3. Jangan Sentuh Dia!
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Di mana acara kantor akan dimulai. Semua karyawan perusahaan Lazcano's Corps sudah berkumpul di ballroom hotel.
Acara ini hanya pembukaan saja, setelah itu para karyawan bisa menghabiskan waktu dengan acara masing-masing. Menjelajah dan bermain di resort milik perusahaan sesuka hati.
Lily kini menduduki sebuah kursi yang terletak di deretan belakang. Ia sedari tadi berusaha untuk mencari temannya, namun sama sekali ia tidak menemukan sosok Anna.
Bahkan laki-laki brengsek itu. Ah, sudahlah! Ia tidak akan ambil pusing lagi urusan itu. Ia akan berusaha melupakannya dan semua kejadian tadi pagi yang menimpanya.
Namun, kini ia bingung dengan nasibnya. Apa yang akan terjadi dengan hidupnya saat Arsen menawarkan sebuah perjanjian?
Dan, Lily juga tidak bisa menebak sama sekali isi perjanjian yang ditawarkan oleh bosnya tersebut.
Di tengah lamunannya, ia menangkap sosok yang dikenalnya. Matanya kini terpaku ke arah depan ballroom, di sana Arsen sedang memberikan sambutannya.
Lily masih tak bisa membayangkan. Ternyata laki-laki yang bersamanya semalam adalah orang yang berdiri di depannya. Sungguh ia sangat bodoh.
Ia berharap semua ini hanya mimpi. Tetapi, sisa rasa sakit di tubuhnya mengatakan jika ini bukanlah mimpi. Ia hanya melamun selama acara itu berlangsung. Hingga semua orang meninggalkan ballroom tersebut. Ia pun memutuskan untuk berjalan-jalan sambil mencari Ana, sahabatnya.
Di sudut lain, Arsen tampak mengamati setiap gerak-gerik dari gadis tersebut.
Sementara itu, saat ini Lily tampak fokus memandang lautan yang terhampar di hadapannya. Sungguh luas, biru dan begitu indah, sedikit menghibur hatinya.
"Mom, Dad … aku lelah," gumamnya lirih.
Mengingat perlakuan ibu tirinya, ditambah kejadian yang menimpanya sungguh membuat dirinya hancur. Ia ingin menangis. Namun air matanya sudah habis.
Ia masih tidak menyangka jika Ken akan berbuat sekejam itu padanya. Bahkan ia berencana akan memberikan sesuatu yang berharga untuknya. Dan bodohnya ia menyerahkan itu kepada bosnya.
Lily kembali menarik nafas dalam, entah hal buruk apa lagi yang akan menantinya. Lamunan Lily terhenti ketika ia mendengar beberapa pria sedang berdebat.
"Ok! Deal aku akui aku kalah! Brengsek, dasar wanita tak berguna!"
Terdengar pekikan kesal seorang pria tidak jauh dari tempat Lily berada.
'Tunggu ini seperti suara…" Lily membatin.
Lily bisa mendengarnya, tetapi tidak dapat memastikan dengan jelas, karena pandangan mereka terhalang oleh beberapa pohon.
"Sudah kukatakan kau akan kalah, haha!" Terdengar sebuah suara pria diiringi dengan tawanya.
Lily kini berhati-hati untuk menguping, ia tak ingin ketahuan. Gadis itu segera beringsut sedikit menjauh dari tempatnya tetapi, ia masih bisa mendengar semua dengan jelas.
"Sial! Jalang pembawa sial, si brengsek Lily!"
Mendengar namanya disebut, ia membulatkan matanya. Astaga, apa maksudnya?
"Cepat bayar! Kau sudah kalah, kau tidak bisa menidurinya, waktu sudah habis!" Tawa pria itu makin kencang, ia mendapat kemenangan.
Aku? Meniduri? Kalah? Bayar?
Astaga! Ia menutup mulut dengan kedua tangannya. Hatinya semakin sakit saat ia mengetahui fakta jika selama ini Ken dan teman-temannya menjadikan dirinya sebagai bahan taruhan.
Emosi Lily meledak, ia tak bisa menahannya lagi. Ia segera menghampiri mereka, dan menampar Ken dengan kasar.
Seketika mereka kaget dengan serangan Lily yang tiba-tiba. Membuat Ken tak dapat menghindar.
"Sialan kau jalang sialan!" umpat Ken. Ia berdiri dan mendorong tubuh Lily hingga Lily tersungkur di pasir.
"Kau brengsek, Ken! " pekik Lily.
"Sialan! Gara-gara kau aku kalah taruhan, sial!" ucap Ken dengan emosi.
Dengan susah payah Lily berdiri dan berhadapan dengan Ken. Ia akan kembali menampar Ken, namun tangannya ditahan oleh laki-laki yang bersama Ken sejak tadi dengan tawa yang menyeringai.
"Bagus, tahan jalang ini!" ujar Ken tersenyum puas. Ken mendorong tubuh Lily. Tubuh Lily menghentak dengan kasar di sebuah pohon, membuatnya meringis kesakitan.
Sebelum sempat mengucapkan sepatah kata pun Ken mencekik leher Lily dan menempelkan kepalanya di pohon. Membuat napas Lily tersengal-sengal.
Ketiga pria itu hanya tertawa, seakan itu kejadian lucu.
"Kita apakan dia, heh? Lumayan mainan baru," ucap Ken. Seketika mata Lily membelalak, air mata lolos dari sudut matanya.
Apakah hidupnya akan berakhir sekarang?
Lily berusaha memberontak, namun sia-sia. Cengkraman kedua laki-laki di tangannya sangat kuat. Ditambah Ken masih mencengkram lehernya dengan kuat.
Ken melepaskan cengkramannya. Kemudian menampar pipi kiri Lily dengan kuat hingga pipi yang tadinya putih itu kini memerah.
"Kau akan kami siksa!" Ken tersenyum jahat, diikuti tawa teman-temannya.
Kini Lily hanya bisa menangis, ia pasrah. Apalah daya, dirinya tak berdaya melawan Ken dan teman-temannya.
Namun, tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan . Membuat semua menoleh ke arah orang yang datang tersebut.
"Hebat! Tiga pria lawan satu wanita! Sungguh sangat gantle sekali!" ucap pria itu dengan wajah dingin.
Ia datang bersama dengan beberapa anak buah di belakangnya.
Seketika ketiga pria itu melepaskan cekalan tangannya di tubuh Lily. Seketika tubuh Lily melorot dan jatuh terduduk di tanah. Bahkan ia terbatuk dan menyentuh lehernya yang sakit, serta pipinya akibat perbuatan Ken.
"Pak, maaf kami hanya sedang bercanda," jelas Ken sedikit salah tingkah.
"Oh, ya?" Arsen mengangkat alis matanya dengan tatapan tajam.
Mereka bertiga mengangguk. "Iya kan, Ly? kita sedang main-main?"
Ken berusaha menarik tangan Lily dan membantunya berdiri. Ia berusaha untuk tampak manis terhadap Lily.
Namun, Arsen menatap tajam tangan Ken yang berusaha menyentuh Lily.
"Jangan sentuh dia!" teriak Arsen.
Teriakan Arsen membuat Ken menghentikan gerakannya seketika. Arsen melangkah semakin mendekati mereka diikuti oleh para pengawalnya. Membuat Ken dan teman-temannya ketakutan.
"Ayo Lily, kamu berdiri, cepat!" perintah Arsen pada Lily sambil mengulurkan tangan dan menatap gadis itu dengan tajam.
"B-baik." Lily mengangguk kemudian meraih uluran tangan Arsen.
"Jika kalian ingin bermain dan bercanda, lakukan dengan pengawalku!!" Arsen menyuruh pengawalnya untuk maju dan menghadang ketiga pria tersebut, dan mengajak mereka bermain.
Langkah Arsen sama sekali tidak terganggu saat suara teriakan ketiga laki-laki itu terdengar. Lily sempat menoleh ke arah mereka yang sedang diajak bermain oleh pengawal Arsen.
Pengawal Arsen dengan semangat memukuli bahkan menendang ketiga pria tersebut.
Lily tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat Arsen menarik tangannya untuk menjauh dari sana. Ia mengikuti langkah Arsen ke mana ia membawa dirinya.
Sedangkan Ivanov dengan setia mengikuti mereka dari belakang. Wajah lelaki itu pun sama dingin dan datarnya dengan Arsen.
Jujur, Lily merasa takut dengan aura dingin yang dikeluarkan oleh kedua pria tersebut. Entahlah, hal itu berhasil membuat bulu kuduk Lily meremang.
-TO BE CONTINUE-
