Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

08 - Malah Buntung

SERATUS juta per ronde. Alan memiringkan kepala dan mengerjap berulang kali setelahnya. Harga yang mahal sekali untuk lepas perawan sekali dan tidur berkali-kali saja. Padahal kalau dia ikut acara lelang di suatu kelab malam, mungkin dia bisa mendapatkan perawan dengan harga kurang dari itu.

Namun, itu adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab atas perbuatannya. Walaupun dia harus kena getok harga, tapi sebenarnya itu bukanlah masalah besar. Dia bisa menipu Jeanne dengan hanya memberikan lima ratus juta, tapi dia merasa cukup bangga dengan performanya.

Dan lagi, dia merasa ada suatu kesempatan yang tidak boleh dia lewatkan begitu saja.

"Oke, lo mau uangnya ditransfer apa cek aja?" tawarnya kemudian.

Jeanne mengerjap, kemudian tampak berpikir hebat. Ditransfer sih sebenarnya lebih enak, tapi cek juga sama enaknya. "Transfer aja, deh!"

Jeanne pun memberikan nomor rekeningnya kepada Alan yang kini sudah mengetikkan sesuatu di ponselnya. "Lo yakin semua ini mau lewat transfer? Nggak takut dipanggil sama pihak bank?"

Jeanne mengerjap. "Emang jumlahnya sebanyak itu?"

Alan menyeringai. "Menurut lo gimana?"

Jeanne bergidik ngeri. Mengingat rasa sakit yang dia rasakan tadi pagi jelas bukan sekali dua kali, tapi bisa hanya tiga atau empat kali saja, kan? Atau malah lebih dari itu?

Si Alan berengsek ini, jangan bilang dia pakai obat kuat atau apa itu yang bisa bikin tahan lama? batinnya sambil menatap Alan horor.

"Ya udah cek aja, deh!" putusnya kemudian.

Alan pun berdiri setelah menyingkirkan Jeanne dari hadapannya. Dia masuk kamar dan keluar lagi dengan selembar cek yang tertera nominal dua milyar yang sukses membuat Jeanne memelototi kertas di tangannya.

"Sumpah lo bisa dua puluh ronde dalam semalam? Perasaan tadi malam pulangnya udah di atas jam dua belas, deh?" Jeanne menatap Alan dengan tatapan tidak percaya.

Mereka pulang di atas jam dua belas malam. Kalau bisa dua puluh ronde, itu berarti durasi per permainannya cukup sebentar, kan?

Alan hanya menyeringai mendengarnya. Untung saja Jeanne tidak bodoh-bodoh amat. Jadi dia tidak butuh merangkai banyak alasan, karena Jeanne sudah menyiapkan pertanyaan untuknya.

Alan berdeham pelan. "Nggak sampai dua puluh, cuma delapan ronde aja."

Jeanne sukses mengerjap. "Hah?! Terus kenapa di sini tertera dua milyar? Lo nggak mungkin sebaik itu dengan ngasih gue lebihan satu milyar lebih, kan?"

Alan tersenyum penuh arti. "Tentu aja nggak mungkin. Delapan rondenya udah semalam, dua rondenya gue minta sekarang, dan sepuluh rondenya lagi gue minta besok-besok kalau gue butuh service lo lagi. Gimana?"

Jeanne merasa sudut-sudut bibirnya berkedut setelah mendengarnya. Jadi ceritanya, Alan mau DP duluan gitu?

"Siapa yang bilang mau ngelakuin lagi sama lo? Gue nggak mau!" tolak Jeanne mentah-mentah.

Dia mau mengembalikan cek itu, tapi jujur saja dua milyar benar-benar berhasil membuatnya ngiler. Apalagi itu bakalan menjadi uangnya sendiri. Tapi gimana ... Jeanne ini mau untung. Kalau melayani Alan lagi setelah ini, bukannya dia malah buntung?

"Lo bikinin cek baru deh, delapan ratus juta aja, gue nggak minta lebihan—"

Jeanne menelan ludahnya susah payah saat Alan langsung menyudutkannya ke sofa. Pria itu terlihat berbahaya. Tatapan matanya, raut wajah tampannya, dan deru napasnya yang berat. Semuanya terasa sangat berbahaya untuk Jeanne.

"Lo yakin? Kesempatan ini nggak akan datang dua kali. Siapa yang mau bayar seratus juta per ronde kalau lo udah nggak perawan lagi?" Alan membelai pipi Jeanne yang terasa halus dalam sentuhan tangannya. "Bahkan bebek sawah kesayangan lo itu nggak akan mau kasih sebanyak itu buat tidur sekali sama lo, Jeanne."

Jeanne menelan ludahnya dengan berat. Apa yang Alan ucapkan memang tepat. Fredy memang orang baik, walaupun cuek bebek dia orang yang lumayan royal. Namun untuk mengeluarkan uang ratusan juta, jelas hal seperti itu tidak akan pernah dilakukannya.

"Lagian cuma dua belas kali lagi, lo nggak mungkin rugi juga, kan? Jaraknya nggak berdekatan, bukan berarti lo jadi wanita simpanan, dan lagi pacar lo jelas nggak akan keberatan. Dia nggak tahu Jeanne, cuma lo sama gue aja yang tahu masalah ini." Alan terus menghasut dengan nada penuh provokatif.

Sialan CEO satu ini benar-benar ahli memprovokasi. Jeanne membalas tatapan Alan yang kini terasa intens dan begitu dalam. "Selama ini lo kayak gini juga sama cewek-cewek selingkuhan lo, ya?"

"Mereka semua murahan, Jeanne. Gue nggak perlu keluarin uang seperti itu pun mereka rela ngangkang demi bisa milikin gue, tapi lo beda ...." Alan menjalankan tangannya ke leher Jeanne dan menelusuri leher itu turun hingga tulang selangkanya. "Lo istimewa, Je."

"Emang apa istimewanya gue?" tanya Jeanne dengan tatapan tidak mengerti.

Alan sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia ingin memiliki Jeanne sekali lagi. Menenggelamkan dirinya dalam nikmat yang begitu memikat hingga sanggup membuatnya hilang kendali.

"Lo bakal ngerti kalau kita melakukannya sekali lagi," jawab Alan yang kini mendekatkan wajah dan lantas mengambil sebuah ciuman dari bibir Jeanne yang sangat berpengalaman.

Jeanne tidak punya pilihan lain selain menganggukkan kepala. Alan benar, tidak ada kesempatan kedua. Setelah dia menolaknya hari ini, Alan belum tentu datang padanya untuk meminta lagi. Toh, dia tidak akan rugi, karena dia memang sudah tidak perawan lagi.

Dan lagi ... dia merasa penasaran dengan Alan yang menyebutnya istimewa tadi. Apakah dia memang istimewa seperti apa yang pria itu katakan? Ataukah itu hanya mulut manis buaya yang ingin memperdaya mangsanya?

Alan yang mendapat persetujuan itu pun langsung bangun dari posisinya. Dia mengingatkan Jeanne untuk menyimpan cek pemberiannya, sebelum dia mengangkat Jeanne untuk kembali dia bawa masuk ke kamar.

Karena dia akan kembali berpesta. Menikmati setiap sentuhan dan setiap kenikmatan dari penyatuan tubuh mereka yang terasa luar biasa.

***batas dari adegan eksplisit yang mungkin akan dihapus dari wattpad***

Alan merebahkan tubuh Jeanne di atas ranjangnya dan mulai membuka semua kancing kemeja Jeanne satu per satu. Dia melakukannya dengan pelan dan hati-hati, sekali pun dia sudah kesulitan untuk menahan diri.

Jeanne merasa pipinya mulai memanas saat melihat Alan melepaskan pakaian luarnya dengan sangat hati-hati. Bahkan saat Alan melepaskan celana jeans itu pun, dia sangat pelan dan hati-hati layaknya dia sedang menikmati semua proses yang dia lakukan saat ini.

Jeanne mengerjap saat Alan menyentuh perutnya secara tiba-tiba. Sentuhannya terasa lembut dan halus, merayap dengan pelan menuju kedua bukit indahnya yang masih tertutupi bra.

Alan menjalankan tangannya menyusuri bagian bawah bra ke belakang untuk menemukan pengaitnya dan ia pun melepaskannya. Membiarkan dua bukit kembar yang luar biasa itu terlepas dari sarangnya dan bergerak bebas untuk menyapa.

Alan berdiri untuk melepas kausnya dengan cepat juga celananya sebelum bergabung kembali dengan Jeanne di atas ranjang untuk mulai menikmati tubuhnya.

"Lan?" panggil Jeanne saat Alan memosisikan dirinya di depan dua bukit kembar yang sejak tadi terekspos dengan sempurna.

"Ya?"

"Lo nggak ngerasa lagi buang-buang waktu, ya? Bukannya lo cuma mau seksnya aja?" Jeanne langsung menutup mulutnya dengan tangan tangan kanan saat Alan mendaratkan bibirnya di atas puncak payudaranya.

Sialan! Kenapa rasanya nikmat sekali sampai Jeanne ingin berteriak saat ini?

"Enggak, gue mau semua yang ada di tubuh lo, Je. Tanpa terkecuali." Alan mengatakannya sembari meninggalkan puncak payudara Jeanne, walaupun tidak benar-benar meninggalkannya karena mulut dan puting itu hanya berjarak satu senti saja.

Jeanne hanya bisa menatap semua itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Apa ini? Kenapa rasanya bisa begini?

Rasanya luar biasa sekali saat melihat seorang pria dewasa terlihat asyik menelan puting payudaranya sembari memainkan kedua tangannya di setiap sisi payudaranya.

Jeanne melepaskan tangan yang menutupi mulutnya dan menjalankan tangan itu menuju rambut lurus Alan yang panjang hingga menutup sebagian wajah tampannya. Dia menyelipkan jarinya di antara rambut Alan dan dia menyingkapnya ke atas, memperlihatkan bagaimana tatapan mata hitam tajam itu menghunjam langsung ke arahnya sedang mulut dan kedua tangannya sedang memanjakan payudaranya.

Saat itulah satu demi satu puzzle yang tertahan di memorinya mulai keluar. Saat dia tidak sadarkan diri semalam sedangkan Alan tengah menikmati tubuhnya. Menciumi setiap inchi kulit leher, bahu, dan dadanya hingga meninggalkan kissmark yang membuat Jeanne tertawa saat melihatnya.

Alan yang terlihat bahagia saat mengetahui Jeanne tertawa melihat hasil dari perbuatannya pun tampak semangat membuat bekas kemerahan lain di bagian tubuhnya. Seperti perut dan paha putih yang mengarah ke area selangkangannya.

"Ouhh!"

Desahan Jeanne ditambah remasan kuat tangan perempuan itu di rambutnya membuat Alan tersenyum di balik aktivitasnya. Jeanne yang merasakan hal itu pun ikut bahagia. Dia membiarkan kendali dirinya lepas dan menikmati setiap sentuhan Alan di tubuhnya dengan tawa merdunya.

Sentuhan pelan yang begitu lembut dan memabukkan. Sentuhan yang menghantarkan Jeanne pada sisi liar yang tak pernah dia tunjukkan.

Jeanne menikmati semua ini. Jeanne menyukai setiap sentuhan lembutnya. Dia menyukai senyuman Alan yang terasa memikat dan menggoda. Dia pun sangat menyukai penyatuan di antara mereka.

Rasa penyatuan mereka yang begitu pas dan luar biasa, dalam dan menggairahkan. Jeanne benar-benar sanggup menggila saat menikmatinya. Bahkan tanpa bantuan alkohol pun, dia bisa menikmati sebuah percintaan panas yang mungkin tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya.

Ah ... bukan sebuah ... masih ada sebelas penyatuan lagi yang akan mereka lakukan bersama. Penyatuan luar biasa yang tidak akan pernah dia lupakan selama-lamanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel