Pustaka
Bahasa Indonesia

About You

22.0K · Ongoing
Kayinkayinn
34
Bab
142
View
9.0
Rating

Ringkasan

Tentang kisah cinta Risa dan juga Arfan yang tiba tiba saja menjadi sepasang kekasih tanpa ada apa itu yang namanya PDKT. Kisah cinta mereka begitu unik. Salah satu gadis manis Itu bernama Risa, yang tidak terlalu populer di sekolah. Juga, dengan seorang pria bernama Arfan, yang merupakan pria paling urakan di sekolah. Namun, ia juga memiliki sisi yang unik. Risa sama sekali belum pernah merasakan yang namanya apa itu PACARAN. Berkat Arfan, ia mulai mengerti apa itu namanya pacaran sehat, dan tidak berlebihan. Juga apa itu rasa sayang yang tulus. Risa dan Arfan juga memiliki sahabat-sahabat yang baik, dan selalu ada untuk mereka. Yang menyayangi mereka dengan tulus, dan membantu pasangan muda ini ketika dalam kesulitan. Mampukah Risa dan Arfan mempertahankan hubungan mereka dengan terbilang pengalaman soal pacarannya yang masih minim? Akankah Risa tetap mempercayai Arfan yang katanya terlibat dalam suatu scandal dengan tante berlipstik merah? Temukan kisah romansa mereka semasa putih abu-abu, bersama teman-teman keduanya yang konyol namun setia kawan.

RomansaCinta Pada Pandangan PertamaBaperSweetTeenfiction

Prolog

Hujan turun begitu deras. Awan hitam menyelimuti bumi sore itu. Suara petir terdengar begitu keras dan menggelegar, hingga seorang gadis berusia 5 tahun tampak berlarian dengan cepat ke arah kamar ayahnya karena ketakutan.

"Ayah!!" teriaknya yang langsung berlari ke arah ayahnya yang sedang duduk bersimpuh di tempat tidurnya.

"Karisa? Kamu belum tidur, Sayang?" tanya sang ayah begitu melihat gadis kecilnya berlari ke pangkuannya dengan rasa rakut yang menyelimutinya.

Sang ayah langsung menyimpan sebuah buku tebal yang baru saja selesai ia baca, di atas meja yang berada di samping tempat tidurnya.

"Karisa takut, Yah," jawab si gadis kecil seraya memeluk ayahnya begitu erat.

"Takut kenapa, Nak?" tanya sang ayah bingung.

"Ada suara petir," rengeknya sambil memeluk tubuh ayahnya yang kekar dengan manja dan begitu erat.

Sang ayah tersenyum tipis. Ia memeluk hangat tubuh mungil anaknya sambil mencium keningnya dengan lembut.

"Kenapa takut sama petir?"

"Takut di makan sama petir. Petir itu monster kan, Yah?" tanyanya begitu polos sambil menatap wajah ayahnya, hingga membuat sang ayah tertawa lebar dan kembali mendekap tubuh gadis kecilnya itu.

"Jangan takut, Sayangku. Petir itu bukan monster."

"Tapi, Karisa takut."

" Jangan takut, Nak. Kan, ada ayah di samping Risa," katanya lembut sambil membelai-belai rambut anak kesayangannya itu.

Karisa tersenyum lebar. Ia paling senang jika ayahnya sudah membelai-belai rambutnya dengan lembut seperti itu. Itu tandanya, ayahnya begitu menyayanginya.

"Kalau bunda masih ada, bunda pasti nemenin Karisa tidur di kamar Karisa. Terus, bunda pasti bakalan ceritain dongeng si gadis berkerudung merah sampai Karisa tidur."

"Risa suka banget yah sama dongeng si gadis berkerudung merah?"

"Suka banget," jawab si gadis bersemangat.

"Kalau begitu, ayah saja yang ceritakan dongengnya. Gimana?"

Karisa menggelengkan kepalanya pelan, kemudian menatap wajah ayahnya yang terlihat gagah itu dengan kedua bola matanya yang terlihat sedih.

"Ayah, Karisa kangen sama bunda," katanya pelan hingga membuat sang ayah menitikkan air matanya begitu mendengar anaknya mengatakan merindukan bundanya.

Sang ayah kembali mendekap tubuh anaknya begitu erat hingga tetesan-tetesan air matanya berjatuhan ke dalam pakaian anaknya.

"Ayah menangis? Kenapa?" tanya Karisa begitu mendapati lehernya basah oleh air mata ayahnya.

"Karisa kangen sama bunda?" tanya ayahnya kembali.

Karisa mengangguk dan kembali mempererat pelukan ayahnya.

"Bunda di mana, Yah? Apa bunda itu ada di Surga?" tanya Karisa polos sambil menatap wajah ayahnya.

"Tentu. Bunda itu sekarang sudah berada di Surga."

"Surga itu jauh nggak, Yah? Kalau jauh, Karisa bisa nggak nyusul bunda pake mobil ayah?"

Sang ayah tertawa kecil begitu mendengar celotehan anaknya tentang Surga. Namun, beliau kembali mendekap anaknya dan mencium kening anak semata wayangnya itu dengan penuh kasih sayang.

"Suatu hari nanti, Risa pasti bisa bertemu kembali dengan bunda. Tapi, nggak sekarang."

Karisa melepaskan pelukannya dan menatap wajah ayahnya dengan tatapan bingung.

"Kapan? Karisa ingin bertemu bundanya sekarang. Ayo, kita susul bunda pake mobil ayah. Karisa kangen banget sama bunda."

Sang ayah tersenyum kecil. Ia kembali membelai rambut gadis kecilnya dengan tangannya yang besar.

"Nanti ya, Sayang. Sekarang, lebih baik Karisa tidur. Soalnya udah malam, besok kan ayah harus pergi kerja. Karisa nggak mau kan lihat ayah bangun kesiangan?"

Karisa menggelengkan kepalanya dan merangkul leher ayahnya dengan kedua tangannya yang mungil, kemudian menatapnya sambil tersenyum lebar.

"Kalau begitu, sekarang Karisa bobo. Siapa tahu Risa bisa ketemu sama bunda di mimpi. Jadi, Karisa bisa lebih cepet ketemu sama bundanya."

"Kalau begitu, Risa tidur di sini bareng sama ayah aja. Soalnya, Risa takut tidur sendirian. Boleh kan, Yah?"

"Tentu. Apa sih yang nggak boleh untuk gadis kecil kesayangan ayah. Karisa itu kebanggaan ayah. Jadi, apa pun yang Karisa minta, pasti akan ayah berikan."

"Kalau Risa minta ketemu sama bunda secepatnya, apa ayah akan mewujudkannya?"

Sang ayah terdiam membisu begitu mendengar pernyataan anak semata wayangnya itu. Ia bingung. Bingung harus menjawab seperti apa pertanyaan anaknya yang terbilang masih kecil itu.

Di usia yang terbilang masih kecil, Karisa sudah tidak mempunyai ibu. Kenangannya dan kebersamaannya bersama ibunda tercinta pun begitu singkat.

Risa juga belum bisa mengingat dengan jelas wajah ibunya itu seperti apa. Yang ia tahu, hanya ibunya yang sering menceritakan gadis berkerudung merah kepadanya, juga lagu bintang kecil yang sering dinyanyikan sebelum ia tidur.

"Kalau waktunya sudah tiba, Risa pasti bisa bertemu dengan bunda. Dan, ayah akan menjadi orang pertama yang mengantar Risa untuk bertemu dengan bunda."

"Ayah janji?"

Sang ayah mengangguk dan kembali tersenyum.

"Sudah, sekarang Risa pergi tidur."

Begitu diminta ayahnya untuk tidur, dengan cepat Karisa pun memejamkan matanya dan sang ayah pun langsung menyelimuti tubuh gadis kecilnya, seraya mencium kening gadis kecilnya itu dengan penuh kasih sayang.

"Selamat tidur anakku. Semoga kamu mimpi indah, Sayang. Mimpi bertemu dengan bundamu. Sampaikan salam rindu ayah untuk bundamu di alam mimpi sana. Bilang pada bundamu, ayah rindu."

Karisa tersenyum kecil. Ia seolah-olah dapat mendengar suara ayahnya, meski dalam keadaan tertidur pulas. Dan, dalam hati kecilnya pun, Karisa mengucapkan kalimat yang sama seperti yang ayahnya ucapkan padanya.

Selamat tidur juga ayah. Karisa sayang sama ayah.