chapter 07
Malam harinya.
Hal biasa yang pria itu lakukan ketika menjelang malam, menerima laporan yang hampir memenuhi meja kerjanya, di temani oleh sang panglima, tangan pria itu terus mencelupkan luas ke dalam tinta hitam, meninggalkan sebuah tanda di dalam kertas. Yang berarti surat permintaan itu di setujui olehnya.
Inilah pekerjaannya selain memimpin kerajaan atau medan perang, mengatasi segala krisis dalam di negara juga merupakan tugasnya, di masa-masa seperti ini yang sulit untuk tetap menjaga kestabilan ekonomi, dimana mungkin banyak sekali para koruptor yang berusaha memperkaya diri dengan menyusahkan rakyatnya.
Karena sekeras apapun dirinya melakukan untuk mencegah terjadi koruptor di dalam lingkungan pekerjaannya, itu akan tetap memberikan cela bagi mereka.
Walau sudah berusaha, tikus-tikus seperti itu masih sulit di kendalikan oleh dirinya, padahal dirinya sudah begitu kejam dalam memberikan hukuman.
"Yang mulia, apakah anda membutuhkan sesuatu? Atau hari ini ingin menentukan kediaman selir anda akan dikunjungi? Sudah lama sekali anda tidak menemui para selir anda, Yang Mulia." Tanya panglima Zean, pria itu berdiri dengan tegap di samping Kaisar, kewaspadaan selalu harus sigap karena setiap bahaya bisa datang kapan saja, bahkan di kediaman kaisar sekalipun.
"Kau sudah menyelidiki kasus pemandian itu? Apa tidak ada hal mencurigakan, apakah benar-benar hanya kejahilan selir Yue saja yang ingin menggodaku?" Tanyanya, padahalnya masih sibuk dengan kertas di tangannya, bahkan istirahat yang dirinya dapatkan begitu sedikit.
Karena posisi ini benar-benar harus membuatnya tetap dalam kondisi baik dalam hal apapun, padahal sangat melelahkan, bahkan ayahnya saja memilih butuh diri karena tidak sanggup untuk memimpin dan menanggung beban berat ini, menjadi seorang Kaisar.
"Saat ini kami belum menemukan bukti apapun Yang Mulia, kami hanya bisa mengatakan jika memang selir Yue berusaha untuk merayu anda." Jawabnya, dengan menundukan pandangannya dengan segala hormat yang dirinya berikan.
"Rasanya tidak mungkin dia melakumannya, kau ingat bukan aku menikahinya baru tiga bulan, sedangkan aku memiliki selir sebanyak 15 orang tapi tidak ada yang seperti dirinya, aku yakin jika ini ada campur tangan dari ibu permaisuri." Ucapnya, tentu saja selir sebanyak itu, belum tentu dirinya menginginkan.
Karena dirinya belum ingin berurusan dengan wanita.
"Kenyataannya saat ini ibu permaisuri sedang di kerajaan barat untuk menyendiri atas kematian mendiang Yang Mulia Raja." Ucap panglima Zean.
Kuas yang ada di tangan Lian seketika langsung berubah menjadi dua, pria itu mengepal tangan dengan erat dan hanya bisa menarik sudut bibirnya, dia meninggalkan meja kerjanya dan melangkah keluar dari ruangan itu.
Entah langkah kemana membawa dirinya menjauh dari kediamannya, pria itu hanya butuh tempat untuk menenangkan pikirannya salah satunya mengunjungi taman di istana.
Yang dulunya adalah milik ibu kandungnya, bisa di katakan jika Lian lahir dari seorang selir, karena ibu permaisuri tidak bisa memiliki anak, maka raja mengangkatnya menjadi putra mahkota hingga kini dirinya menjadi Kaisar.
Karena tidak ada pewaris lainnya, hanya Lian saja yang bisa naik tahta tanpa harus bersusah payah.
Taman yang biasanya menjadi tempat dirinya menaruh rasa lelahnya di pangkuan ibunya, kini semua hanya tinggal kenangan saja, kematian ayahnya menjadi luka untuk ibunya hingga akhirnya ibunya pergi meninggalkan Lian sendirian, kehilangan orang tuanya di usia muda, membuat Lian tidak bisa mendapatkan kasih sayang yang banyak.
Awalnya dia hanya putra yang sangat manja pada ibunya, paling sulit untuk diperintahkan dan diberitahu, dia juga sangat sering bolos saat masa pelajaran, dia hanya ingin bersama ibunya, kini usia sudah dewasa tidak ada tempat untuk mendapatkan itu semua, menjadi pewaris tunggal bukanlah keinginannya sebenarnya.
Di bawah rembulan malam, Lian bersandar pada pohon, hadiah dari ibunya yang kini sudah tumbuh besar, menatap sungai buatan di hadapan dengan pantulan rembulan malam, kesunyian malam yang begitu menenangkan hatinya.
"Aku merindukanmu ibu." Ucapnya, dengan suara yang begitu sedih, dia memejamkan matanya di rumput-rumput yang mulai tumbuh, merasakan suasana malam yang selalu indah.
Sampai dimana dirinya tiba-tiba membuka kedua matanya saat mendengar sebuah suara tidak jauh darinya, seperti seseorang yang tidak sengaja menginjak sebuah ranting pohon, dengan sigap pria itu mencari sumber suara.
"Penyusup!" Teriaknya, Lian adalah pelari terhebat, dia bisa mengejar dalam hitungan cepat, dan dengan cepat pria itu menjauh seseorang itu dalam kukuhannya.
Mencekal kedua tangan orang itu dengan satu tangan dan tangan lain mencoba mengeluarkan pisau dari balik pakaiannya, tapi lagi-lagi di buat terkejut karena wanita itu yang kembali dirinya temui, tindakan yang membuat Lian selalu terkejut.
"Berkeliaran di malam hari sendirian, katakan kemana tujuanmu untuk pergi? Apakah kali ini kau bisa memberikan alasan kuat, Selier Yue?" Tanya pria itu, tangannya mengurungkan niat untuk mengambil sesuatu, sebaliknya dirinya gunakan sebagai penyangga agar tidak sepenuhnya menindihi wanita itu.
Liera sungguh terkejut hingga dirinya membeku untuk bergerak, ini bukan rencana yang bagus dan juga bukan prediksinya, padahal segalanya sudah dirinya perhitungkan dengan baik, bagaimana bisa pria itu berada jauh dari kediamannya dan berada disini?
Padahal rencana awal dia ingin melarikan diri dari tempat ini, tidak! Lebih tepatnya dia ingin kembali ke pemandian itu, Liera yakin jika masih ada kesempatan untuk kembali, dia yakin jika dirinya bisa memulai hidupnya kembali.
"Tidak! Kau salah paham." Barulah Liera merespon, dia melakukan pemberontakan hingga tidak sengaja menendang sesuatu di bawah sana, sampai pria itu merintih kesakitan, membuat Leira semakin berani.
Tentu saja dengan kesempatan itu mana mungkin Liera diam, dia dengan cepat bangun dari posisinya, tapi gerakan kalah cepat hingga dirinya jatuh kembali dan kini dirinya berada di atas tubuh pria itu.
'Sial! Dia benar-benar kuat!'
Seperti sebuah serangan jantung, dirinya terpaku dalam pesona tampan pria itu, matanya terus mengikuti setiap gerakannya, seperti sebuah sihir dia langsung terdiam tanpa bisa mengatakan hal apapun.
"Sudah selesai melihatnya?" Tanya Lian, pria itu benar-benar tidak percaya dengan sikap berani wanita itu, bahkan rasanya benar-benar sakit dari pada terkena panah beracun.
Dengan gugup Liera menjauh, tangan di cekal erat oleh pria itu jadi dia hanya bisa duduk di sana, tidak ada kesempatan untuknya kabur karena seperti mustahil lari dari pria itu.
"Bukankah kau sedang demam? Apa yang kau lakukan berkeliaran di malam hari?" Tanya Lian, pria itu banyak berbicara sekarang. Sungguh aneh tapi dia tidak pernah berinteraksi lebih dengan para selirnya, tapi kali ini begitu berbeda.
Bisa di katakan mereka selir, hanyalah penambah kekuasaan untuk Lian, tidak ada murni karena dirinya menginginkan mereka, semua adalah kiriman dari kerajaan yang sudah dirinya taklukan, bisa dikatakan sebuah hadiah dan juga upeti yang di imbalkan untuknya.
Tapi sungguh dirinya tidak membutuhkan hal itu, lebih baik diberikan sebuah emas, berlian, permata atau lain lainnya yang bisa menambah kekayaan kerajaannya.
"Apapun yang aku lakukan, sungguh aku tidak berniat untuk mengusikmu atau menemuimu! Jadi kita lupakan dan kembali ke kamar masing-masing! Maafkan aku." Ucap Liera, dengan sedikit nada kesel, pergelangan mulai sakit di genggam oleh pria itu, dia juga tidak nyaman dengan posisi ini, karena menduduki sesuatu yang aneh.
"Kamar? Apa yang kau bicarakan?" Tanyanya.
Istilah seperti itu mungkin terdengar asing di tempat ini, Liera hanya bisa memaki diri dalam dia, kenapa bodoh sekali dirinya!
"Maksudku, Yang Mulia lebih baik kembali ke kediaman anda dan saya kembali ke paviliun, kita lupakan apa yang terjadi disini."
Entah kenapa pria itu malah menarik sudut bibirnya, menunjukan seringai di gelapnya malam, lalu pria itu menarik wanita itu untuk berdiri bersamanya.
"Kenapa kamu harus kembali, jika aku bisa membawamu ke kediamanku." Ucapnya, pria itu menarik membawa Liera meninggalkan taman itu.
Liera yang sedikit masih mencerna ucapan pria itu langsung terkejut dengan makna katanya, dengan cepat langsung menahan langkahnya dan mencoba melepaskan tangannya.
"Tidak! Lepaskan, saya tidak mau ikut!"
"Sa—saya harus kembali, para pelayan pasti mencari saya,"
Lian, begitu senang melihat wajah ketakutan dari wanita itu, semakin membuatnya ingin takut lebih besar lagi.
"Seorang istri tidak bisa menolak perintah suaminya."
