Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

8. BERJUTA BUNGA BERMEKARAN DALAM HATI

Wajah Jeng Elsa terlihat sumringah. "Ok, saya panggil putraku dulu."

"Iya, iya."

Mommy mendekati Tian. "Sayang, ikut dengan Mommy."

"Shopping nya sekarang Mom?" tanya Tian memasukkan ponselnya ke saku celananya.

"Bukan shopping."

"Kita pulang?" tanya Tian senang.

"Bukan pulang! Kita akan bergabung di meja Jeng Dewi," jawab Mommy mengambil tas tangannya dari atas meja.

"What?!" Tian kaget, kemudian melihat ke arah meja gadis bermata indah.

"Kenapa kaget begitu?! Biasa saja kali! Ayo, bukankah kamu ingin tahu, siapa gadis cantik berponi itu? He-he." Mommy mengedipkan matanya sebelah lalu melenggok pergi. "Let's go Bastian Pisceso!"

"Tapi Mom ...." Kalimat Tian menggantung ketika melihat Mommy terus berjalan ke arah meja gadis berponi.

"Apa saya tidak mengganggu Jeng?" tanya Mommy lebih memastikan melihat Jeng Dewi.

"Tentu saja tidak! Ayo, duduk di sampingku!" Jeng Dewi menggeser kursi untuk Jeng Elsa.

"Terima kasih." Jeng Elsa duduk lalu melihat putranya datang mendekat.

Jantung Arlyn semakin tidak karuan ketika melihat Tian datang, tapi berbeda dengan Silvi yang terlihat senang, sampai-sampai mempersilahkan duduk. "Mr. Ganteng, duduk di sini!" Silvi menggeser duduknya sehingga Tian duduk di antara Arlyn dan dirinya.

Tian hanya menjawab dengan senyum. Bukannya pelit untuk berbicara, tapi jantungnya juga sedang tidak karuan. Apalagi sekarang, gadis berponi dengan mata indahnya itu duduk di sampingnya, menghirup oksigen yang sama berada di dekatnya. Bahkan, wangi parfum bunga melatinya sampai tercium masuk ke dalam hidungnya.

"Putramu tinggi sekali Jeng Elsa," Jeng Dewi melihat Tian di antara Arlyn yang kecil mungil dan Silvi. "Tinggi, ganteng dan pintar merawat tubuhnya."

"Daddy nya punya tubuh yang tinggi. Putraku juga senang berolahraga, mungkin itu yang membuat tubuhnya jadi bagus."

"O iya, betul itu! Kalau orang yang senang berolahraga, tubuhnya pasti bagus dan tentunya juga sehat," puji Jeng Dewi, lalu melihat Arlyn dan Silvi. "Tuh lihat, putranya Tante Elsa rajin olahraga, tidak seperti kalian yang malas banget berolahraga. Senangnya main ponsel, berselancar di media sosial tidak karuan."

Wajah Arlyn langsung cemberut, hatinya bicara sendiri. "Apa sih Mama ini?! Kok jadi sanjung anak orang, anak sendiri diomelin!"

Jeng Elsa tersenyum. "Namanya juga anak gadis jaman sekarang Jeng, kebanyakan seperti itu, yang penting mereka tidak salah pergaulan saja."

"Iya, betul. He-he. By the way, kalian sudah saling kenal atau belum?" tanya Mama melihat Arlyn.

Silvi dari tadi cuma diam, tiba-tiba nyeletuk bicara. "Kalau ketemu sih sudah, tapi belum saling kenal."

"O ya?" ucap Mama dan Mommy hampir bersamaan.

"Iya." Silvi mengangguk-anggukan kepalanya untuk lebih memastikan.

Mommy yang paling penasaran. "Ketemu di mana?"

Silvi diam beberapa detik, lalu melihat Tian dan Arlyn yang menatapnya dengan tajam bagai sinar laser, sehingga membuat Silvi jadi gugup. "Itu tadi ... tadi di sana Tante!"

"Di sana? Di mana?!" tanya Mama dan Mommy bersamaan lagi.

Silvi menghela napas. Sudah terlanjur bicara, akhirnya semua kejadian diceritakan. Untuk urusan Arlyn yang marah, biarlah bagaimana nanti saja, marahnya juga tidak pernah lama.

"Oh, tadi ada insiden!" Mommy melihat Tian. "Kenapa kamu tidak cerita ke Mommy?!"

Tian melihat Mommy. "Hanya masalah kecil Mom."

"Kenapa kamu juga tidak cerita ke Mama?!" Sekarang Arlyn yang ditanya Mama.

"Itu sudah lewat, aku juga tidak apa-apa!" jawab Arlyn.

"Tapi, kamu sudah berterima kasih belum? Sudah diselamatkan dari maling itu?!" tanya Mama.

Pikiran Arlyn langsung teringat insiden di mana hampir ditabrak si maling itu, kemudian melihat Silvi.

"Sepertinya belum Tante Dewi, Arlyn belum berterima kasih. Setelah kejadian itu, Arlyn menarik tanganku untuk pergi dari TKP." Lapor Silvi.

Dalam hati, Arlyn menggerutu kesal melihat Silvi. "Dasar mulut ember si Silvi mah. Awas kamu!"

"Eh, kok nggak berterima kasih! Apalagi putranya Tante Elsa sudah menyelamatkan kamu! Coba bayangkan, andaikan kamu tidak ditolongnya, bisa saja kamu akan terluka!" Omel Mama.

Arlyn melirik sekilas ke Tian yang duduk di sampingnya.

"Tapi Jeng Dewi, ngomong-ngomong sepertinya mereka belum berkenalan," ucap Mommy melihat putranya.

Silvi langsung menjawab dengan antusias. "Betul Tante Elsa. Kita memang belum berkenalan!"

"Tuh kan bener! Ayo, kalian berkenalan dulu!" Mommy sengaja membuat acara perkenalan menjadi lebih drama, karena baru kali ini melihat putranya terlihat gugup di depan seorang gadis.

"Mommy sepertinya sengaja membuatku jadi salah tingkah begini," bisik hati kecil Tian.

Tidak jauh berbeda dengan Arlyn, hati kecilnya pun ikut bersuara. "Ya Tuhan, kenapa jadi drama begini?!"

Melihat Arlyn dan Tian malah mematung membuat Silvi jadi keheranan. "Kok pada diam?!"

"Iya nih, kok pada diam?!" Mama benar-benar tidak peka dengan keadaan putrinya yang gugup.

Untuk menghilangkan kecanggungan, akhirnya Silvi yang berinisiatif duluan. "Hai, cowo ganteng yang tadi menyelamatkan temanku dari maling. Kenalkan, namaku Silvi Rahmawati putranya Bapak Rahmat." Silvi mengulurkan tangannya.

Tian hanya menjawab dengan kalimat simple sambil menyambut uluran tangan Silvi. "Hai."

Mommy tersenyum melihat putranya nampak gugup. "Dasar bocah, baru salaman beradu tangan saja sudah gugup. Bagaimana kalau beradu bibir?! Bisa pingsan dia! He-he." Mommy terkekeh dalam hatinya.

"Dan yang ini putri tersayang Tante," ucap Mama. "Ayo sayang! Perkenalkan dan berterima kasih pada putra ganteng Tante Elsa."

Arlyn benar-benar dibuat mati kutu, andai punya ilmu menghilang, pasti sudah dari tadi menghilangkan diri. Apalagi melihat Mama dan Tante Elsa yang sangat berlebihan memperkenalkan mereka.

"Kok jadi diam?!" tanya Silvi heran melihat Arlyn tidak seperti biasanya.

Dengan memberanikan diri, Tian mengulurkan tangan, karena dipikirnya itu lebih baik, daripada mereka berdua jadi tontonan Tante Dewi, Silvi dan juga Mommy nya. "Hai, aku Bastian Pisceso. Kamu bisa memanggilku Tian."

Dengan ragu Arlyn menyalami tangan Tian. "Aku, Arlyna Virgolin. Panggil saja Arlyn."

Semua aliran darah dalam tubuh Arlyn dan Tian seakan berhenti, begitu juga dengan detak jantung yang mendadak terasa menghilang ketika tangan saling bersalaman dan iris mata saling bertemu. Berjuta-juta, bahkan bermilyar-milyar rasanya, aneka warna bunga bermekaran menyelinap masuk ke dalam hati. Indah sangat indah ketika mata saling menatap.

Detik ke detik berlalu, tangan tidak juga terlepas, begitu juga dengan mata yang saling menatap, sampai terdengar Mommy berdeham yang menyadarkan keduanya. "Ehm ... ehm ... ehm."

Arlyn dengan cepat menarik tangannya, begitu juga dengan Tian. Keduanya berusaha agar tidak gugup, saling melihat ke tempat lain untuk menata kembali hati yang tidak karuan.

"Putramu Bastian Pisceso, zodiaknya Pisces yang mempunyai elemen air dengan dua lambang ikan. Betulkan Jeng Elsa?"

"Iya, betul!"

"Pisces sosok yang penyayang dan penuh perasaan, peka terhadap sekelilingnya. Seorang pisces akan merasa nyaman bahkan sangat cerewet jika berada dilingkungan yang bisa mengerti dan memahami dirinya. Pisces juga ...." Mama menjeda kalimatnya lalu melihat putrinya, Arlyna. "Tipe yang sangat setia pada pasangannya!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel