Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 5

Hari sudah pagi.

‎Sinar matahari menembus tirai jendela, menyapa wajahku yang masih enggan bangun dari tempat tidur. Aku menguap lebar, memaksakan diri untuk berdiri dan berjalan ke kamar mandi.

‎“Ngantuk banget hari ini,” gumamku sambil menatap cermin.

‎Aku mencuci muka, lalu menyiapkan sarapan sederhana—roti panggang dan segelas susu hangat. Seperti biasa, suasana pagi di rumah terasa sepi, tapi aku sudah terbiasa.

‎Setelah berpamitan pada foto ibuku, aku melangkah keluar menuju sekolah. Udara masih segar, burung-burung berkicau di sepanjang jalan, dan matahari mulai naik tinggi.

‎Begitu sampai di kelas, aku langsung melihat Takahiro yang sudah duduk rapi di bangkunya.

‎Ia tampak serius menatap buku catatan, sesekali menulis sesuatu dengan ekspresi fokus.

‎“Pagi, Takahiro,” sapaku sambil meletakkan tas.

‎“Pagi juga, Takamine. Eh, kamu kayaknya ngantuk banget tuh,” ujarnya dengan nada jahil dan senyum kecil.

‎Aku hanya menghela napas kecil. “Eh iya, tumben kamu belajar sepagi ini. Ada ujian, ya?”

‎“Ah, ini cuma buat persiapan ujian besok,” jawabnya santai.

‎“Hmm, besok ya... Tunggu. Besok!?” seruku kaget.

‎Ia menoleh dengan ekspresi geli. “Iya, kenapa kamu kaget begitu?”

‎Aku menatapnya dengan wajah panik. “Karena aku... lupa belajar.”

‎Takahiro tertawa kecil. “Begitu, ya. Kalau gitu, gimana kalau nanti kita belajar bareng aja? Di perpustakaan mungkin?”

‎Aku tersenyum lega. “Boleh kok, sekalian kamu bantu aku ngerti materi yang susah.”

‎“Siap, Nona pelupa,” godanya lagi sambil menahan tawa.

‎Aku menatapnya kesal, tapi malah ikut tertawa.

‎Suasana seperti ini… entah kenapa selalu membuat pagi yang biasa terasa sedikit lebih hangat.

‎---

‎Sore harinya, setelah belajar bersama di perpustakaan, Takahiro menutup bukunya dan bersandar di kursi.

‎“Eh, Takamine, minggu depan setelah ujian kan liburan musim panas,” katanya tiba-tiba.

‎Aku menoleh. “Iya, kenapa?”

‎“Gimana kalau kita pergi ke pantai? Sekalian refreshing setelah ujian.”

‎Aku sedikit terkejut. “Ke pantai? Kamu yakin? Itu agak jauh, lho.”

‎“Yakin. Aku butuh udara segar, dan aku yakin kamu juga,” ujarnya sambil tersenyum.

‎Aku memikirkan sebentar, lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Pantai, ya. Tapi kamu yang traktir es krim.”

‎Takahiro tertawa. “Deal.”

‎Keesokan harinya — Hari Ujian

‎Kertas soal dibagikan.

‎Ruangan kelas mendadak hening, hanya terdengar suara pensil menari di atas kertas.

‎Aku menatap lembar soal dan menarik napas panjang.

‎“Semangat, Rena… kamu udah belajar semalam.”

‎Sesekali aku melirik ke arah Takahiro. Ia tampak fokus, ekspresinya tenang seperti biasa.

‎Sikapnya itu entah kenapa membuatku sedikit tenang juga.

‎Dua jam kemudian, bel tanda ujian selesai berbunyi.

‎Aku bersandar di kursi, menghela napas lega.

‎“Gimana, Takamine?” tanya Takahiro sambil berdiri dari tempat duduknya.

‎“Lumayan. Aku nggak yakin nilainya bagus, tapi... aku nggak nyerah, kok.”

‎Ia tersenyum puas. “Nah, itu baru Takamine yang aku kenal.”

‎---

‎Seminggu kemudian — Liburan Musim Panas

‎Ujian sudah selesai.

‎Sekolah libur selama seminggu, dan cuaca sedang sangat cerah.

‎Pagi itu, aku menerima pesan dari Takahiro:

‎> “Ayo, kita pergi hari ini. Pantai kelihatannya cerah banget.”

‎Aku tersenyum membaca pesannya, lalu bergegas bersiap.

‎---

‎Di Pantai

‎Langit biru membentang luas, ombak berkejaran di tepi pasir.

‎Angin laut mengibaskan rambutku saat aku berdiri di dekat air, menikmati debur ombak yang menenangkan.

‎“Rasanya damai banget di sini…” ucapku pelan.

‎Takahiro yang berdiri di sebelahku ikut menatap laut.

‎“Ya. Tempat kayak gini... bikin kita lupa sejenak sama semua hal.”

‎Aku menatapnya sekilas. Cahaya matahari sore memantul di matanya yang cokelat muda—hangat, tapi juga terasa jauh.

‎“Takahiro,” panggilku. “Kamu kelihatan aneh hari ini.”

‎Ia tersenyum samar. “Nggak, kok. Cuma… senang aja bisa ke sini.”

‎Aku terdiam, menatap laut bersamanya.

‎Suara burung camar terdengar jauh di atas kami, dan waktu seolah berhenti.

‎---

‎Kami duduk di pasir, menikmati es krim yang mulai meleleh.

‎“Aku senang kamu ngajak ke sini,” kataku pelan. “Aku butuh ini. Setelah semua ujian dan stres.”

‎“Kalau kamu senang, aku juga senang,” jawabnya singkat.

‎Tapi nada suaranya... ada sedikit ketenangan yang aneh di sana.

‎Aku menatapnya lagi, dan kali ini dia balas menatapku.

‎“Takamine,” ucapnya lirih. “Kalau suatu hari nanti kamu datang ke pantai ini sendirian... kamu masih mau inget hari ini?”

‎Pertanyaan itu membuat dadaku terasa sesak entah kenapa.

‎“Tentu saja. Hari ini... hari yang spesial,” jawabku.

‎Takahiro tersenyum pelan, menatap cakrawala.

‎“Kalau gitu, aku tenang.”

‎---

‎Langit mulai berubah jingga. Ombak berkilau keemasan, dan angin sore membawa aroma asin yang menenangkan.

‎Aku menatap Takahiro, dan untuk sesaat… aku merasa waktu akan berhenti di sini, bersama dia.

‎Tapi di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang tidak kuketahui.

‎Sebuah perasaan samar—seolah dia menyembunyikan sesuatu yang akan mengubah segalanya.

‎--

‎~ Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel