BAB. 5 Dendam Julius
Di tengah hingar bingar pesta,
Julius duduk di sudut sebuah meja makan, menatap gelas anggurnya yang berisi setengah penuh. Di sekelilingnya, suara tawa dan canda tawa bergema, namun Julius merasa seolah-olah dia berada di dunia yang berbeda.
Pesta pernikahan William dan Amelia sedang berlangsung dengan meriah, namun Julius tidak merasakan kebahagiaan sama sekali. Dia merasa terasing dan kesepian di tengah keramaian.
“Sungguh kasihan nasibku!” lirihnya dalam hati.
Pria itu pun menatap ke arah pelaminan, melihat William dan Amelia yang sedang suap-suapan. Kemesraan mereka tampak begitu nyata dan tulus. Julius merasa iri dan emosi. Dia merasa seolah-olah hatinya ditusuk-tusuk dengan pisau yang tajam.
"Kenapa harus William pria beruntung itu? Kenapa bukan aku yang mendampingi Amelia?" gumam Julius pelan.
"Kenapa mereka bisa bahagia dan aku tidak? Kenapa malah aku yang terpuruk dan hampir tak berdaya?"
Julius meremas gelas anggurnya dengan erat, mulai merasakan aura emosi yang membanjiri dirinya. Sang pria merasa seolah-olah dunia berputar terlalu cepat dan dia tidak bisa mengikutinya.
Julius lalu melihat ke arah Amelia, wanita yang pernah dia cintai, dan masih sangat dirinya cintai sampai saat ini. Akan tetapi gadis itu sekarang malah telah menjadi istri William. Dia merasa seolah-olah hatinya hancur berkeping-keping. Dirinya merasa seakan-akan pri itu telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
"Kenapa aku harus berada di situasi seperti ini? Kenapa aku harus merasakan sakit ini? Sampai kapan aku terus merasakan badai kesedihan ini?"
Julius mengepalkan kedua tangannya, merasakan rasa sakit yang membanjiri dirinya. Pria itu merasa seolah-olah dia tenggelam dalam lautan kesedihan yang dalam dan gelap.
Julius menatap kembali ke arah pelaminan, melihat William dan Amelia yang tampak begitu bahagia. Dia seperti sedang berada dalam mimpi buruk yang benar-benar nyata.
“William Danielson! Berani-beraninya Lo merebut Amelia dari gue!” Saat ini
Julius merasakan seperti sedang jatuh ke dalam lubang hitam yang dalam dan gelap. Dia merasa seolah-olah dirinya terjebak dalam dunia yang penuh dengan kesedihan dan keputusasaan.
Namun, Julius tahu jika dia harus tetap bertahan. Dia sadar jika dirinya harus menemukan cara untuk melakukan balas dendamnya kepada William.
Di atas pelaminan yang dihiasi dengan bunga-bunga segar dan dekorasi yang serba elegan. Amelia dan William sedang duduk berdampingan dengan senyum bahagia di wajah keduanya. Cahaya lembut dari lampu-lampu pesta yang memancar, menciptakan aura romantis di sekeliling mereka.
Amel dan Willy sedang menikmati momen berdua, saling suap-suapan dengan makanan lezat di atas piring-piring kecil yang khusus disediakan untuk mereka. Sepertinya rangkaian acara pesta pernikahan keduanya masih panjang.
Saat ini Amelia tersenyum manis pada William, matanya berbinar-binar dengan kebahagiaan yang tak terduga. Gadis itu pun berkata,
"Ini adalah hari yang luar biasa, Willy. Aku tidak pernah membayangkan bahwa pernikahan kita akan begitu indah."
William, yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, mengangguk setuju.
"Tentu saja Amel, Sayangku. Hari ini adalah satu hari terbaik dalam hidupku. Kamu terlihat begitu cantik, seperti peri yang turun langsung dari surga."
Amelia tersipu malu mendengar pujian itu.
"Terima kasih, Willy. Kamu juga tampan sekali. Aku merasa sangat beruntung bisa menjadi istrimu."
“Aku bahkan lebih beruntung lagi karena telah berhasil mempersuntingmu dan mengalahkan banyak pesaingku,” ucap William bangga.
Ternyata William mengetahui semua pria yang selama ini ingin mendekati Amelia dan mencoba menggoyahkan cinta gadis itu kepadanya. Tentang Julius pun sang pria mengetahuinya, tapi dia sengaja menyimpannya sendiri di dalam hatinya. Selama ini William hanya mengamatinya saja tanpa melakukan apa-apa. Sekalian juga untuk menguji kesetiaan sang gadis kepadanya.
Sekarang semua telah terbukti cinta Amelia kepadanya begitu tulus. Walaupun mereka menjalani hubungan jarak jauh. William yang begitu sibuk dengan pekerjaannya kantornya, sedangkan Amelia yang sibuk dengan kuliahnya yang berlokasi di luar negeri.
Akan tetapi jarak, ruang, dan waktu tidak menjadi penghalang bagi keduanya. Kekuatan cinta diantara William dan Amelia sangat kuat. Tidak ada yang mampu memisahkan mereka.
Pria itu pun mengecup kening istrinya dengan penuh kasih sayang.
Mereka lalu saling bertatapan dengan penuh cinta, membiarkan momen-momen kecil seperti ini meresap ke dalam ingatan keduanya untuk selamanya. Di meja di depan mereka, hidangan lezat menunggu untuk disantap, menambah aroma manis yang dipenuhi dengan asmara yang semakin membara.
William meraih sepotong kue dan dengan lembut menyodorkannya ke mulut Amelia.
"Coba kue yang satu ini, Sayang. Ini kue favoritmu. Kamu pasti tahu, Sayang. Setelah ini semua rangkaian acara selesai, kita akan memulai perjalanan bulan madu kita yang sangat panjang. Jadi … kamu harus benar-benar mempersiapkan tubuh, jiwa, dan ragamu, Amel Sayang." Seringai licik mulai tergambar jelas di sudut bibir pria itu.
“William! Kamu jangan bikin aku takut, deh!” ketus Amelia.
“He-he-he. Aku hanya bercanda, Sayang. Santai … Baby. Aku akan melakukannya dengan pelan.” Pria itu malah semakin menggoda istrinya.
“William Danielson!” geram Amel.
“Ha-ha-ha!” William malah semakin tertawa bahagia saat ini.
Lagi-lagi dia mengecup kening istrinya. Ternyata oh ternyata, William sengaja melakukan semua itu. Karena dia dapat melihat beberapa pasang mata yang sedang menatap dengan sinis ke arah pelaminan, di mana dirinya dan sang istri sedang berada.
“Ayo, Sayang. Aku suapin kamu kuenya,” tutur William lagi.
Amelia menerima kue itu dengan senyum yang memikat.
"Terima kasih, Willy. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku bahagia." Dia pun memakan kue itu dengan nikmat, menikmati setiap gigitannya.
“Iya, dong. Karena kamu adalah istriku. Masa depanku, makhluk Tuhan yang begitu aku sayangi.
Mereka berdua lalu melanjutkan acara suap-suapannya. Saling berbagi cerita-cerita lucu tentang saat-saat mereka bersama, serta impian-impian masa depan yang akan keduanya raih dengan penuh harapan.
Di antara candaan dan tawa yang tercipta diantara William dan Amelia ada ikatan yang semakin kuat di antara mereka, sebuah janji untuk saling mendukung dan mencintai satu sama lain sepanjang hidup mereka.
Para tamu dan undangan semuanya semakin larut di dalam pesta pernikahan keduanya yang sungguh mewah. Semua orang terlihat sedang menikmati kuliner yang berlimpah ruah di pesta itu.
Akan tetapi tanpa diketahui oleh keduanya ada beberapa orang yang tidak menyukai kemesraan mereka.
Ternyata bukan hanya Julius yang terluka atas pernikahan William dan Amelia. Ada dua orang pria lain yang juga tidak menyukai pernikahan mereka. Keduanya adalah Carlos dan Alex.
Di tempat terpisah kedua pria itu sedang menatap tajam ke arah pelaminan.
“Amelia! Ternyata gara-gara William Danielson, kamu terus menolakku selama ini!” geram Alex yang merupakan teman kuliahnya.
Sedangkan Carlos yang juga ikut kecewa hanya mampu menatap nanar ke arah Amelia. Raut wajahnya sungguh menggambarkan kesedihan yang mendalam.
