8. DEAL
Lili menghentikan langkahnya, menatap kakaknya yang jauh lebih tinggi darinya. "Berani bertaruh?!"
"Wow! Kamu mengajakku bertaruh?!" Tanya Galen terkejut.
"Kakak pasti takut!" Jawab Lili.
"Takut? Tidak ada kata takut dalam kamus hidupku!" Jawab Galen dengan penuh percaya diri.
"Kalau begitu kita taruhan!" Tantang Lili menatap tajam wajah kakaknya.
Beberapa detik Galen terdiam. "Kamu yakin berani bertaruh denganku?"
"Kalau tidak mau, ya sudah," jawab Lili santai, kembali melanjutkan langkahnya.
"Baik! Kita taruhan," ucap Galen merasa tertantang.
Lili menghentikan langkahnya, membalikkan tubuhnya untuk melihat kakaknya yang masih berdiri ditempat semula. "Kakak yakin?"
"Kenapa? Apa kamu sekarang takut?" Tanya Galen tersenyum meledek.
"Tidak tapi aku takut, kakak tidak mau mengabulkannya jika aku yang menang taruhan," jawab Lili.
Galen mengernyitkan alisnya. "Kamu menantangku?!"
Lili mengangkat kedua bahunya. "Berani tidak?!
"Jika kamu mendapatkan nilai ujian yang tinggi, apapun yang kamu inginkan akan aku kabulkan. Karena namaku Galen Aegis Abercio, anak kebanggaan Tuan Andreas Ozzi Lisandro," ucap Galen lantang dengan penuh percaya diri.
"Bagus! Aku pegang kata-katamu. Jika kakak tidak mengabulkannya, Kakak menjilat ludah sendiri sebagai anak dari keluarga Lisandro," ucap Lili tersenyum penuh kemenangan.
"Apa yang kamu inginkan, wahai adikku yang cerewet?!" Tanya Galen.
"Aku ingin mobil sport keluaran terbaru yang baru beberapa hari kakak beli," jawab Lili.
Galen langsung membulatkan matanya begitu mendengar permintaan adiknya. "What?!!"
"Seperti yang kakak dengar," jawab Lili tersenyum menang. "Dan tidak bisa ditarik kembali taruhan ini."
"Itu tidak seimbang, kenapa meminta mobil sport yang baru aku beli? Tidak! Tidak!! Ganti dengan yang lain," ucap Galen keberatan.
"Tidak bisa! Ingat dengan apa yang kakak ucapkan tadi, kakak tidak malu menjilat ludah sendiri sebagai anak laki-laki dari keluarga Lisandro?" Tanya Lili tersenyum senang.
"Kamu menjebakku," ucap Galen.
"Tidak ada yang menjebak kakak," jawab Lili santai. "Bagaimana?!"
Setelah beberapa detik berpikir dengan menatap wajah adiknya, akhirnya Galen menyetujui taruhannya. "Baiklah, aku setuju!"
"Begitu dong, itu baru anaknya Papa," ucap Lili senang.
"Lalu apa yang kamu taruhkan untukku?" Tanya Galen.
Lili tertegun, dirinya lupa kalau harus mempertaruhkan juga tapi apa yang dia punya?
"Apa yang kamu taruhkan?" Tanya Galen. "Jangan kamu bilang tidak ada ya?!"
Lili garuk-garuk kepala tidak gatal. "Aku, aku ---," ucap Lili bingung.
"Kamu yang tadi mengajakku untuk taruhan. Sekarang apa yang kamu taruhkan?!" Tanya Galen menatap adiknya.
Lili akhirnya mendapat ide. "Apa yang kakak inginkan?"
Galen mengangkat kedua alisnya. "Yakin kamu bertanya seperti itu?"
"Iya, tentu saja! Apa yang kakak inginkan dariku?!" Tanya Lili dengan penuh percaya diri.
Galen menatap lekat wajah adiknya, tangan kanannya mengelus dagunya sendiri yang nampak terbelah. Wajahnya terlihat seperti sedang berpikir, kira-kira apa yang diinginkannya.
"Lama sekali! Ini sudah malam, apa yang kakak inginkan? Atau kakak tidak minta apapun?! Ya sudah, aku mau ke kamar!" Lili bersiap hendak pergi.
"Tunggu!" Galen menghentikan adiknya yang akan pergi dengan memegang tangan adiknya. "Tunggu!"
"Cepat katakan, aku mengantuk!"
"Bagaimana kalau selama 2 tahun, kamu mengikuti semua apa yang aku perintahkan?" Ucap Galen.
"What?! 2 tahun!" Mata Lili membulat seketika.
"Iya, aku rasa itu sebanding dengan mobil sport keluaran terbaru milikku," jawab Galen.
"Itu terlalu lama! Sehari saja aku mengikuti apa maumu sudah malas, apalagi selama 2 tahun. Tidak, tidak!" Lili menolak.
"Memangnya apa yang kamu punya? Uang saku saja masih dikasih dari Papa," ucap Galen.
"Yang lain, jangan itu!" Tolak Lili keberatan.
"Hanya itu yang bisa dan itu seimbang dengan mobil sport," jawab Galen.
Lili beberapa detik terlihat berpikir. "Baiklah aku mau. Tapi jangan 2 tahun, itu terlalu lama untukku. Aku bisa hidup seperti dalam neraka kalau harus menjadi budakmu!"
"Tidak bisa, itu sudah bagus daripada aku minta taruhan yang lain."
Lili nampak berpikir. "Baiklah, tapi jangan 2 tahu. Bagaimana kalau 1 tahun?"
"Tidak, 1 tahun terlalu ringan. Itu tidak seimbang dengan mobil sport yang aku pertaruhkan," jawab Galen keberatan.
"Ya sudah, kalau begitu tidak jadi. Bagiku, untuk mendapatkan mobil sport itu mudah, aku tinggal minta saja ke Papa sebagai hadiah nilai ujianku daripada aku harus jadi budakmu."
Dalam hati Galen membenarkan ucapan adiknya, memang benar kenapa harus susah-susah bertaruh dengannya kalau Lili bisa mendapatkan dengan mudah?
Lili tersenyum. "Benarkan apa yang aku bilang?" Tanya Lili seperti tahu apa yang sedang dipikirkan kakaknya.
Galen sudah terlanjur basah, taruhan yang tadi ditantang adiknya tidak mau dibatalkan. "Kalau begitu, baiklah! Selama 1 tahun kamu harus mengikuti apa yang aku perintahkan jika nilai ujianmu jelek."
Mata Lili membulat, dirinya tidak menyangka sama sekali jika kakaknya akan menyetujui syaratnya padahal tadi juga dirinya sudah mau dengan syarat 2 tahun tapi tidak ada salahnya bukan untuk mencoba agar diturunkan menjadi 1 tahun?
"Bagaimana?" Tanya Galen.
"Iya mau!" Jawab Lili dengan cepat. "Dan aku dengan sangat akan memenangkan taruhan ini!"
"Buktikan! Jangan hanya banyak bicara. Kita lihat, siapa yang akan menang! Kamu akan tertawa senang atau kamu akan menangis karena akan menjadi budakku selama 1 tahun selama 24 jam, ingat itu!"
"Aku pasti menang!" Ucap Lili dengan penuh percaya diri. "Dan jika aku menang, ingat! Jangan menangis jika mobil sport merah kesayangan kakak akan menjadi milikku!"
"Deal?!" Galen mengulurkan tangannya untuk bersalaman sebagai tanda kesepakatan dari taruhan mereka berdua.
"Deal!!" Lili menyambut uluran tangan kakaknya dengan tersenyum.
Angin malam dan bulan yang menggantung di langit yang kelam menjadi saksi atas taruhan yang terjadi antara Lili Ercilia Alegra dengan kakaknya sendiri Galen Aegis Abercio.
.....
Aldo terlihat sedang bersiap-siap untuk berangkat kuliah ketika pintu kamarnya diketuk dari luar. "Aldo!"
"Masuk mom, tidak dikunci!" Jawab Aldo yang sudah sangat mengenal suara wanita yang telah melahirkannya.
Pintu kamar terbuka perlahan. "Kamu sudah siap rupanya. Mommy pikir kamu belum siap."
"Sudah Mom," jawab Aldo.
"Kalau begitu, ayo kita ke luar," ajak Mommy yang tidak jadi masuk karena melihat Aldo sudah siap dengan tas dipunggungnya.
Aldo kembali melihat ke cermin yang ada didepannya untuk memastikan penampilannya sudah rapi.
"Anak Mommy sudah ganteng dan wangi, tidak ada lagi kekurangannya," puji Mommy tersenyum melihat Aldo yang bercermin.
"Siapa dulu dong Mommy dan Daddy-nya?" Jawab Aldo tersenyum melangkahkan kakinya ke luar dari kamar diikuti Mommynya.
Diruang makan terlihat laki-laki yang sudah cukup umur dengan wajah yang berkharisma sedang duduk sambil membolak balik koran yang ada ditangannya.
"Daddy sudah ada di sini?" Tanya Aldo menarik kursi untuknya duduk.
"Dari tadi Daddy menunggu kamu," jawab Mommy duduk disamping suaminya.
"Oma mana?" Tanya Aldo yang tidak melihat keberadaan Omanya.
