Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Prolog

“Dasar Jal*ng, cewek munafik! Sadar diri dong mana mungkin Awang suka sama elu!”

"Elu itu gak tahu diri banget sih! udah udik pakai acara sok-sokan deketin gebetan gue!"

Seperti itulah suara-suara sumbang yang setiap hari didengar oleh Mayang Anjani. Umpatan dan makian kasar dari beberapa gadis seusianya sudah sering menjadi santapannya terlebih lagi dari gadis yang bernama Ema.

Tak banyak yang tahu seperti apa hidup Mayang Anjani. Gadis berkacamata itu tak pernah mengumbar seperti apa kehidupannya. Banyak yang mengira Mayang adalah anak hasil dari perselingkuhan ibunya dengan seorang pejabat kelas atas.

Bisa masuk ke universitas swasta ternama di kota ini juga melalui jalur beasiswa. Hanya Ema saja gadis yang sering mengumbar gosip-gosip buruk tentang Mayang.

Tak ada yang tahu bila Ema sebenarnya adalah saudara tiri Mayang. Ema yang iri dan tak suka bila Mayang mendapatkan kasih sayang dari banyak orang membuat Ema terus saja mengarang cerita yang buruk untuk Mayang.

“Kamu ini kenapa Ema, aku tak pernah mendekati Awang sekalipun, bahkan untuk bicara saja dengannya aku tak pernah!” Mayang terus saja menjelaskan pada Ema bila ia tak pernah mendekati pemuda yang Ema cintai.

“Bohong, dasar gadis tak tahu diri!” putus Ema dengan menarik rambut Mayang dengan kasar agar Mayang merasa kesakitan dan mengaduh karena ulah Ema.

Air mata Mayang menetes membasahi pipinya, hinaan serta cacian Ema dan juga teman-temannya terus saja ia dapatkan semenjak kepindahannya ke kota ini.

Plak ... Ema menampar pipi Mayang karena gadis itu terus saja menangis hingga menyebabkan banyak mahasiswa lain yang melihat Ema menganiaya Mayang di toilet kampus.

Sembari mencuci tangannya setelah menampar pipi Mayang, Ema lalu mengancam Mayang kembali agar gadis itu segera menjauhi Awang Kurniawan, pemuda yang Ema cintai.

Dengan langkah sombongnya, Ema keluar dari toilet seusai mem-bully Mayang dengan tangannya sendiri.

“Gadis tengik itu harus diberi pelajaran agar tak mendekati Bang Awang!”

“Sombong sekali, si Ema!” tutur mahasiswa lain yang melihat seperti apa liciknya Ema Santani, mahasiswi yang memiliki paras cantik jelita ini.

Tak banyak mahasiswa lain yang tahu seperti apa sifat buruk Ema, bahkan beberapa dari mereka tai suka dengan sikap sombong dan semena-mena Ema pada mahasiswa lainnya.

“Kau tak apa-apa, Mayang?” tanya Cika teman baik Mayang yang kini berusaha membantunya berdiri di depan toilet.

Hati Cika sakit seperti teriris melihat perlakuan Ema pada Mayang. Tapi Cika juga kesal pada Mayang karena merasa bila Mayang terlalu baik dengan Ema dengan tidak melaporkan hal ini pada dosen ataupun kepala fakultas. Karena Cika menilai ini termasuk tindakan penganiayaan.

“Terima kasih, Cika!” ucap Mayang dengan derai air mata.

Hanya Cika lah teman mengadu Mayang selama ini. Mayang tak tahu lagi harus mengadu pada siapa? Karena hanya Cika lah satu-satunya anak yang percaya padanya.

“Jangan seperti ini saja, Mayang! Kau harus membalasnya!” Cika menasehati Mayang untuk tidak diam saja melihat perbuatan Ema padanya.

Namun, lagi-lagi Mayang mengatakan untuk membiarkan hal itu seperti yang Ema mau. Karena selama ini Ema telah hidup dengan susah payah.

Mayang mengatakan bahwa ayahnya menikahi ibu Ema karena kesulitan ekonomi. Dan kini Ema menjelma menjadi sosok gadis modis karena materi yang bergelimang dari ayah Mayang.

“Kau tahu Cika? Ema sebenarnya anak yang baik!” Mayang masih terus membela Ema di depan Cika hingga membuat Cika kesal.

“Terserah kau saja, Mayang!” Dengan enggan Cika malas meladeni ucapan Mayang yang terus saja membela Ema di depannya.

**

Namaku Mayang Anjani, kalian tahu sendiri seperti apa kehidupanku ini. Sebagai anak satu-satunya, tentu saja hidupku sangat tercukupi oleh semua fasilitas yang ayahku berikan. Namun, semua itu hanya mimpi sesaat.

Kehidupanku kini berubah semenjak ayah menikahi janda muda dengan satu orang anak perempuan. Ayah berkata, “Kalian akan menjadi saudara yang dekat karena umur kalian tak jauh berbeda!”

Nama gadis itu adalah Ema Santani, gadis mungil dengan sifat periang itu masuk ke tengah-tengah keluarga kami bersama ibunya yang bernama Ayu.

Baik, kesan pertama yang kudapatkan adalah mereka baik padaku. Pada anak dari lelaki yang Tante Ayu nikahi beberapa hari yang lalu. Tapi, semua itu hanya kamuflase saja. Tante Ayu dan anaknya Ema tak pernah memperlakukan aku dengan baik seperti janjinya pada ayahku.

Sering kali aku mendapatkan perlakuan kasar dari Tante Ayu kala ayahku tak ada. Bahkan Ema juga mengambil kamarku dan ia gunakan sebagai kamarnya karena merasa kamarku lebih luas dan mewah dari kamarnya.

Lalu bagaimana denganku? Aku hanya bisa bersabar, karena ayah menyukai mereka berdua. Tak jarang ancaman kudapat agar tak mengadu pada ayahku tentang perbuatan Tante Ayu dan Ema.

Aku takut ayah akan marah padaku bila Tante Ayu sampai pergi dari rumah ini seperti ancamannya padaku. Dari situlah awal dari siksaan dan kecaman yang kudapatkan. Hidup seperti di neraka seperti ini tak pernah kubayangkan meski hanya sedetik saja.

Lambat laun aku mulai terbiasa dengan perlakuan mereka padaku, hanya bisa menerima dan bersabar seperti itulah yang kulakukan selama ini. Aku berharap mereka semua bisa berubah agar tak lagi jahat padaku.

Lalu bagaimana dengan sikap ayah? Ayah selalu menjadi tempat terbaik untukku. Oleh karena itu, aku tak bisa menghancurkan kebahagiaan ayah dengan Tante Ayu, ibu dari saudara tiriku Ema Santani.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel