Pustaka
Bahasa Indonesia

A Trouble Marriage

92.0K · Tamat
Romansa Universe
77
Bab
18.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Pernikahan Fathan dan Alletha dilakukan untuk mewujudkan sebuah harapan, yaitu kehidupan yang bebas. Status pernikahannya disembunyikan karena keduanya karena tidak saling cinta. Apakah keputusan mereka menikah tanpa cinta tidak akan menjadi penyesalan di akhir?

RomansaSweetBaper

Bab 1 Prolog

Bab 1 Prolog

PLAKKKK

Satu tamparan keras mengenai wajah tampan seorang Fathan Gibrani, anak dari pengusaha termana yaitu Farhan Gibrani dan istrinya yang bernama Tania Gibrani. Mereka merupakan keluarga terpandang, tak ada yang bisa menganggap remeh keluarga Gibrani. Mereka disegani dan menjunjung tinggi kewibawaan. Kehidupan mereka nyaris sempurna, dengan segala yang mereka punya. Mereka dapat melakukan hal apa saja yang diinginkannya.

Kali ini Fathan mendapat tamparan keras dari sang ibu. Bahkan sampai membuat wajahnya berubah menjadi kemerahan akibat dari benturan keras antara telapak tangan Tania dan wajah Fathan.

“Aaarggghh!!" Fathan meringis kesakitan.

Sementara Tania masih dalam keadaan marah besar, terlihat dari bola matanya yang memerah dan otot-otot tangannya mengencang. Suasana tegang menyelimuti ruangan itu. rumah mewah dan merupakan impian semua orang.

“Mama tega melakukan hal ini sama Fathan?” pekik Fathan.

“Tega kamu bilang? Meminta hal sebesar itu, apa Mama akan mengabulkannya? Tidak!” jawab Tania penuh penekanan.

“Tapi Fathan hanya ingin berkuliah di luar negeri, Ma.”

“Kalau Mama bilang tidak ya tidak, jangan jadi anak durhaka kamu!”

“Terserah Mama. Fathan kecewa sama Mama.”

“Ini semua untuk kebaikan kamu, Fathan. Kamu boleh kuliah di luar negeri asalkan sudah menikah.”

Fathan memalingkan wajahnya.

Rupanya mereka sedang terlibat pertengkaran besar. Di mana Fathan meminta setelah lulus SMA ia ingin berkuliah di luar negeri, tetapi sang mama tidak mengizinkannya. Dengan berbagai macam alasan. Dan mengatakan bahwa Fathan akan bebas jika ia sudah menikah. Selalu itu yang dikatakan oleh Tania kepadanya. Fathan jengah dengan itu semua, ia memutuskan untuk pergi dari rumah.

Berbagai macam cara Tania mencegah anaknya untuk pergi tetapi tidak bisa. Sifat keras kepala dari anaknya itu sudah membuat Tania merasa kesal. Fathan pergi dengan perasaan yang berkecamuk, ia akan menenangkan dirinya dengan pergi dari rumah.

“Fathan dengarkan Mama dulu, Nak,” ujar Tania sambil meraih tangan Fathan untuk mencegahnya.

“Lepaskan Fathan, Ma!” Fathan menepis tangan Tania. “Fathan akan kembali kalau Mama menyetujui keinginan Fathan.”

“Fathan!”

Fathan tak mendengar panggilan Tania. Ia langsung menaiki motor sport berwarna hitam. Kali ini Fathan tak tahu harus ke mana, tapi ia terus mengarahkan laju motornya menyusuri jalan yang tidak terlalu macet itu. Saat Fathan sedang fokus, tiba-tiba turun hujan. Hal itu membuat Fathan harus berteduh, akhirnya ia memutuskan untuk berteduh di halte yang berada tak jauh dari sana.

“Sial! Kenapa harus hujan segala,” gerutu Fathan.

Jaketnya sudah basah terkena air hujan yang begitu deras. Dengan terpaksa Fathan harus berteduh menunggu hujan reda dan ia melanjutkan perjalanannya. Tak lama kemudian, datang beberapa orang yang juga ikut berteduh di halte itu sama seperti Fathan. Beberapa kali terdengar suara dering ponsel milik Fathan tetapi ia tidak memperdulikannya. Fathan berpikir bahwa itu dari Tania atau Farhan.

--

Di sisi lain.

Seorang gadis tengah duduk dengan kepala yang tertunduk. Ia dirundung masalah besar, sampai membuatnya menitikan air mata. Suasana kelas sudah sepi, karena tepat beberapa menit yang lalu bel pulang telah berbunyi. Sementara gadis itu masih duduk dengan tenang di kelas.

Dia bernama Alleta Nadiva Rachila, sedang merasa sedih karena tidak lolos ujian masuk ke perguruan tinggi negeri. Hal itu membuat Alleta berada di dalam sebuah masalah, karena Alisha ibu dari Alleta pasti akan marah. Terlebih, ia tidak mau mengeluarkan uang sepeserpun untuk kuliah anaknya itu.

“Al, ayo pulang!” ajak salah satu temannya.

Alleta menggelangkan kepalanya, “Tidak. Kamu duluan saja, aku masih ada urusan,” jawab Alleta membual.

Setelah cukup lama berada di kelas, Alleta memutuskan untuk segera pulang. Ia meraih tas ranselnya dan segera berjalan keluar kelas. Alleta melangkahkan kakinya menyusuri koridor sekolah yang tampak sudah sepi itu. Sampainya ia di depan, rupanya hujan mengguyur begitu deras. Karena tidak mau terlambat pulang, Alleta akhirnya menerobos hujan deras itu. Dari kejauhan, Fathan melihat sosok Alleta tengah berlari terbirit-birit di bawah guyuran hujan dengan meletakkan tas di atas kepalanya untuk melindungi dirinya dari derasnya air hujan.

“Al,” panggil Fathan.

Alleta menghentikan langkah kakinya, ia melihat ke arah Fathan berada. Sementara Fathan sudah melambaikan tangannya. Alleta kemudian berlari menghampiri Fathan. Hujan itu membuat sekujur tubuh Alleta basah kuyup, ia lalu duduk di samping Fathan. Mereka memang teman satu sekolah, lebih tepatnya teman satu kelas. Tetapi mereka hanya sekedar kenal saja, tidak pernah dekat maupun berbincang sebelumnya. Tetapi Fathan cukup terkenal di sekolah, karena ketampanannya dan ia merupakan anak dari keluarga Gibrani yang terkenal kaya raya dan disegani.

“Kamu dari mana?” tanya Fathan.

“Baru pulang sekolah. Kamu sendiri sedang apa di sini?”

“Tadi hujan tiba-tiba turun, jadinya aku berteduh di sini.”

Alleta menjawab dengan anggukan kepala tanda mengerti. Alleta lalu mengedarkan pandangannya ke arah sekitar, rupanya ada banyak orang yang juga sedang berteduh di halte itu. Karena hujan deras membuat pandangan menjadi kabur, tertutama untuk pengendara motor yang mengharuskan mereka untuk berhenti sampai hujan reda.

Alleta kembali diam, bayang-bayang pengumuman itu masih saja mengganggu pikiran Alleta. Fathan yang melihat itu penasaran.

“Kamu kenapa? Kelihatannya lagi ada masalah,” tanya Fathan.

“Tidak apa-apa,” jawab Alleta masih dalam keadaan menundukkan kepala.

“Cerita, siapa tahu aku bisa bantu.”

Alleta menghela nafasnya sejenak, ia melihat ke arah Fathan. Tatapan yang diberikan oleh Fathan kali ini teduh sekali, dan Alleta memandangnya dalam-dalam. Akhirnya Alleta menceritakan semuanya, semua tentang ibunya yang memaksa agar dirinya masuk kuliah di perguruan tinggi negeri. Tetapi nasib berkata lain, Alleta tidak masuk dan harus menerima kenyataan bahwa dirinya tidak akan melanjutkan kuliah.

“Tidak masuk perguruan tinggi negeri? Kasihan sekali,” ejek Fathan.

“Jangan mengejekku,” bentak Alleta.

“Begitu saja tidak bisa. Bukannya kamu pintar? Masa tidak bisa lulus ujian.”

Alleta memasang wajah murung.

“Minta saja sama ibumu untuk masuk ke perguruan tinggi swasta, gitu ‘kan beres,” timpal Fathan.

“Tidak semudah itu, Ibu tidak akan mau membiayai kuliahku.”

Fathan dalam melihat perubahan sorot mata Alleta. Kini bola matanya sudah berkaca-kaca dan bersiap untuk mengeluarkan air mata. Belum sampai satu menit, Alleta sudah menangis. Bahkan orang yang berada di sekitar langsung menoleh ke arah Alleta. Fathan yang tidak tega melihat itu, ia meraih wajah Alleta dan mendekapnya.

“Kamu yang sabar ya, jangan menangis,” bisik Fathan dengan mengusap punggung Alleta.

Alleta terisak di dekapan Fathan. Bahkan sekarang pakaian Fathan sudah basah oleh air mata Alleta yang mengalir deras. Isakan tangisnya terdengar jelas di telinga Fathan walau suara hujan terdengar nyaring di sana. Setelah cukup lama menangis, Alleta melepaskan melepaskan dekapan Fathan. Ia mengusap sisa-sisa air matanya dengan menggunakan telapak tangan.

“Maafkan aku, bukan maksudku menyinggung perasaanmu, Al,” ucap Fathan yang merasa bersalah. Ia telah membuat Alleta bersedih dengan ejekannya.

“Ini bukan salah kamu, memang sudah menjadi jalan takdirku.”

Fathan diam sejenak, tiba-tiba terlintas dalam benaknya tentang sesuatu. Perlahan Fathan mengembangkan senyumnya ke arah Alleta.

“Ada apa?” tanya Alleta bingung.

“Aku ada jalan keluar.”

“Apa itu?” Alleta semakin penasaran, bahkan ia sampai merapatkan tubuhnya ke tubuh Fathan.

“Kita menikah saja.”

Deg! Seketika Alleta tertegun, ia menatap Fathan dengan tatapan kosong. Alleta mencerna baik-baik kalimat yang dilontarkan oleh temannya itu.

**

Bersambung.