Pustaka
Bahasa Indonesia

Agak Lain Pacarku Itu

30.0K · Ongoing
Novita Ledo
23
Bab
22
View
9.0
Rating

Ringkasan

Alya punya daftar panjang tentang tipe cowok idamannya yang dewasa, kalem, rajin ibadah, pinter debat, dan tentu... tinggi mapan berwawasan. Tapi yang datang justru Reno — cowok absurd dengan hobi koleksi mainan aneh, suka ngomong sendiri pas lagi mikir, dan percaya bahwa mie instan bisa dijadikan tolak bala. Mereka bertemu lewat situasi yang tak biasa—Reno nyasar ke rapat OSIS padahal dia cuma mau ngambil charger temannya. Tapi sejak hari itu, hidup Alya yang teratur dan penuh rencana jadi jungkir balik. Reno memang gak seperti cowok lain, dia terlalu jujur, terlalu santai, dan terlalu... beda. Tapi justru di balik semua "keunikan" Reno, Alya perlahan menemukan sisi hidup yang belum pernah ia sentuh yakni ketulusan tanpa syarat, tawa yang datang dari hal remeh, dan rasa nyaman yang gak bisa dijelaskan pakai logika. Masalahnya, ketika mantan Alya yang nyaris sempurna kembali datang membawa janji masa depan, Alya harus memilih: tetap pada cinta yang ideal atau mempertahankan cinta yang… agak lain tapi bikin hati hangat. Karena kadang, yang kamu pikir "bukan tipeku" justru satu-satunya yang sanggup ngelihat kamu… tanpa topeng.

SuspenseRomansaTeenfictionKehidupan SosialTuan MudaCogan

Cowok nyasar

“Intinya, kita harus punya dana cadangan buat acara pensi bulan depan,” ucap Alya sambil menunjuk tabel di laptopnya. “Kalau enggak, kita bakal ngamen di depan sekolah. Serius.”

Semua anggota OSIS diam. Bukan karena gak setuju, tapi karena Alya kalau udah ngomong soal anggaran, auranya kayak bendahara negara yang stres karena inflasi.

“Kalian ngerti gak sih? Ini bukan cuma pensi biasa, tapi pensi yang bakal jadi penutup tahun ajaran kita!” tambah Alya, agak frustasi.

“Ngerti, Kak, ngerti...” sahut Sari pelan.

Alya baru mau lanjut ngomel ketika tiba-tiba… “Krek.”

Pintu ruang OSIS terbuka. Seorang cowok berambut agak berantakan masuk sambil celingukan. Kaosnya kebesaran, celananya kayak habis nyemplung got, dan satu tangannya megang charger HP yang masih nyambung sama stop kontak di luar.

“Oh, maaf, ini bukan ruang UKS, ya?”

Semua orang terdiam. Termasuk Alya.

“Ini ruang OSIS,” jawab Alya pelan, menatap cowok itu dari ujung rambut sampai ke ujung niatnya.

Cowok itu cengar-cengir. “Waduh, nyasar. Gue disuruh Ambon ngambil charger di ruang UKS. Ternyata salah masuk. Tapi yaudahlah, halo semua!” Dia lambaikan tangan kayak lagi kenalan di TV.

Alya sempat berpikir ini prank.

“Eh, kamu… kelas berapa?” tanya Alya.

“XI IPA 3. Nama gue Reno.” Dia duduk di bangku paling pojok… tanpa diminta. “Boleh numpang ngadem dulu? AC-nya enak.”

Alya melirik anggota OSIS lain. Mereka semua tampak kebingungan.

“Ini rapat tertutup,” kata Alya datar.

“Oh, oke,” ujar Reno. Tapi dia gak pergi. Malah buka tas, keluarin bekal nasi kucing dan botol air isi ulang. “Tapi kan pintunya gak dikunci. Jadi... ya udah, duduk dulu deh, siapa tahu dapat inspirasi hidup.”

Setelah 15 menit, rapat bubar. Alya masih menatap Reno yang tenang-tenang saja duduk sambil nyemil kerupuk dari tas plastik kecil.

“Eh,” sapa Alya akhirnya. “Kamu… tahu kamu nyasar, tapi tetap duduk?”

Reno mengangguk. “Kadang, kita butuh nyasar dulu buat tahu tempat mana yang nyaman.”

Alya melongo.

“Lho, kamu kenapa melotot? Aku salah ngomong, ya?” tanya Reno sambil tersenyum simpul. Matanya bulat, jujur, dan... agak nyebelin.

Alya buru-buru mengalihkan pandangan. “Nggak. Kamu… agak aneh aja.”

Reno berdiri. “Syukurlah. Karena kalau aku biasa-biasa aja, mungkin kamu gak akan ingat aku.”

Dan dengan santainya, dia melangkah keluar ruang OSIS seperti gak habis bikin satu ruangan mendadak hening total.

Di rumah, Alya menatap langit-langit kamarnya.

“Nyasar kok bisa bikin aku gak fokus, sih?” gumamnya.

Tapi yang lebih mengganggu adalah senyum Reno muncul lagi di kepalanya. Berkali-kali.

Dan yang bikin tambah heran... Alya gak keberatan.