Pustaka
Bahasa Indonesia

Aku Bukan Pecundang

30.0K · Ongoing
Abi Kusumah
30
Bab
897
View
9.0
Rating

Ringkasan

Jangan kembali sebelum menjadi orang hebat!" Itulah kata-kata terakhir yang dia dengar dari ibu mertuanya, dia dianggap sebagai benalu, yang hidupnya menumpang di rumah mertuanya. Selalu di hina dan direndahkan oleh seluruh keluarga dari istrinya, bahkan istrinya sendiri selalu ditekan oleh ibu mertuanya, agar menceraikan Turangga. Kata-kata terakhir yang dia ingat, "Jangan kembali sebelum menjadi orang hebat!" Memicu dirinya untuk membuktikan bahwa dia bukan seorang pecundang.

Pengembara WaktuactionFantasipembunuhanMenantukultivasiRomansapendekarKeluargapetarung

01. Diusir Mertua

Turangga bersama anak perempuannya, yang masih berusia lima tahun, melangkahkan kakinya meninggalkan istri dan ibu mertuanya, yang telah tega mengusirnya. Walaupun dirasa sangat berat sekali untuk meninggalkan istrinya, namun apa daya, dia bersama putrinya harus pergi dari rumah itu, karena dia sudah tidak dianggap menantu lagi oleh ibu mertuanya, malah dia dianggap sebagai lelaki pecundang yang tidak berguna, dan sebagai parasit yang menumpang hidup di rumah mertuanya.

Ibu mertua dan saudara dari istrinya, selalu menghina dan merendahkan Turangga, apalagi setelah dia di PHK dari pekerjaannya, sebagai buruh di pabrik.

Caci maki dan hinaan, kerap kali sering dia terima, bahkan sudah menjadi makanan di telinganya, tak jarang dia bersama putrinya sering dijadikan sebagai pembantu, disuruh mencuci pakaian ibu mertua dan saudaranya, disuruh mencuci piring, membersihkan rumah dan halaman, dan yang lebih parahnya, dia bersama putrinya disuruh tidur di gudang, sebab putrinya dibilang sebagai anak pembawa sial, karena ibunya hamil diluar nikah. Alasan seperti itulah yang selalu dipakai mereka, untuk mengusir menantu dan cucunya.

Cucunya yang bernama Ayu Ratna Dewi, tidak sepantasnya ikut diusir oleh neneknya. Walau bagaimanapun juga, Ayu Dewi masih kecil, belum tau persoalan orang dewasa.

Namun apa boleh buat, nenek dan saudaranya yang kejam, begitu tega mengusirnya. Tanpa adanya belas kasihan.

Turangga dan Ayu Dewi terus berjalan perlahan, menyusuri sepanjang jalan raya antara Tangerang menuju kearah Rumpin Bogor, untuk menemui sahabatnya dengan berjalan kaki, karena Turangga tidak mempunyai uang, dikantong celananya hanya ada uang tiga ribu rupiah, itupun buat jajan Ayu Dewi, jika dia sudah merasa lapar.

Ketika keduanya tengah berjalan kaki, tiba-tiba ada sebuah mobil bak terbuka berhenti didekatnya. Supir mobil bak turun dan menghampiri Turangga. Karena dia merasa heran, melihat Turangga membawa koper danransel berjalan kaki bersama putrinya.

"Angga, ada apa denganmu? Kok sepertinya kalian hendak pergi jauh?" Tanya supir bak terbuka, bernama Judin, temannya ketika masih sama-sama bekerja di pabrik.

"Aku mau ke rumah sahabatku di Rumpin," jawab Turangga.

"Oh, kebetulan sekali. Aku juga mau kearah Rumpin. Apa kamu kabur dari rumah?" Tanya temannya lagi, yang sudah tau tentang kehidupan rumahtangga Turangga, yang selalu ribut dengan ibu mertuanya.

"Ceritanya panjang Din," jawabnya.

"Kalau begitu, biar aku antar ke rumah sahabatmu!" Judin berniat menolong Turangga, karena memang satu arah perjalanan.

"Terimakasih Din "

"Ayo naik."

Turangga dan putrinya ikut menumpang mobil bak terbuka, menuju kearah Rumpin.

Hari semakin siang, mobil bak terbuka sudah masuk ke wilayah Rumpin.

"Sebelah mana rumah sahabatmu, Ngga?" Tanya Judin.

"Sebentar lagi Din, belok kiri, sekitar seratus meter dari perapatan rumahnya."

Tak lama kemudian, mobil bak terbuka sampai didepan rumah sahabatnya. Turangga dan Ayu Dewi segera turun dari mobil bak.

"Terimakasih Din, lain waktu aku main ke rumahmu," ucap Turangga kepada temannya.

Mobil bak terbuka pun kembali melaju, meninggalkan Turangga dan Ayu Dewi, yang menatap kepergian temannya yang telah menolongnya.

Turangga yang terusir dari rumah mertuanya, berniat menemui sahabatnya, Rendi Saputra, yang selalu berbagi dan saling membantu, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka.

Keduanya tiba di rumah sahabatnya. Kebetulan sahabatnya tinggal sendirian, setelah ditinggal oleh istrinya untuk selama-lamanya.

Rendi Saputra terkejut begitu melihat keadaan temannya, yang membawa koper dan ransel, serta membawa putrinya.

"Kami diusir mertua," ucap Turangga sedih.

Lalu Turangga bercerita tentang kehidupannya, setelah di PHK dari pekerjaannya sebagai buruh di pabrik, hidupnya tak menentu. Walau sudah berupaya untuk mencari pekerjaan lainnya, namun selalu gagal dan gagal. Hingga dia bekerja serabutan, kadang menjadi kuli panggul di pasar, terkadang menjadi supir tembak, menjadi kuli bangunan di proyek, dan terakhir menjadi tukang ojek, sebelum motornya dijual oleh saudara dari istrinya, Nugraha, dengan alasan nanti akan diganti dengan yang baru.

Turangga menghadapi cobaan itu dengan penuh kesabaran, meskipun didalam hatinya sangat kecewa, karena motor satu-satunya dijual tanpa sepengetahuannya.

Awalnya, Nugraha menyewa motornya, untuk mengantar jemput istrinya kerja. Namun istrinya Nugraha, berangkat dan pulang kerjanya bareng dengan teman-temannya. Kecurigaan Turangga mulai timbul, setelah dia mencari informasi, ternyata motornya dijual.

Kemudian dia menanyakan keberadaan motornya kepada Nugraha, dia mengakui motornya dijual atas permintaan Mira Yuningsih, ibu mertuanya Turangga.

Ternyata semua itu ulah ibu mertuanya, yang sengaja untuk membuat Turangga terpuruk, agar dia ada alasan untuk mengusir menantunya.

Semua yang dilakukan Mira Yuningsih, ibu mertuanya Turangga, karena ibu mertua dan saudaranya, terjerat hutang ratusan juta kepada seorang lelaki yang mengaku sebagai duda kaya raya, sehingga mereka tega mengusir Turangga dan putrinya.

Siwi Susilowati, istrinya Turangga, awalnya hidupnya biasa-biasa saja, tidak banyak menuntut, bahkan dia sangat menghormati suaminya, dan sangat menyayangi putri semata wayangnya.

Namun setelah saudara dari ibu mertuanya masuk kedalam kehidupan rumah tangganya, keadaan di rumah mertuanya, berbalik seratus delapan puluh derajat.

Percekcokan antara ibu mertua dengan dirinya sering terjadi, dikarenakan dia tidak mampu untuk membayar hutang-hutang ibu mertuanya, yang dilimpahkan kepada istrinya, yang uangnya entah dipakai untuk apa? Karena dia sendiri tidak tau, bahwa istrinya menanggung semua hutang_hutang ibunya yang sangat besar.

karena banyak alasan yang dicari-cari oleh ibu mertuanya, akhirnya pertengkaran pun sering terjadi. Dan ujung-ujungnya, Turangga bersama putrinya diusir dari rumah mertuanya.

Dengan berat hati, Turangga berpisah dengan istrinya, dan yang membuat Turangga sangat kecewa, ibu mertuanya juga mengusir Ayu Dewi yang masih kecil.

Turangga akhirnya meminta bantuan kepada sahabatnya, untuk mencari kebenaran alasan yang dibuat-buat oleh mertuanya, tentang seorang duda kaya raya itu.

Dengan rasa penasaran, dia mencoba untuk mencari tau apa motif yang sebenarnya dibalik hutang itu?

Dia bersama sahabatnya, Rendi Saputra, yang selalu membantu Turangga, mencari tau tentang alasan punya hutang kepada seorang duda kaya.

Rendi Saputra mendapatkan sebuah informasi yang sangat berharga, dari seorang temannya yang bekerja ditempat yang mengaku duda itu.

Temannya bercerita, seorang lelaki yang mengaku duda kaya raya itu, namanya Dudi Hermawan, dia bukan seorang duda, tapi dia memiliki istri dan empat orang anak. Dan yang memiliki kekayaan adalah istrinya, bukan Dudi Hermawan.

Malah temannya juga bercerita, Dudi Hermawan memberikan uang kepada Mira Yuningsih untuk mahar Siwi Susilowati, sesuai dengan permintaan ibunya sebesar seratus juta, setelah Siwi bercerai dengan Turangga, dan menikah dengan dirinya, baru Dudi Hermawan akan menambah lagi uangnya.

"Itulah yang aku dapatkan dari seorang teman," ucap Rendi diakhir penuturannya.

"Apakah kita laporkan saja kepada istrinya, tentang dia mau merebut istriku!" Balas Turangga kecewa.

"Tenang saja kawan, kita harus punya bukti yang lebih lengkap. Baru kita nanti akan menjebaknya," kata Rendi, seakan dia punya rencana untuk membantu sahabatnya.

"Lalu, bagaimana kalau dia terus menuntut untuk meminta cerai?" Tanya Turangga.

"Sekarang, lebih baik kamu tenangkan dulu hati dan pikiranmu, demi anakmu yang masih kecil. Buktikan bahwa kamu mampu untuk bangkit dari keterpurukan," jawab Rendi, memberi semangat kepada sahabatnya. "Untuk sementara, boleh kalian berdua tinggal dulu disini, sampai kamu sudah memiliki pekerjaan yang baik," tambah Rendi.

Turangga terdiam, dia memikirkan apa yang akan dilakukannya. Karena dalam pemikirannya, belum ada gambaran untuk membuka usaha sendiri, selain dia tidak memiliki modal, dan juga tidak memiliki keahlian untuk membuka usaha.

Lama hidupnya menganggur, hanya membantu mengurus rumah sahabatnya, yang kebetulan hidupnya sendirian. Bukan dia tidak mau bekerja, namun setelah berjuang melamar kerja kesana-kemari, belum ada perusahaan dan pabrik yang membutuhkan tenaganya.

Sedangkan putrinya semakin tahun semakin besar, dan sangat memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk membesarkan putrinya. Dan sebentar lagi, putrinya sudah memasuki usia tujuh tahun, sudah waktunya untuk memasuki sekolah dasar.

Dengan pemikiran yang serba kalut, dan dia sendiri tidak ingin disebut sebagai pecundang, yang diucapkan oleh mertuanya sebagai manusia sampah, pecundang dan tidak berguna.

Dia mengingat kata-kata terakhir dari mertuanya, "Jangan kembali jika belum menjadi kaya."

Ucapan dari mertuanya itu, selalu terngiang didalam telinganya. Rasa sedih, kecewa dan marah, membaur menjadi satu didalam hatinya.

Dia benar-benar merasa tidak berdaya, sebagai seorang ayah dan suami, sama sekali tidak berguna, sehingga mertuanya selalu menghina dan memakinya.

Turangga benar-benar seorang menantu yang terusir, dengan cacian dan sumpah serapah dari ibu mertuanya.

Akhirnya, di pagi hari yang cerah, dia bertekad membawa putrinya kesebuah hutan, yang tidak jauh dari rumah sahabatnya, sekitar dua puluh kilometer dari rumah sahabatnya.

Turangga ingin mencari buah-buahan hutan, dan mencari burung berkicau yang bisa dijual, sambil membawa putrinya untuk berjalan-jalan disebuah hutan.

Dia terus berjalan memasuki sebuah hutan, sambil membawa anaknya bermain, hingga tak terasa, mereka semakin masuk kedalam hutan.

Groargh.... Groargh.... Auumm....

Terdengar ada suara geraman binatang buas, yang tidak jauh darinya.

Krosak.... Krosak....

Hewan hutan yang buas, semakin dekat dengan dirinya. Begitu Turangga melihat ada beruang dan harimau dari dua arah, dia dengan spontan membawa putrinya berlari sekencang-kencangnya, untuk menghindari kejaran dua hewan buas.

Namun malang bagi dirinya, dia bersama putrinya terperosok masuk kedalam jurang yang sangat curam.

Aaahhh....

Teriakan Turangga membahana diseputaran jurang, hingga dia tidak sadarkan diri dalam posisi melayang jatuh ke dasar jurang, sambil memeluk erat putrinya.

Nasibnya benar-benar memilukan, sudah terusir dari rumah ibu mertuanya, dan sekarang bersama putrinya jatuh kedalam jurang.

Bersambung.....