Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6 - Guilty

Pukul 10 malam sudah 3 jam berlalu, semenjak kejadian neneknya pingsan, tapi tidak ada yang menanyakan bagai mana dengan dirinya sekarang.

Riana menghela nafas, melihat Vano pelayannya yang masih setia berdiri di belakangnya. "Vano apakah aku tampak menyedihkan?"

"Kenapa Nona bisa berkata seperti itu? Maaf nona, aku akan jujur nona memang sudah berubah," jelas Vano.

"Yah aku tau, maka dari itu aku akan menghancurkan semua orang yang berani menjadi penghalang ku... Kau bisa pergi sekarang!"

Vano masih tidak mengerti dengan perkataan Riana, hingga ia yang tidak mau bertanya kini membuka pintu untuk keluar kamar.

Namun di saat bersamaan itu juga, Lukki berjalan masuk menemui Riana yang masih berdiri di teras kamarnya, menatap bintang yang bersinar dilangit.

Lukki tersenyum menatap Riana yang masih menatap bintang, ia seketika memeluk adiknya dari belakang, dan mencoba membalik tubuh adiknya menghadap dirinya.

"Kakak, kenapa kau belum tidur?" tanya Riana.

"Riana kakak ingin bertanya satu hal kepadamu, tolong katakan jujur. Apakah bisah?"

Riana menarik nafas dalam-dalam menatap mata kakaknya yang terlihat mirip ibunya. "Apa yang ingin kau tanyakan?"

Lukki menyentuh pergelangan tangan Riana yang di balut oleh kain putih akibat ulah Pavlo. "Adik katakan kepadaku siapa yang melakukan ini padamu?" Lukki penasaran.

Riana mengingat kejadian itulagi. "Kakak jika aku memberitahu kan mu tentang itu, apa yang akan kamu lakukan?"

Lukki tertawa nyaring. "Kenapa Adik bisa berkata seperti ini, tentu saja kakak akan memberikan andikku keadilan!" jelas Lukki tidak main-main.

"Kakak tidak bisa, dia punya kekuasaan di banding dengan kita. Dia adalah Putra satu-satunya yang harus di takuti, jika kakak menyinggungnya, maka di saat itulah perusahaaan kita hancur dalam sehari," pungkas Riana.

"Kenapa aku baru mengatahui ada hal seperti ini, aku sudah mencoba memeriksa siapa orang yang terkuat itu, tapi aku marasa bahwa keluarga kita masih berada di posisi ke 4."

Riana meneguk teh di cangkirnya dan menatap tajam ke arah kakaknya yang terlihat kebingungan. "Mereka tidak akan menunjukkan taringnya, ada masa dimana waktunya Mereka berdiri dengan kuat."

Lukki menggoyangkan bahu Riana. "Adik dari mana kau mengatahui ini semua? Kau tampak mengatahui banyak hal."

"Aku tau kau sudah tau orang itu siapa kak. Kau hanya tidak menyadarinya saja." Riana bicara dengan santai.

"Adik..."

"Kakak sebaiknya kau tidur saja. Kau tidak usah khawatirkan ini," harap Riana, dan Lukki sendiri akhirnya pergi meninggalkan Riana sendiri di kamarnya, sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

*

*

*

Suara binatang buas mengaung di dalam ruangan besar itu, semua orang berdiri disana bergetar hebat. Beberapa pelayan wanita entah sudah berapa banyak yang pingsan menahan ketakutan mereka.

Di sisi lain, Pria tampan sedang duduk santai di kursi kebesarannya, ia memakai pakaian kemeja merah dan dasi hitam yang menghiasi kera lehernya, bahkan seekor harimau lapar yang mengaung tidak membuatnya terganggu.

Baginya suara binatang itu bagaikan melodi yang indah di pendengarannya.

Memang aneh pria itu, dia adalah Pavlo Dirgantara, dia tidak bisa tidur malam ini. Sebagai gantinya dia masih duduk di kursinya bagaikan Raja di rumahnya, sampai membuat semua pelayannya harus melayaninya dan berhadapan dengan seekor harimau yang mengaung sedari tadi.

Bahkan pria itu tidak perduli jika harimaunya membunuh pelayannya, baginya ke hidupan manusia itu tidak ada artinya.

Pavlo bisa dikatakan memiliki hati iblis, jika menanyakan ayah, ibu nya kemana? Mereka tinggal di amerika. Pavlo memang ingin tinggal sendiri di inggris. Dia sendiri yang meminta itu kepada keluarganya.

Mata Pavlo membaca buku tapi pikirannya masih terbayang oleh perkataan gadis idiot itu, dan betul malam ini ia tidak bisa tidur karna memikirkannya.

Pavlo menatap jam tangannya disana sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Harimau itu sudah merangkak memasuki kandangnya.

Para pelayan sudah mulai menyiapkan sarapan, dan Pavlo sendiri begitu Stres, ia mengusap wajahnya kasar sambil menyalakan rokoknya dan menghisapnya sampai habis.

Asisten rumah tangga Pavlo mendekat dan menyapanya yang masih duduk di kursi kebesarannya. "Selamat pagi tuan, Ada apa dengan wajah tuan kenapa mata anda menghitam?"

Pavlo melihat bawahannya dan berkata, "Aku tidak bisa tidur dimalam hari. Tolong siapkan barang- barang ku! Aku akan berangkat lebih awal di pagi ini, dan menghukum seseorang."

~~~

"Nona apakah anda tidak akan pergi sekolah?" Vano tampak ingin tau.

"Beritahu pengacara Ayahku, untuk mengurus pindahan ku, aku akan pindah sekolah SMA Cicilia!" Riana memberi perintah.

"Baik Nona." Vano langsung saja menelpon pengacara tuannya, untuk bertemu dengan Riana di pagi hari.

Saat pukul delapan pagi, semua orang sedang memakan makanan Mereka, tapi tidak dengan Riana dia memilih duduk di ruang utama menunggu pengacaranya datang.

"Selamat pagi Nona?" Pengacara itu duduk dihadapan Riana dan sudah siap mendengarkan Nonanya.

"Aku ingin pindah sekolah!" Vanya langsung saja.

"Bisa beritahu alasannya nona?"

"Kenapa kau ingin tau urusan pribadiku, semua orang punya prifasinya sendiri, kau tidak ada hak ingin tau tentang diriku," bentak Riana yang menatapnya tajam.

Tak lama kemudian Riana melanjutkan perkataannya yang terhenti. "Pagi ini kau harus cepat mengurusnya! Aku sudah muak dengan sekolah bangsat itu.

Ingat aku tidak menerima penolakan apa pun itu! aku harap anda bisa menjaga ini dari keluargaku." Riana memaksa dengan nada bicara kasar.

Riana meninggalkan Pengacara itu, ia berjalan tegas, perasaannya di penuhi dengan emosi dan sangat kacau.

Pengacara itu masih membulatkan matanya, setelah apa yang dia dengar dari Riana. Pandangannya tentang gadis itu langsung berubah total, kata- kata Nonanya bagaikan pisau tak kasat mata.

Riana datang ke meja makan, ia melihat keluarganya sudah berangkat, Sonia sudah di antar supir, dan Kakaknya laki-laki sendiri sudah berangkat kerja.

Hingga menyisahkan Simsom dan Tania ibu tirinya di meja.

Suasana di meja itu hampa, suami istri itu menatap Riana yang tidak ada minat untuk menyapa mereka, hingga Simsom mumulai pembicaraannya dengan anaknya.

"Apakah tanganmu sudah baik?"

Riana menghentikan makanannya dan menatap Ayahnya saja. "Dari mana ayah tau?" Riana balik bertanya, dan Simsom mulai merasa tidak nyaman di pandang aneh oleh anaknya.

Tania yang memandang ayah dan anak itu merasa bahwa dirinya seorang pengganggu disana. Tapi Tania tidak perduli, dia ingin mendengar pembicaraan suami dan anak tirinya.

"Hmm, Ayah melihat tangan mu di balut disana!" Simsom menunjuk sambil berbicara lalu menyesap kopinya kembali.

Riana tidak ingin menjawab pertanyaan ayahnya, ia lebih memilih menikmati makanannya.

Simsom yang merasa terabaikan, tiba- tiba bertanya kembali, "Aku dengar kau memanggil pengacarah ku, ada apa?"

"Tentu saja memberikan dia pekerjaan yang berguna." Riana begitu malas menjawab pertanyaan simsom, hingga ia menyudahi makanannya dan lebih memilih masuk cepat kekamarnya saja.

Sungguh ia sangat muak dengan pertanyaan ayahnya. Saat ia akan menaiki tangga, tiba-tiba ia mendengar suara Tania berkata dengan nada bicara marah padanya.

"Riana sebaiknya kau meminta maaf kepada keluarga ayahmu, kau membuat nenekmu sakit, dan paman mu begitu membeci mu karna sikapmu semalam!"

Riana berbalik melihat wajah Tania dengan wajah datarnya. "Siapa kau yang ikut campur dengan urusan ku?"

Simsom meneriaki Riana, "Riana. Jaga ucapanmu, dia istriku!" jelasnya.

Riana menghepaskan telapak tangannya meninggalkan suami istri itu, lalu berbalik memasuki kamarnya.

Persetan dengan keluarga Ayahnya, Ayahnya yang begitu bodoh mencintai istrinya dan pada akhirnya, istrinya juga yang akan membunuhnya dimasa depan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel