Pustaka
Bahasa Indonesia

Amore Mio

93.0K · Ongoing
Eliyen
66
Bab
3.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Kawin lari? Seumur-umur Nat tak pernah memikirkannya. Tapi sejak bertemu dengan Daniel, jatuh cinta padanya, dan mengetahui fakta bahwa Daniel sebentar lagi akan menikah dengan tunangannya yang maha sempurna, Nat tahu dia akan menyesal jika tak bisa memiliki Daniel. Ambil resiko atau nekat? Entah, yang jelas di pagi hari jelang pernikahan Nat sudah siap di depan gereja. Tanpa undangan tanpa kenalan dia menerobos security dan mendobrak pintu masuk. Dengan (sok gagah) berteriak di depan pintu."Pernikahan ini tidak sah! Daniel sudah menghamiliku dan dia harus bertanggung-jawab!"

Cinta Pada Pandangan PertamaLawyerRomansaMetropolitanSweetKampusDewasa

Bab 1 Prolog

Prolog

Sepasang mata hazel itu mengintip dari balik buku menu. Tangannya sengaja menaikkan tinggi-tinggi buku berlapis kertas jasmine bercorak bunga. Namun, dia menjaganya tak cukup tinggi hingga menghalangi pandangan.

"Ssst ... Nat, Nat!” Gwen menyenggol lembut lengan gadis pirang di sebelahnya.

Yang dipanggil tak menggubris. Manik matanya masih terus memelototi sesosok obyek yang berjarak kurang dari sepuluh meter dari tempatnya duduk.

"Nat! Kali ini senggolan Gwen sedikit lebih keras, disusul desis tajam memperingatkan.

"Hush, diam Gwen! Aku sedang salam misi penting.” Nat masih tak memedulikan Gwen.

Gwen mulai tak sabar. Dia mengguncang-guncang lengan Nat. Sepertinya cukup keras karena gadis itu hampir terpelanting dari kursi. Si pirang itu sontak melotot galak.

"Gwen, apa-apaan kamu?” desis Nat kesal.

"Buku menumu terbalik," bisik Gwen.

Nat bengong. Tatapannya langsung kosong. Hampa. Seolah masa depannya musnah sudah. Gwen tersenyum prihatin. Apalagi saat telinganya mendengar suara terbahak dari meja yang ditarget Nat.

"Nat, sepertinya mereka tahu kamu ada.” Gwen menepuk-nepuk bahu sahabatnya.

Nat serasa ingin menjerit keras-keras. Kenapa harinya jadi sesial ini? Seharusnya pengintaian kali ini berjalan lancar dan aman. Dasar buku menu sialan! Kenapa juga kamu pakai terbalik segala?

~~oOo~~

Stephan mengusap air mata. Perutnya nyaris sakit menahan tawa. “Astaga, dia lucu sekali.”

Bagaimana tidak lucu? Entah siapa yang diamati gadis itu, tapi tiga orang di meja itu tahu gadis itu tengah mengamati mereka.

Sejak duduk di kursi kafe, ketiganya sudah menyadari kehadiran sosok gadis yang terus memelototi setiap gerak-gerik mereka. Pasalnya sang pengamat itu begitu mencolok.

Rambut pirang emasnya yang berkilauan tertimpa cahaya matahari begitu sayang untuk dilewatkan. Penampilannya juga sembrono untuk seseorang yang tengah menyamar. Celana super pendek yang mempertontonkan kaki jenjang, tank top ketat yang membungkus tubuh langsingnya—Stephan berani bertaruh ukuran gadis itu adalah 170 cm/50 kg/cup F.

Jadi, siapa yang bisa mengalihkan pandangan dari kesempurnaan tubuh macam malaikat tak bersayap itu? Belum lagi kecerobohannya yang membaca buku menu dengan terbalik dan sepasang mata hazel terindah yang pernah dilihat Stephan mengerling dari balik buku menu.

Sayangnya Daniel melarang keras mereka berdua untuk tertawa. Alhasil trio Stephan, Daniel, dan George mati-matian menahan geli melihat tingkah konyol sang gadis.

"Jadi, siapa sebenarnya yang diamati gadis itu?" George menelengkan kepala, mengamati wajah merah padam sang penguntit yang tertangkap basah.

"Tak mungkin aku." Seringai Stephan. "Aku sudah beristri dan jelas istriku bukan tipe cemburuan,” dia terkekeh.

"Pasti kamu George.” Tebak Daniel. "Kamu player. Salah satu wanitamu pasti sedang mengutus gadis ceroboh itu untuk memata-mataimu."

"Tidak, tidak, pasti dia sedang memata-matai Daniel." George menolak keras. "Aku player yang baik. Aku memperlakukan para wanita dengan amat-sangat-baik."

"Tapi tak menghalangi para wanita itu saling cemburu satu sama lain," komentar Stephan.

Dia lalu menoleh pada Daniel. "Ada benarnya juga tebakan George. Mungkin itu orang suruhan Alexandra?"

Daniel bungkam. Merenungkan tebakan George. Siapa yang tak mengenal posesifnya Alexandra? Wanita itu bisa melakukan segala cara untuk mendapatkan seluruh keinginannya. Namun, Alexandra bukan tipikal wanita yang menggunakan trik murahan macam itu. Meminta seorang gadis ceroboh untuk memata-matai dirinya? Itu bukan Alexandra sekali.

Kesimpulannya jelas sudah. Daniel mengulum senyum. Mata hijaunya bersinar jenaka. Sikap kalem yang tak ditutup-tutupi oleh sosok tampan berdarah campuran dua benua itu. Jemari rampingnya mengaduk kopi pahit di cangkir.

"Alexa tak akan memilih orang seceroboh itu sebagai detektifnya. Dia punya cukup uang untuk menyewa tenaga profesional."

George dan Stephan tergelak. Daniel tersenyum tipis. Tanpa sadar matanya melirik meja tempat si gadis ceroboh. Saat itulah pandang mereka bertemu. Sepasang mata hijau bertatapan dengan netra hazel terindah yang pernah dilihat Daniel.

Daniel tersentak kaget dengan pemikiran liarnya. Sesuatu dalam hatinya bergetar. Dia tak mampu melepaskan diri dari jeratan hazel yang memabukkan. Mendadak Daniel ingin tenggelam dalam hangatnya mata itu. Mengeksplorasi isi hati pemiliknya, menyentuh setiap sisi jiwanya, membuka lapisan perasaannya, memeluknya, merengkuhnya erat-erat ....

"Yo, Daniel, kita pergi sekarang?"

Stephan sialan!

Daniel memaki keras dalam hati. Suara sang kolega sukses merusak fantasi indahnya akan gadis bermata hazel. Rasanya Daniel masih tak rela berpisah dengan pemilik mata itu. Namun, realita pekerjaan memaksanya bertindak sebaliknya. Berat hati dia berdiri. Kopinya sudah dibayar George jadi dia tinggal pergi. Namun, baru beberapa langkah Daniel kembali berbalik.

"Hei, mau ke mana?" Stephan berteriak melihat Daniel berlari kembali ke kafe.

"Tunggu aku di mobil!" Daniel melambaikan tangan.

Matanya seksama memindai setiap penjuru kafe. Meja yang ditempati si mata hazel sudah kosong. Kepala Daniel menoleh cepat, meneliti saksama setiap meja dan setiap sudut kafe. Berharap gadis itu hanya sekedar berpindah meja atau sedang berjalan keluar rest room. Nihil.

Gadis itu benar-benar menghilang.

Helaan napas Daniel sangat panjang. Entah mengapa, menyadari bahwa gadis itu sudah tak berada di tempatnya memunculkan sebersit kekecewaan dalam hati. Ini aneh. Mereka bahkan belum pernah berkenalan. Hanya saling bertukar tatapan dalam durasi beberapa menit saja. Akan tetapi, Daniel begitu ingin menjangkau gadis itu.

Mungkin memang belum takdirku.

Daniel berkata dalam hati. Gontai dia keluar kafe. Baru tiga langkah berjalan, lelaki itu merasakan lengannya digenggam erat oleh tangan ramping nan halus. Dia menoleh untuk melihat siapa yang telah menahannya dan jantungnya langsung berdegup kencang.

Gadis itu. Gadis bermata hazel yang memabukkan. Gadisnya tengah berdiri tepat di hadapannya. Dari jarak sedekat ini, Daniel bisa melihat kecantikan hakiki sang gadis. Wajah ovalnya tak tersapu pulasan make up. Bulu mata pirangnya sangat lebat, membingkai sepasang mata hazel yang bersinar hangat. Pipinya bersemu merah, efek dari cuaca musim panas yang menyenangkan. Bibir itu ....

Daniel berdeham keras. Mengalihkan otaknya dari prospek fantasi mesum yang akan menghilangkan akal sehatnya selama rapat sore nanti. Namun, untuk terakhir kalinya dia ingin melihat bibir lembut itu. Bibir yang merona merah muda dan sangat menggoda untuk dicium.

Damn, Daniel!

Daniel memaki diri sendiri.

"Bisa lepaskan tanganku, Miss?" Suara Daniel serak.

Gadis itu menelengkan kepala. "Kenapa aku harus melepaskanmu?"

"Kamu tak mengenalku," Daniel tersenyum tipis. Dia bergerak melepaskan diri dari genggaman ramping tangan si gadis saat suara merdu itu kembali menyapa telinganya.

"Namaku Natalie Graceline Brown. Umurku 21 tahun dan aku tinggal di apartemen dekat sini."

"Eh, yah, Miss Brown, bisa lepaskan tanganku?"

"Aku tahu kamu kembali karena menginginkanku."

Tubuh Daniel membeku. Nanar dipelototinya gadis itu. Nat tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putih yang tersusun rapi.

Daniel mengerang dalam hati. Tuhan, maafkan aku karena berani bermimpi mencium bibir ranum itu.

"Panggil aku Nat. Jadi, siapa namamu?"

"Daniel." Lelaki itu spontan menjawab tanpa berpikir.

"Kalau begitu, kita sudah saling kenal," senyum Nat kian lebar.

Daniel ternganga takjub. Tak percaya pada pola pendekatan penuh percaya diri yang dilakukan gadis asing ini. Keterkejutannya tak berhenti sampai di situ karena Nat mendadak berjinjit, menarik dasinya mendekat, dan mendaratkan ciuman di bibirnya.

"Senang berkenalan denganmu, Daniel."

~~oOo~~