Pustaka
Bahasa Indonesia

Agen Rahasia

33.0K · Tamat
TripleX
45
Bab
994
View
9.0
Rating

Ringkasan

Sebuah kelompok teroris sedang merancang kehancuran untuk seluruh dunia. Awal kelompok teroris ini adalah terbongkarnya sebuah kode sandi dengan julukan Genesis. Kode itu didapatkan di setiap kejadian terorisme di dunia. CIA dan FBI pun akhirnya menangkap salah seorang informan yang ditengarai anggota dari kelompok teroris tersebut. Dari situlah diketahui ternyata kelompok ini adalah organisasi yang sangat besar, rahasia dan masih misteri. Dikumpulkanlah seluruh agen rahasia dari seluruh dunia. Mulai dari MI6, CIA, SVR, NIS, bahkan juga dari Indonesia BIN. Agen-agen ini diutus oleh PBB untuk menemukan sebuah formula yang akan digunakan oleh kelompok teroris tersebut“mengubah dunia”. Misi mereka masih tidak diketahui tenang formula itu. Tak tahu bentuknya seperti apa ataupun bagaimana isinya. Tapi yang jelas seluruh dunia dalam bahaya sekarang ini.

MetropolitanDewasaOne-night Standactionpembunuhanmiliterpetarung

Bab 1

POV MOON

Aku menggebrak meja. Kami berada di ruang pertemuan. Devita tampak memijat-mijat kepalanya. Peter dan John juga ikut merasa pusing. Hanya Nikolai saja yang tak merasa.

“Aku tak tahu kalau ruangan itu punya sekuriti secanggih itu,” kataku dengan bahasa Indonesia yang sudah mulai aku kuasai.

“Damn it, bagaimana kita bisa masuk ke

sana?” Devita juga pusing.

“What about explosive?” tanya Nikolai.

“Do you want our country had a war?” tanya Devita.

“And not just that. We need Faiz Hendrajaya Junior to open that damn door,” kataku.

“We only work with one name, Hiro. And now it’s more complicated with Faiz Junior,” kata Devita.

“Do we had a picture of him?” tanyaku.

Devita mencoba mencari-cari datanya. Dia kuliah di Oxford pasti ada fotonya. Dan saat Devita melihat foto itu dia bergumam, “Oh My God.”

“What?” tanyaku. Di layar monitor ada sebuah foto seorang pemuda. Cukup tampan. Atau lebih tepatnya sangat mirip dengan Faiz Hendrajaya yang aku temui kemarin.

“Tell me this is bullshit,” kata Devita.

“Why?”

“I know this person,” kata Devita.

“What??” semua mata menoleh ke arah Devita.

“It’s a long story,” katanya.

“Okay, so here is this. I got Hiro, you got him.

And we met to open that door. Get the S-Formula and finish this,” kataku.

“But, I never meet him,” kata Devita.

“So??”

Devita tahu tak akan mungkin bisa berdebat lagi. Kalau dia memang tahu Faiz Junior, maka itu adalah bagiannya. Karena aku sudah terlalu stress hanya untuk mengurusi Hiro.

POV DEVITA

Aku tahu siapa dia. Dia adalah Faiz. Faiz Junior. Kami dulu pernah punya masa muda bersama. Tapi aku tak menyangka dia itu anaknya Faiz Hendrajaya. Mungkin memang salahku. Kami terlalu konsentrasi ke Hiro.

Karena dia ada di negara ini dan paling dekat dengan server M-Tech. Ternyata hal itu di luar rencana. Sejujurnya aku pernah punya perasaan ke Faiz junior. Ceritanya beberapa tahun yang lalu saat aku masih kecil.

Aku kenal dengan Faiz karena dia adalah tetanggaku. Kakeknya dan ibunya bekerja sebagai buruh petani teh. Keluarga mereka sederhana. Dan Faiz adalah teman mainku sejak kecil.

Flashback On..

“Faiz?!” panggilku.

“Hai, Dede!?” sapanya. Dia memanggilku dengan panggilan Dede. Karena nama lengkapku adalah Devita Dwi Artanti. Disingkat oleh Faiz dengan Dede. “Ibu, aku berangkat!”

“Hati-hati di jalan!” kata ibunya Faiz.

Kami masih SMP saat itu. Faiz selalu bercerita bahwa dia ingin bisa sekolah di kota.

Ia ingin bisa bersama ayahnya. Aku tak pernah tahu tentang ayahnya. Bahkan semenjak kakeknya meninggal beberapa bulan lalu, tak ada satupun keluarganya yang datang. Faiz ini orangnya cerdas. Di kelas selalu juara. Aku saja kalah.

Kemana-mana aku dan Faiz selalu berdua, baik itu sekolah, main, kemana-mana selalu berdua. Sudah seperti dua sejoli. Aku sebenarnya suka kepada Faiz sudah lama. Semenjak aku masih SD, mungkin ini cinta monyet. Tapi makin lama aku makin suka ama dia.

“Faiz, kamu nanti SMA sekolah di mana?” tanyaku

“Aku tak tahu, belum ada rencana,” jawabnya.

“Cita-citamu ke depannya nanti kemana?” tanyaku.

“Kalau bisa sih aku ingin nanti sekolah di SMA Kebangsaan. Trus kuliah di luar negeri. Seperti ayahku,” jawab Faiz.

“Kamu mengidolakan ayahmu ya. Aku penasaran sama ayahmu. Dia masih hidup?”

“Iya, masih hidup. Tapi kata ibu dia sibuk bekerja jadi belum bisa menjengukku.”

“Tapi udah lama lho, memangnya ayahmu kerja apa sih?”

“Beliau punya gedung yang tinggi. Beliau juga punya pabrik.”

“Wah, jadi kepingin ketemu ama ayahmu. Tapi bener lho, kalau aku tak ketemu ayahku pasti kangen. Kamu sendiri bagaimana?”

“Aku kangen tentunya. Tapi, aku sudah cukup bangga menjadi anaknya. Ibuku selalu mengajarkanku untuk bangga menjadi anaknya. Mengajarkanku untuk mengidolakan dia.”

Aku cukup heran dengan Faiz ini. Dia selalu seperti itu. Mengidolakan ayahnya. Katanya sepatu yang dia pakai itu juga dulu pernah dipakai oleh ayahnya. Potongan rambutnya juga niru ayahnya. Sebegitu cintanyakah dia kepada ayahnya? Dia sangat membanggakan ayahnya.

Tak terasa hari itu tiba. Hari-hariku bermain bersama Faiz usai. Hari-hariku bersama dia usai. Setelah ia datang ke pemakaman kakeknya di kota. Ia akan tinggal bersama ayahnya. Aku merasa sedih sekali. Hari itu adalah hari di mana dia berpamitan kepadaku.

“Kamu akan pergi?” tanyaku.

“Iya, aku akan pergi. Kamu tak apa-apa kan di sini sendirian.”

“Bodoh, aku tentu saja akan kangen ama dirimu.”

“Kan kita bisa kirim email,”

“Mana cukup?”

“Dede, sudahlah jangan menangis. Kalau menangis kamu terlihat jelek.”

“Biarin. Kenapa kamu harus pergi? Kita sudah bermain bersama selama ini, kita sekolah bersama. Bahkan…bahkan…ibumu sudah baik kepadaku, menganggapnya sebagai anak sendiri. Faiiz…aku akan kangeeen sekali kepadamu….”

Aku memeluk Faizku. Apakah ini cinta? Apakah aku jatuh cinta kepada Faiz.

“Aku tak akan melupakanmu Dede. Aku akan kembali. Aku akan terus ingat kepadamu,” kata Faiz mencoba menenangkanku. Ia mengusap-usap rambutku.

“Janji kepadaku. Berjanjilah!” kataku.

“Janji apa?”

“Janji hanya aku yang boleh jalan denganmu, kamu tak boleh jalan dengan perempuan lain!”

“Idiih, koq gitu janjinya?”

“Ayo janji!” aku menatap matanya dengan tatapan berkaca-kaca.

“Iya deh, aku janji,” katanya.

“Beneran!?” kataku.

“Iya, beneran,” jawabnya sambil menyeka air mataku.

Aku lalu memeluk dan menciumnya. Faiz Hendrajaya. Inilah ciumanku untukmu, ciuman pertamaku. Kuberikan kepada cinta pertamaku. Kepadamu. Aku hisap bibirnya, aku tak pernah mencium lelaki sebelumnya, bahkan cara berciuman pun aku tidak tahu. Aku hisap bibirnya dan dia juga menghisap bibirku. Setelah itu aku menundukkan pandangan.

“Ingatlah, ini adalah hadiahku untukmu, jangan lupakan aku! Berjanjilah!” kataku sambil menyentuh dadanya.

Dia mencium keningku. “Aku tak akan melupakanmu Dede.”

Masa laluku dengan Faiz tiba-tiba saja hadir. Oh apa ini? Aku tak pernah menyangka ayah yang dibanggakannya itu ternyata adalah Faiz Hendrajaya. Orang terkaya di negeri ini dan yang mempunyai Hendrajaya Group. Kali ini aku dihadapkan kepada sesuatu yang sulit.

Flashback Off...