memberanikan diri menawari wanita itu makan. Dan entah beruntung karena berbuat amal, atau buntung karena uangnya akan habis karena membelikan makan orang asing karena wanita yang lebih tua mengangguk mengiyakan tawarannya.

Dengan sedikit berat pada pikirannya, kakinya melangkah pelan namun pasti menuju penjaga kasir. Memesan sup ayam untuk wanita itu. Shenna kembali ke mejanya setelah memesan.

"Lagi dibuatin."

"Iya."

Tak menunggu lama, makanan datang. Wanita itu menyambut dengan senyuman manis keibuan makanannya. Shenna yang melihat senyum wanita itu pun dibuat terkagum.

"Cantik." pikirnya dengan mata bulat kecil yang menatap kagum.

"Ayo, makan."

Setelah melihat senyum wanita asing di depannya, Shenna menjadi lebih tenang. Ia tidak lagi merasa terancam. Bahkan ia terus memandangi wanita itu.

Saat waktu menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh menit, keduanya pun selesai memakan habis makanan mereka. Wanita itu lebih menyamankan duduknya lalu menatap lurus pada Shenna. Begitu pun Shenna.

"Kamu pasti sempat takut ya, karena saya tiba-tiba duduk di sini dan mengajak kamu bicara?"

Shenna mengangguk pelan.

"Maaf kalau begitu," sesalnya, dengan tersenyum tipis menanggapi sikap yang lebih muda. "Kenalkan, nama saya Niken. Maaf, tadi saya nggak sengaja mendengar keluhan kamu."

"Keluhan?"

Niken mengangguk dan berujar, memastikan, "Kamu sedang mencari kerja, kan?"

Shenna mengangguk sambil duduk diam memerhatikan Niken dengan serius.

"Apa kamu mau bekerja dengan saya?"

Shenna melotot, membuat mata bulatnya semakin terlihat bulat yang sempurna. Niken tersenyum kecil melihat reaksi Shenna yang terlihat lucu di matanya.

"Kerja apa?"

"Saya punya cucu. Tapi, nggak sepenuhnya kamu yang menjaga. Kamu hanya membantu menjaga cucu saya saat saya, kakek dan ayahnya sibuk."

"Maksudnya?"

"Begini... Saya itu kadang membantu suami saya di kantor, jadi saat saya, suami saya dan anak saya bekerja, cucu saya nggak ada yang menjaga."

"Ooo ..." respons nya sembari mengangguk mengerti.

"Jadi, apa kamu mau?"

"Em ...," Shenna memikirkan dengan baik tawaran Niken padanya. Sebenarnya, dia tidak ingin bekerja menjadi baby sitter namun ia juga membutuhkan penyambung hidup. "Boleh."

Niken tersenyum lebar mendengar jawaban Shenna. Ia lega akhirnya bisa menemukan seseorang yang bisa menjaga cucunya. Sebelumnya, ia dan suaminya memang sudah pernah memperkerjakan orang untuk menjaga cucu mereka namun dua orang terakhir yang dipekerjakan mengecewakan mereka. Merusak kepercayaan mereka. Sedangkan, satu sebelum dua orang tadi, malah menggoda anak mereka.

"Baik. Kamu langsung ikut saya, ya?"

"Hah?!" Terkejut. Shenna pikir ia akan diberikan kesempatan untuk bersiap barang, pamit pada orang tua, atau setidaknya diberikan waktu untuk menyiapkan diri sebelum mulai bekerja.

"Kenapa?" tanya Niken, heran dengan reaksinya. "Bukannya kamu menerima tawaran saya?"

Shenna kembali nyengir, lalu berkata, "Iya, tapi apa bener nggak apa? Saya kan, orang asing?"

"Tapi saya percaya kok, sama kamu."

Shenna terus menanyakan keyakinan Niken, dengan mengeluarkan pertanyaan yang sama. 'Ibu yakin?' 'saya orang asing, ibu yakin?', dan dia langsung terdiam begitu Niken menanyakan kembali padanya 'kenapa tidak?'.

Akhirnya, sembari mengikuti Niken menuju mobil, Shenna menggeleng dan kadang memukul kepalanya, merutuki kebodohannya.