Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 - Sebuah Emosi

"Yiyi hidangkan cemilan dan teh untuk yang mulia kaisar Fei" pintaku yang dengan cepat di tolak pria tampan yang masih memandangku dengan tatapan yang sama.

"Tidak perlu. Zhen tidak butuh jamuanmu" tolaknya dengan nada dingin.

Mendengar penolakannya, aku lantas segera mengisyaratkan Yiyi untuk keluar. Sebagai seorang pembunuh profesional dari kehidupanku sebelumnya, instingku yang kuat mengatakan jika pria tampan yang kini berdiri di hadapanku ingin mengatakan sesuatu.

Yiyi dengan cepat mengerti akan isyaratku, ia lantas keluar dan berpapasan dengan dayang Rong. Saat dayang Rong hendak masuk, Yiyi dengan cepat menarik dayang Rong yang tampak kebingunang untuk segera pergi.

Sepeninggalan Yiyi, aku lantas berkata "Jadi untuk apa orang sibuk seperti anda jauh-jauh datang kemari?" Tanya tanpa basa basi.

Mendapat respon dingin di luar dugaannya tentu membuat kaisar Fei cukup terkejut. Biasanya permaisuri tak bergunanya akan berbasa basi terlebih dahulu sebelum ia menanyakan tujuan kedatangannya. Namun kali ini gadis cantik dengan kulit sepucat salju itu lansung menanyakan tujuan kedatangannya.

"Anda tidak mungkin datang jauh-jauh kemari hanya untuk diam bukan?" Tanyaku berusaha menarik perhatian kaisar Fei yang saat ini tengah termenung.

"Kediaman permaisuri ini sangat jauh dari istana utama, bahkan tempatnya sangat terpencil sehingga sangat jarang ada yang datang kemari tanpa maksud tertentu. Permaisuri ini sadar anda tidak akan pernah ingin menginjakan kaki suci anda ke tempat tinggal seorang sampah seperti hamba tanpa adanya urusan penting. Maka dari itu tanpa menunda-nuda waktu, hamba berharap anda segera mengatakan tujuan anda. Sebab hamba yang lemah dan tak berguna ini ingin mengistirahatkan diri karna lelah" kataku yang tentu saja mengandung makna lain yang tampaknya dengan cepat di tangkap kaisar Fei.

"Kau mengusir Zhen?" Tanya kaisar Fei tidak terima.

"Hamba tidak mengusir anda, hamba hanya mengatakan apa yang ingin hamba katakan" jawabku yang berhasil membuat kaisar Fei mengepalkan kedua tangannya menahan amarah.

'Apa-apaan gadis tak berguna di hadapannya. Berani-beraninya ia tanpa takut mulai membantah Zhen' geram kaisar Fei dalam hati.

Terlalu pengalaman membuatku dengan mudah membaca pikiran kaisar Fei. Aku lantas tersenyum miring seraya berkata "Anda pasti berpikir jika hamba begitu lancang terhadap anda. Tapi perlu anda ketahui yang mulia, orang yang telah memperlakukanku dengan buruk sama sekali tidak pantas untuk kuperlakukan dengan baik. Hal ini juga berlaku pada anda. Selain itu perlu anda ketahui jika hamba bukan lagi Huang Axia yang anda kenal" kataku yang kembali mengejutkan kaisar Fei yang saat ini seakan - akan berkata 'Bagaimana ia tahu?' Melalui ekspresi wajahnya.

"Kau pikir Zhen juga akan lama-lama di sini? Sadar dirilah Huang Axia, kau pikir Zhen akan berlama-lama menginjak kediamanmu yang bagaikan lumpur kotoran? Juga jangan besar kepala, hari ini adalah hari terakhir Zhen datang kemari. Dan kedatangan Zhen kemari hanya ingin menyampaikan bahwa gelarmu sebagai permaisuri telah di cabut. Kau telah dibuang dan segeralah angkat kakimu dari kerajaanku" kata kaisar Fei lalu lantas pergi meninggalkan bangunan kumuh di pedalam hutan yang merupakan tempat latihan para prajurit.

Sepeninggalan kaisar Fei, dalam hati aku lantas bersorak. Bukankah dengan dibuangnya ia dari kerajaan Zhang, penderitannya akan menjadi sedikit ringan? Aku tentu saja patut bersyukur akan hal itu. Namun kenyataan tak semanis apa yang aku bayangkan. Dengan dicabutnya gelarku sebagai permaisuri, di buangnya aku dari kerajaan Zhang, bukankah berarti aku sama sekali tidak bisa kembali ke kerajaanku? Kerajaan Huang jelas akan menanggung malu jika semua orang tahu jika kaisar Fei membuang dan memulangkanku pada kerajaan Huang.

"Mei-mei apa yang kau lakukan? Bukankah kau sudah dibuang, seharusnya kau segera bersiap untuk kembali ke kerajaan kita" kata pria tampan berusia 23 tahun yang kini tengah bersandar di ambang pintu.

Aku lantas mendongak dan menatap pria muda nan tampan itu. Ia adalah saudaraku putra mahkota Huang Axuan.

"Tapi ayahanda pasti tidak akan menerimaku kembali ke kerajaan Huang" akuku yang entah mengapa aku merasa takut dan sedih.

Aku cukup tertengun saat merasakan perasaan aneh yang sebelumnya atau bahkan di kehidupanku sebelumnya sama sekali belum kurasakan. Apakah ini yang namanya sebuah emosi? Mengapa rasanya sangat luar biasa hingga aku tak mampu menggambarkannya dengan kata-kata.

"Apa yang kau pikirkan? Apakah kau lupa jika ayahanda telah mati satu tahun yang lalu, ibunda juga telah lama mati. Saat ini kau telah terbebas dari kediktatoran ayahanda, kau telah berjuang selama 1 tahun dan menghabiskan umurmu yang ke 15 tahun dengan penuh penderitaan. Kau sudah bekerja keras mei - mei, sekarang kau bisa terlepas dari belenggu yang selama ini menahanmu. Kau tenang saja kerajaan Huang akan selalu menerimamu dengan baik, tak perlu memikirkan banyak hal seperti tanggapan semua orang. Kerajaan Huang sudah kebal dan terbiasa akan gosip tidak sedap karnamu jadi kau tak perlu khawatir" jelas Huang Axuan panjang lebar.

"Tunggu. Jika ayahanda telah tiada, itu berarti --" aku menatap pemuda tampan yang masih bersandar di ambang pintu dengan tatapan terkejut "Gege adalah kaisar yang sekarang?" Teriakku yang hanya mendapat gelengan tidak percaya dari Huang Axuan yang tidak habis pikir betapa lambatnya adiknya dalam berpikir.

"Berhentilah membuang-buang waktu. Cepatlah bersiap. Aku sudah muak berada di tempat ini" perintah Huang Axuan lantas meninggalkanku yang masih tampak kerkejut.

Aku baru sadar jika pernikahanku dengan kaisar Fei masih terhitung sangat muda. Usia pernikahan kami berumur 1 tahun, saat itu usiaku masih 14 tahun dan kaisar Fei telah berumur 23 tahun. Jarak umur kami sangat jauh, namun di masa tempatku saat ini pertumbuhan para gadis sangat cepat, usia pernikahan bahkan telah di tentukan di usia 14 tahun. Perbedaan jarak usia bukanlah masalah. Semua orang berpikir perempuan akan menua dengan cepat sedangkan laki-laki sangat lambat, seiring berjalannya waktu perbedaan jarak usia bukan lagi masalah yang besar.

Setelah menikah, kaisar Fei sama sekali tidak memperlakukanku dengan baik. Setelah ritual pernikahan, aku lantas diasingkan di gubuk tua di tengah pedalaman hutan yang merupakan tempat latihan prajurit sekaligus tempat latihan berburu. Selama setahun aku harus mengalami penderitaan yang memberatkan tubuhku. Bekerja dari istana utama dan pulang ke gubuk tempat tinggalku cukup memakan banyak waktu. Selain dikucilkan, diasingkan, dan bahkan tak mendapat makanan yang layak, aku juga di campakkan. Kerap kali kaisar Fei akan bermesraan dengan para selirnya di hadapanku, memukulku dan menjadikanku bahan candaan mereka.

Mengingat hal itu membuat darahku terasa mendidih. Aku mengepalkan kedua tangan kuat hingga buku-buku ku memutih. Dengan suara geraman tertahan aku lantas berkata "Huang Axia, aku Ma Axia akan membalaskan penderitaanmu dari orang-orang yang melukaimu dan memperlakukanmu begitu buruk. Aku akan menghabisi mereka semua agar kau bisa tenang di alam baka" janjiku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel